Selasa, 30 April, 2024

Menperin Pantau Pabrik Gula Terintegrasi di Sumba Timur

MONITOR, NTT – Kementerian Perindustrian terus mendorong pengembangan industri pengolahan gula yang terintegrasi dengan perkebunan tebu. Apalagi, dengan adanya investasi pembangunan pabrik gula terpadu di wilayah luar Pulau Jawa yang mendukung pemerataan ekonomi yang inklusif.

“Pemerintah bertekad mengakselerasi swasembada gula nasional dengan target swasembada gula untuk kebutuhan konsumsi diwujudkan paling lambat pada tahun 2028, dan untuk kebutuhan gula industri pada tahun 2030,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat melakukan kunjungan kerja di pabrik gula PT. Muria Sumba Manis (MSM) di Desa Wanga, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Selasa (22/8).

Menperin mengemukakan, guna mencapai percepatan swasembada gula nasional, pemerintah telah menyusun peta jalan yang meliputi peningkatan produktivitas tebu sebesar 93 ton per hektare melalui perbaikan praktik agrikultur, penambahan area lahan baru perkebunan tebu seluas 700.000 hektare, serta peningkatan efisiensi, utilisasi, dan kapasitas pabrik gula untuk mencapai rendemen sebesar 11,2 persen. Selain itu, peningkatan kesejahteraan petani tebu, dan peningkatan produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu paling sedikit 1,2 juta kilo liter pada tahun 2030.

“Saat ini, jumlah pabrik yang masih aktif berproduksi mengolah tebu menjadi Gula Kristal Putih (GKP) untuk pemenuhan konsumsi langsung di Indonesia sebanyak 59 pabrik, terdiri dari 40 pabrik gula milik BUMN dan 19 pabrik gula swasta. Dari jumlah pabrik tersebut, total kapasitas terpasang nasional mencapai 324.350 TCD (ton cane per day),” sebutnya.

- Advertisement -

Sementara itu, pabrik gula yang mengolah raw sugar menjadi Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku industri makanan, minuman dan farmasi (maminfar), terdiri dari 11 pabrik gula rafinasi (PGR) dengan kapasitas sebesar 5,016 juta ton per tahun.

“Kami perkirakan kebutuhan gula nasional tahun 2023 sekitar 6,8 juta ton per tahun, yang terdiri dari kebutuhan gula untuk rumah tangga sebesar 3,4 juta ton, dan untuk industri maminfar 3,4 juta ton, sudah termasuk di dalamnya kebutuhan gula untuk industri kecil menengah (IKM) sebesar 400-500 ribu ton,” ungkap Agus.

Menperin mengemukakan, pasokan gula nasional dari produksi industri gula berbasis tebu dalam negeri tahun 2023 berdasarkan hasil taksasi awal diperkirakan mencapai 2,7 juta ton. “Oleh karena itu, guna meningkatkan produktivitas agar dapat memenuhi kebutuhan gula nasional tersebut, perlu diimbangi dengan pembangunan industri gula baru yang terintegrasi dengan perkebunan tebu, sehingga pemerintah melakukan berbagai upaya pengembangan industri gula dengan memberikan fasilitas dan insentif baik fiskal maupun nonfiskal,” paparnya.

Menperin memberikan apresiasi kepada PT. MSM atas keberaniannya dalam mendirikan pabrik gula yang terintegrasi di wilayah luar Jawa. “Kami berharap, dengan adanya peningkatan produksi yang disumbang dari pabrik gula baru PT. MSM ini akan dapat mengurangi impor, yang sejalan dengan program substitusi impor yang kami inisiasi,” ujarnya.

Dengan mengurangi impor, lanjut Agus, Indonesia bisa menghemat devisa negara, memperkuat neraca transaksi berjalan, membuka lapangan pekerjaan, dan pada akhirnya menciptakan multiplier effect bagi perekonomian. “Kami terus berupaya merevitalisasi industri gula di tanah air agar lebih produktif dan berdaya saing. Untuk dapat memenuhi kebutuhan domestik, pabrik gula di dalam negeri saat ini juga didorong supaya bisa memanfaatkan teknologi modern,” imbuhnya.

Apresiasi teknologi
Kemenperin mengapresiasi PT. MSM yang menerapkan teknologi kogenerasi listrik yang digunakan sebagai sumber tenaga untuk seluruh aktivitas proses produksi dan pompa irigasi dengan teknologi sub-drip. Hal inilah yang membedakan dengan pabrik gula pada umumnya.

