MONITOR, Jakarta – Sektor kesehatan menjadi sektor yang masuk dalam 4 teratas Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) terbesar di Indonesia. Pada 2023 saja, diketahui Kementerian Kesehatan mendapat jatah APBN sebanyak Rp85,5 triliun. Bahkan untuk 2024 mendatang, anggaran kesehatan sudah ditetapkan sebesar 5,6% dari APBN yang mengalami kenaikan 8,1% dibanding 2023.
Besarnya anggaran ini, tentu harus dikelola dengan baik agar tidak ada oknum yang menyelewengkan dananya, baik dari pihak penyelenggara negara maupun pihak swasta. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajak pengusaha di sektor kesehatan berdiskusi melalui Dialog Pimpinan KPK dengan Asosiasi Usaha dalam Mendorong Pembangunan Integritas pada Dunia Usaha, di Ruang Rapat Nusantara, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/8/2023).
“Sejatinya, korupsi itu ada dua pihak, pihak pemberi dan penerima. Namun, kami selalu dianggap hanya menekan sektor penerima. Sehingga di pertemuan ini, kami mengajak para pengusaha di sektor kesehatan untuk lebih terbuka mengenai masalah di lapangan,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, yang hadir dalam pertemuan tersebut.
KPK mencatat sejak 2004-2022, ada 373 kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan pihak swasta, termasuk berasal dari sektor kesehatan. Angka ini, lebih banyak ketimbang profesi lain di kasus serupa.
Ghufron menegaskan, sudah sepatutnya sektor kesehatan yang di dalamnya ada industri farmasi dan industri alat kesehatan, untuk bersinergi membawa Indonesia berdaulat dari sisi kesehatan dengan meningkatkan produksi dalam negeri untuk pengadaan barang dan jasa.
“Mari ciptakan dunia kesehatan menjadi dunia yang berkepastian, dunia yang menyenangkan. Kebutuhan pengadaan barang dan jasa, tidak perlu sikut menyikut tapi dilakukan secara fair. Karena pemberantasan korupsi tidak mungkin dilakukan dalam tempo sesingkat-singkatnya, sehingga mari kita sama-sama perangi secara bertahap terutama di sektor kesehatan yang berhubungan dengan nyawa manusia,” tambah Ghufron.
Sejalan dengan Ghufron, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sepakat bahwa sektor kesehatan merupakan sektor yang sangat rawan terlibat dalam kasus suap dan gratifikasi. Bahkan tidak jarang, pada praktiknya penyelenggara negara dan pihak swasta melakukan kongkalikong untuk melakukan markup harga mulai 500% hingga 5000% dari harga asli.
“Distributor itu menyediakan alat, tapi tidak ikut tender, jadi hanya memberikan dukungan. Tolong, karena bapak ibu dari industri dan gabungan alat kesehatan, jangan hanya jadi pendukung saja, tapi juga ikut menjadi vendor. Masukan saja ke e-katalog, jadi enggak perlu pake lelang. Harganya setidaknya sama dengan harga pasar,” jelas Alex.
Alex juga mengingatkan agar pengusaha bisa turut serta melaporkan ke KPK, jika terjadi indikasi tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan barang yang terjadi di lapangan. Alex menegaskan, “Kalau diperas atau dipaksa memberikan sesuatu, tentu ada pasal lain. Sehingga kita senang sekali jika ada laporan seperti itu, bapak-ibu juga akan kami lindungi. Jangan sampai kesalahan penerima dilimpahkan pada pengusaha.”
Peran Direktorat AKBU
Di sektor dunia usaha, KPK juga turut mendorong pelaku usaha untuk memanfaatkan pendampingan Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) yang dilengkapi dengan Panduan Pencegahan Korupsi bagi Dunia Usaha untuk melanggengkan bisnis yang dijalankannya, tanpa harus ada campur tangan perilaku lancung.
Direktur AKBU KPK Aminuddin yang turut hadir dalam audiensi, juga menegaskan bahwa KPK terbuka untuk berdiskusi dan mendengarkan permasalahan pengusaha secara berkala. Nantinya, KPK akan merunut permasalahan dan menyelesaikannya secara berkala.
Sampai semester 1 tahun 2023, AKBU sudah melangsungkan 342 pertemuan dengan 248 asosiasi usaha untuk pemetaan dan penyelesaian isu pada masing-masing asosiasi usaha. AKBU juga telah memfasilitasi dan mendorong diterbitkannya 4 peraturan gubernur (Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Papua), 1 peraturan tingkat desa di Bali, dan 1 peraturan direktur BUMN dalam rangka pencegahan korupsi.
Kendala yang Dihadapi Pelaku Usaha Sektor Kesehatan
Adapun permasalahan sektor kesehatan di lingkup alat kesehatan dan farmasi yang disampaikan oleh perwakilan Organisasi Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratoriun (GAKESLAB) Indonesia dan International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) meliputi beberapa hal.
Terkait alat kesehatan, pengusaha terkendala dalam implementasi Teknis Kebijakan Prioritas Penggunaan Produk dalam Negeri (TKDN) yang seringkali terjadi perbedaan penilaian dan proses sertifikasinya yang memakan biaya dan waktu yang panjang, serta permasalahan subtitusi alat kesehatan impor yang melalui mekanisme freeze/unfreeze. Selain itu, kebijakan pengadaan konsolidasi bagi alat kesehatan juga dinilai kurang transparan seperti penentuan persyaratan terkadang berubah dan tidak adanya transparansi data kebutuhan yang dijamin akan dibeli.
Sedangkan di lingkup farmasi, pengusaha terkendala dengan ketersediaan obat-obatan baru yang diluncurkan secara global yang membutuhkan waktu 40 bulan, permintaan perizinan dilimpahkan pada swasta, permintaan sponsorship dengan harga yang melambung tinggi, hingga masalah etik.
“Mendengar paparan dari KPK yang bisa membantu kami, kami sangat merasa senang. Harapan kami, kami bisa benar-benar rely on KPK supaya usaha kami bisa berjalan lancar. Kami bukan ketakutan, justru kami sangat senang. Kami juga akan menyiapkan tim, satu orang, untuk dekat dengan KPK, dan melaporkan ke KPK,” kata Ketua Umum GAKESLAB Raden Kartono Dwidjosewojo para pertemuan tersebut.
Hadir dalam audiensi Deputi Pencegahan dan Monitoring Pahala Nainggolan, Direktur AKBU Aminuddin, Direktur Gratifikasi Herda Helmijaya, Juru Bicara KPK Ipi Maryati, serta beberapa perwakilan Organisasi Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium (GAKESLAB) Indonesia dan International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG).