MONITOR, Jakarta – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, bibit-bibit pembelahan luar biasa di tengah masyarakat seperti yang terjadi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dan 2019, mulai terlihat lagi di Pilpres 2024.
Hal ini bisa menjadi bibit disintegrasi baru bagi bangsa, sementara krisis besar yang sedang mengancam dunia saat ini sedang menuju puncaknya dan perlu mendapatkan perhatian serius dari pemimpin dan para elite nasional.
“Akibat peristiwa pembelahan sebelumnya, banyak korban yang meninggal dari umat Islam. Makanya, saya tidak pernah bisa memahami, pertarungan Pilpres pada tahun 2014 dan 2019 antara Presiden Jokowi (Joko Widodo) dengan Pak Prabowo (Prabowo Subianto) yang meninggal umat Islam,” kata Anis Matta dalam Bincang Keumatan dengan tokoh Kota Bandung, Minggu (17/13/2023).
Menurut Anis Matta, posisi politik umat Islam dalam politik di Indonesia sangat rapuh dan selalu menjadi korban setiap ada pertarungan Pilpres. “Ini kegelisahan secara pribadi melihat betapa rapuhnya posisi politik umat kita di sini, bahwa setiap kali ada pertarungan Pilpres kita selalu menjadi korban,” katanya.
Bahkan ketika terjadi krisis besar yang menyebabkan perang supremasi antara negara adidaya, bangsa Indonesia selalu menjadi korban seperti terjadinya peristiwa G30S PKI. “Kalau ada Pilpres yang korban umat Islam dan kalau ada pergolakan global, yang jadi korban Indonesia seluruhnya. Dua-duanya peristiwa ini, kita menjadi korban, sehingga kita sebagai bangsa perlu bersatu,” katanya.
Anis Matta menegaskan, ketika semua komponen bangsa bersatupun, belum tentu dapat menghadapi krisis berlarut saat ini, apalagi dalam kondisi terpecah belah. “Disinilah kita perlunya kesadaran tentang krisis besar saat ini, karena keretakan besar dari krisis itu akan menimbulkan banyak korban. Kita harus bersatu sebagai bangsa,” katanya.
Sebagai perwakilan umat Islam di Koalisi Indonesia Maju (KIM), Anis Matta saat ini tengah gencar-gencarnya melakukan pendekatan kepada para tokoh dan ulama di berbagai daerah, untuk menyampaikan agenda keumatan yang diperjuangkan Partai Gelora dan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Anis Matta sudah melakukan dialog dengan tokoh dan ulama di Surabaya (Jawa Timur), Semarang (Jawa Tengah. Di Jawa Barat selain di Bandung, Anis Matta telah berdialog dengan tokoh dan ulama se-Bogor Raya, Kabupaten Bekasi, Karawang dan Purwakarta. “Jadi ketika ayat-ayat Al-Qur’an diterjemahkan ke dalam gerakan politik, kita mesti sadar untuk menyampaikan ayat-ayat itu tidak seperti kita ceramah di mimbar-mimbar masjid, tapi harus kita ubah menjadi cara berpikir, menjadi kebijakan politik dan ekonomi. Ini yang sedang dilakukan oleh Partai Gelora,” katanya.
Yakni seperti mendorong kebijakan kuliah gratis, yang akan menjadi alat pemberdayaan ilmu pengetahuan, karena di dalam Al Qur’an hal itu disebut 750 kali, “Dengan kebijakan kuliah gratis itu, maka setiap orang bisa kuliah gratis. Kalau yang kaya bisa kuliah di luar negeri, tapi kalau yang miskin bisa kuliah gratis. Nah, penduduk miskin di Indonesia paling banyak umat Islam. Itulah cara kita memperjuangkan agenda keumatan,” katanya.
Dengan kuliah gratis, lanjut Anis Matta, akan menjadikan orang lebih berdaya, karena memiliki pengetahuan. Sehingga akan memutus mata rantai kemiskinan, serta memperpendek jurang antara orang kaya dan orang miskin. “Disinilah perlunya kelanjutan dari rekonsiliasi yang telah dilakukan Pak Jokowi dan Pak Prabowo. Intinya peristiwa rekonsiliasi itu, menjaga stabilitas kita semua. Semua bersatu menghadapi krisis yang sedang terjadi, sehingga berbagai program yang direncanakan bisa berjalan,” katanya.
Untuk menjaga stabilitas ini, Anis Matta telah mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar membentuk koalisi besar.
Namun, disayangkan Partai Nasdem dan PKB keluar dari koalisi mengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, sementara PDIP juga keluar dengan mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. “Jadi kita usulkan ke Pak Jokowi, yang tersisa itu tetap bersatu, dan akhirnya disepakati pasangan Prabowo-Gibran sebagai kelanjutan dari rekonsiliasi tersebut,” pungkasnya.