“Kami sudah meninjau beberapa fasilitas yang sudah dibangun PT. MSM, seperti reservoir yang berfungsi untuk menampung air hujan dan jebakan-jebakan air untuk mengairi lahan tebu. Kemudian, kami juga mengunjungi lahan tebu yang sedang panen, hingga melihat proses produksi di pabrik,” tutur Menperin Agus.

PT. MSM memiliki 40 reservoir dan lima embung dengan kapasitas reservoir 300-480 ribu m³. Pada tahap pertama, kapasitas produksi PT. MSM untuk gula kristal putih sebesar 6.000 TCD. Untuk tahap kedua, kapasitas produksi akan mencapai 12.000 TCD. Hingga saat ini, tenaga kerja yang terserap sebanyak 3.744 orang yang didominasi karyawan lokal 3.390 orang dan 354 orang karyawan lainnya dari luar Sumba.

CEO HPI Agro Robert Halim menyatakan apresiasi yang begitu besar atas kunjungan kerja Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita ke pabrik gula PT. MSM yang telah berhasil memproduksi gula kristal putih perdana sejak 7 Desember, Tahun 2021 yang lalu.

“Kami sampaikan ucapan terima kasih atas dukungan dan perhatian dari Kementerian Perindustrian yang telah mendukung pembangunan pabrik gula PT. MSM dari awal hingga commissioning sehingga mampu melakukan produksi gula pertama kami di Tahun 2021,” jelasnya.

Robert Halim menambahkan bahwa perusahaan berharap dari pemerintah melalui Kemenperin, untuk memberikan dukungan dan fasilitas terhadap pendirian pabrik gula baru. Selain itu, perusahaan juga berharap adanya dukungan pemerintah dalam hal pembangunan infrastruktur termasuk menambah sarana prasarana transportasi laut dan sarana tol laut yang menjadi salah satu pilihan pengembangan selanjutnya.

Pada kesempatan yang sama, Managing Director PT. MSM Budi Hediana menyampaikan, pabrik gula PT. MSM merupakan salah satu pabrik strategis nasional untuk menopang program ketahanan pangan dan swasembada gula yang juga merupakan program prioritas pemerintah pusat. Didukung oleh teknologi modern, PT. MSM menerapkan teknik pengolahan berstandar tinggi untuk hasil gula berkualitas.

“Untuk bisa memenuhi kualifikasi itu, tentunya diperlukan tenaga kerja yang terampil dan terlatih. Perusahaan telah menyiapkan fasilitas Training Centre serta program pelatihan dan pengembangan berkesinambungan untuk seluruh karyawan. Besar harapan kami untuk bisa menyerap tenaga kerja lokal berkualitas dari putra-putri Sumba,” tuturnya.

PT. MSM telah memproduksi Gula Kristal Putih dengan brand “Sumba Manis” dan mengusung tagline “Dari Sumba Untuk Indonesia”. Pemilihan brand dan tagline ini mempunyai tujuan yang diharapkan bisa lebih mengenalkan dan mengangkat citra daerah Sumba Timur ke Indonesia.

“Selama ini Sumba Timur jarang terdengar dan hanya dianggap sebagai daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), yang sulit untuk melakukan investasi, padahal potensinya banyak sekali. Saat ini potensi wisata di sini sudah mulai dikenal cukup luas gaungnya. Dengan kehadiran MSM diharapkan bisa membuka mata banyak pihak bahwa Sumba Timur punya nilai ekonomis yang cukup diperhitungkan, ungkap Budi.

Sebagai pabrik gula terintegrasi, PT. MSM telah mengembangkan perkebunan tebu seluas 3800 hektare, dan luas tersebut akan terus ditingkatkan sehingga kebutuhan bahan baku gula ke depan bisa dipenuhi dari perkebunan tebu tersebut. “PT. MSM juga berkeinginan untuk terus berkontribusi terhadap percepatan kemandirian industri gula dalam negeri melalui komitmen penggunaan konten lokal yang tinggi,” tandas Budi.

Pada kunjungan kerja di PT MSM, Menperin didampingi Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika serta Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin, Emil Satria serta para pejabat di lingkungan Kemenperin. Turut hadir pula Wakil Bupati Sumba Timur, David Melo Wadu bersama Forkopimda, CEO HPI Agro Robert Halim, Head of Corporate Communication & External Relation PT. MSM Raphael Redian Susanto, Head of Group Legal & Corporate Affair PT. MSM Erwin Suryadi Setiawan, Managing Director PT. MSM Budi Hediana beserta jajaran.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER