POLITIK

Diskusi dengan Warga Keturunan Tionghoa, Prof. Rokhmin: Hapus Stigma Pribumi dan Non Pribumi

MONITOR, Cirebon – Calon Anggota Legislatif (Caleg) untuk DPR RI dari PDI Perjuangan, Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri, M.S., melakukan pertemuan dengan warga keturunan Tionghoa di Kota Cirebon.

Pertemuan yang diinisiasi pengusaha, Sukanto Aliwinoto ini berlangsung di NIRI Kafe di kawasan Pasar Talang pada Senin (11/12/2023). Hadir penulis/pegiat budaya Tionghoa, Jeremi Huang.

“Pertemuan ini untuk lebih menguatkan kebersamaan, bahwa kita harus terus bersinergi dan saling berjuang. Kita berjuang memenangkan Prof. Rokhmin di DPR RI. Sebaliknya, Prof. Rokhmin bisa memperjuangkan aspirasi-aspirasi yang disampaikan kami. Salah satunya ada terkait sertifikat tanah dan bangunan klenteng-klenteng di Kota Cirebon yang diamankan. Masalah ini sudah lama terjadi, tapi tak kunjung selesai,” ujar salah warga Tionghoa yang hadir.

Kehadiran Prof Rokhmin diharapkan bisa membantu menyelesaikan persoalan tersebut. Terlebih, Prof. Rokhmin punya kedekatan khusus dengan Prof. Mahfud MD yang sangat paham soal hukum.

Aspirasi yang disampaikan oleh warga keturunan Tionghoa yakni stigma pribumi dan non pribumi. Keturunan Tionghoa masih dianggap sebagai pendatang.

Padahal, sejarah mencatat kehadiran keturunan Tionghoa di Cirebon sudah ada sejak zaman kerajaan, sebelum ada Republik Indonesia.

“Bahwa Sunan Gunung Jati itu punya istri Putri Oeng Tien. Ada juga Laksanama Cheng Ho dan tokoh-tokoh Tionghoa lainnya yang mengabdi di Kesultanan Cirebon. Artinya, kami orang Tionghoa sudah menyatu dan membumi di tanah Cirebon. Kami bukan pendatang, sudah ratusan tahun hadir di Cirebon,” tandas Jeremi Huang.

Terkait aspirasi keturunan Tionghoa, Prof. Rokhmin Dahuri siap memperjuangkan persoalan sertifikat klenteng-klenteng. “Saya akan berkomunikasi dengan Prof. Mahfud MD, semoga bisa membantu menyelesaikan masalah ini,” kata Caleg DPR RI nomor urut 1 daerah pemilihan Cirebon – Indramayu dari PDI Perjuangan.

Soal stigma pribumi dan non pribumi, Prof. Rokhmin berpendapat, orang-orang yang masih mempersoalkan hal itu jelas tidak mengerti Indonesia.

“Indonesia adalah negara Bhineka Tunggal Ika Indonesia itu beragam suku, agama, ras dan golongan. Kita semua sama, warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka, hapus stigma pribumi dan non pribumi. Jangan ada sebutan pendatang. Kita jaga toleransi dan kebhinekaan,” tegas ketua DPP PDI Perjuangan ini.

Usai pertemuan, Prof. Rokhmin didampingi Sukanto berkunjung ke 3 klenteng. Klenteng yang dikunjungi yakni Vihara di Talang, Vihara Dewi Welas Asih dan Vihara di Winaon.

Adapun tokoh-tokoh yang hadir dari pertemuan di NIRI sampai di klenteng yakni Witono Utomo, Eko dari BPK Penabur, Henry Pekasa, Sundari owner Hotel Rahayu dan sebagainya.

Recent Posts

Kasus ISPA Naik, Kemenkes Imbau Jemaah Haji Gunakan Masker di Luar Ruangan

MONITOR, Makkah - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengimbau seluruh jemaah haji Indonesia untuk…

1 jam yang lalu

Direktur Diktis Dorong Lulusan PTKIS Perkuat Karakter dan Skill Hadapi Tantangan Zaman

MONITOR, Purworejo - Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A menyampaikan Orasi…

2 jam yang lalu

DPR Nilai Pembuktian Praktik Politik Uang di Pilkada Barito Utara Harusnya Lewat Proses Pidana

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

3 jam yang lalu

Minta Admin Hingga User Akun Fantasi Sedarah Ditindak, DPR: Pengawasan Siber Gagal!

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez meminta aparat penegak hukum segera…

3 jam yang lalu

Segini Bobot 4 Sapi Jumbo Sumbangan Wamentan Sudaryono di Expo Sapi Boyolali

MONITOR, Jateng - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Republik Indonesia, Sudaryono, menunjukkan komitmennya dalam mendukung peternakan…

4 jam yang lalu

Seruan Puan soal Tolak Relokasi Warga Gaza Dinilai Wakili Suara Indonesia

MONITOR, Jakarta - Pernyataan Ketua DPR RI Puan Maharani yang menyerukan penolakan terhadap gagasan relokasi…

5 jam yang lalu