MONITOR – Penyerangan Kantor MUI Pusat oleh orang tak dikenal (OTK) beberapa waktu lalu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Terkait fenomena tersebut Lembaga Daukat Bangsa bersama MUI Banten menyelenggarakan kegiatan ngopi bareng literasi dan kebangsaan.
Kegiatan tersebut bertempat di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten, Jalan Syech Nawawi Al-Bantani Curug Serang Banten. Kegiatan tersebut merupakan penggalangan Cipta Kondisi terhadap Eks-Narapidana Terduga Teroris (Napiter) yang ada di wilayah Provinsi Banten, pada Selasa (30/05/2023).
Para narasumber yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah, Dr. Dede Permana mewakili MUI Banten, HM Soffa Ihsan, MH., MA dari Lembaga Daulat Bangsa, dan Dr. Ali Muhtarom dari Gerak Literasi Indonesia.
Dalam presentaainya HM Soffa Ihsan lebih mndorong para ikhwan atau eksnapiter untuk mau mengamalkan ayat Iqra membaca dan membaca. Dengan membaca maka pola pikir menjadi terarah. Sebab manusia itu pertama kali harus dilihat dari pola pikir atau tandzim al-fikr.
Soffa Ihsan menunjukkan sebuah kitab literasi yg berjudul al-Siyasah aw al-Isyaroh fi Tadbir al-Imaroh karya Abu Bakar Muhammad Ibnu Hasan Al-Maradi seorang cendikia yang hidup abad 11 masehi disaat pemerintahanIislam di Andalusia mengalami kemunduruan dengan adanya pertikaian antar muslim. Abu Bakar Ibnu Hasan melihat terjadinya konflik antar muslim tersebut akibat literasi yang tidak mendalam serta tidak lagi mau berfikir secara ilmiah dan metodologis.
Dijelaskan Soffa bahwa apa yang ada dlm kitab tersebut menurut Marbot Rumah Daulat Buku (Rudalku) itu persis dengan situasi sekarang dimana sering terjadi konflik antar muslim hany karena persoalam yang furuiyah atau cabang seperti saling membidahknn bahkan mengkafirkan. Konflik-konflik sperti ini jangan dianggap remeh sebab bisa membesar dan bisa mengakibatkan negara jadi gaduh bahkan perang yang tak berkesudahan.
Direktur Lembaga Daulat Bangsa (LDB) ini mencontohkan apa yg terjadi di Timur Tengah seperti Suriah dan Libya. Seperti Libya dulunya makmur dan kebutuhan rakyat dijamin, lalu terjadi konflik yang mengakibatkan Khadafi dibantai rakyatnya dan kini Libya jadi negara yang porak poranda akibat pertikaian politik dan juga agama. Ini jangan sampai terjadi di negara kita. Saat ini di negara kita sudah muncul kelompok-kelompok yang membuat gaduh. Negara harus aman dan damai, sehingga beragama menjadi lancar tanpa gangguan.
“Negara kita sudah begitu menjamin kebebasan beragama terutama umat Islam. Tidak ada itu istilah mengekang . Jangan terpengaruh pada politisasi dan berita-berita hoak” Jelas Soffa.
Karena itulah Soffa yang menjadi peneliti radikalisme sejak 2011 ini mengajak para ikhwan atau eks-napiter untuk kembali membudayakan literasi. Ini berarti kembali mengamalkan ajaran Islam yang sebenarnya. Mau berfikir ilmiah dan kreatif inovatif itu yang saat ini diperlukan. Harus dimulai dari keluarga sebagai unit terkecil dari negara.
Nara sumber dari MUI, Dr H Dede Permana, MA menjelaskan bahwa keragaman suku, bahasa, budaya dan keyakinan yang ada di Indonesia merupakan kehendak Allah yang tidak bisa kita pungkiri. Al Quran, mengisyaratkan hal itu dalam sejumlah ayatnya.
Karena itulah, tutur dosen UIN SMH Banten ini, tugas kita adalah bagaimana membangun dan merawat keragaman ini supaya menjadi energi positif yang akan membawa kita pada harmoni kehidupan. Perbedaan keyakinan bukan halangan bagi umat manusia untuk berkerjasama membangun harmoni sosial. Al-Qur’an tidak melarang umat Islam bekerjasama dengan pemeluk agama lain selama masih dalam kehidupan sosial.
“Perbedaan bukan alasan untuk kita bertengkar, justru sebaliknya, ia adalah kekuatan kita. Kita harus mampu merawat persaudaraan di tengah perbedaan. Nabi SAW pun dulu di Madinah hidup berdampingan dengan kaum Yahudi secara damai. Dan karena sikap Nabi seperti itu, kaum Yahudi banyak yang masuk Islam secara sukarela,” jelas Dede Permana.
Dede juga menekankan bahwa dalam memahami pandangan Al Qur’an harus secara utuh untuk mendorong sikap saling menghormati antar keyakinan. Agama Islam mengajarkan Rahmatan Lil Al-Amin berprinsip hubungan antar umat beragama di tengah kebhinekaan.
Sementara itu, Dr. Ali Muhtarom, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SMH Banten menjelaskan bahwa paham keagamaan merupakan faktor utama dalam gerakan radikalisme dan terorisme. Para pelaku tindak radikalisme dan terorisme mendasarkan gerakannya pada paham keagamaan yang dipahami dan diyakini karena merasa punya legitimasi dalil sebagai dasar perjuangan membela agama.
Namun, menurut Ali Muhtarom yang juga sebagai Direktur Gerak Literasi Indonesia, paham dan keyakinan tersebut sangat membahayakan karena tidak sejalan dengan substansi ajaran agama yang menjunjung tinggi ajaran kasih sayang.
Wakil Dekan III pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan ini juga menambahkan dalam Islam pengetahuan aspek yang meliputi teologi, hukum Islam (fikih), dan akhlak (tasawwuf) perlu dipahami secara komprehensif. Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini terkait maraknya sikap intoleransi, radikalisme, hingga tindakan terorisme yang melanda sebagian umat beragama disebabkan oleh keringnya pemahaman aspek spiritualitas keagamaan yang dalam islam masuk dalam ilmu akhlak.
Ali Muhtarom juga mengajak masyarakat untuk membangun ukhuwah islamiyah. Segala bentuk pemahaman keagamaan yang ada di Indonesia perlu dihormati, selama tidak bertentangan dengan konstitusi negara. Diantara faktor utama dalam membangun ukhuwah Islamiyah adalah menghargai keragaman.
”Kita tidak perlu mempermasalahkan keragaman dalam pemahaman keagaman, karena perlu dibedakan antara agama dan paham keagamaan, atau Islam dengan paham keislaman. Paham keagamaan yang sering menjadi doktrin seperti mendirikan sistem khilafah itu adalah tafsir dari paham keagamaan yang bukan merupakan ketetapan ajaran Agama Islam. Tandas Ali.
Kegiatan ini juga yang dihadiri oleh sejumlah Eks Napiter dan beberapa tamu undangan tersebut berlangsung dengan suasana penuh kekeluargaan dengan sesi tanya jawab. Diakhir kegiatan para ikhwan eks-Napiter Banten membaca ikrar untuk meneguhkan kecintaannya pada negara dan siap untuk jihad literasi ikut mencerdaskan anak bangsa. Pembacaan ikrar kebangsaan tersebut bertema “Ikrar Kebangsaan Untuk Indonesia Cerdas dan Damai”.
.