Oleh: Imron Wasi*
Jokowi sebagai guru besar politik praktis tentunya akan melakukan regenerasi kepemimpinan secara ideal atau dalam arena organisasi kontemporer disebut sebagai kaderisasi. Hal ini dilakukan untuk mengukuhkan agar akhir masa jabatan kekuasaannya berjalan stabil tanpa adanya embel-embel keriuhan politik. Sebagai elite politik yang sudah dibesarkan oleh PDI Perjuangan, Jokowi memahami bahwa sesungguhnya untuk mempertahankan status qou, ia harus melakukan kaderisasi, terlebih kaderisasi ini merupakan ‘jantung’ politik.
Oleh karena itu, ia mendorong dan mendukung agar putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka dan menantunya Bobby Nasution maju dalam kontestasi politik Pilwalkot di Kota Solo dan Medan. Ketiadaan kompetitor politik di kedua wilayah ini yang seharusnya vis a vis keluarga politik Jokowi mengakibatkan Gibran dan Bobby berhasil melenggang, tanpa adanya perlawanan yang sukar.
Kehadiran figur seperti Gibran dan Bobby dalam kontestasi politik Pilwalkot ini secara eksklusif mengisolasi kader PDI Perjuangan yang sedari awal sudah berjuang membesarkan partai berlambang kepala Banteng ini. Secara umum, kandasnya kader PDI Perjuangan dalam meraih golden ticket Pilwalkot ini karena otoritas yang dimiliki oleh Jokowi, yang sekaligus bisa memengaruhi keputusan partai politik di Jakarta. Kemenangan yang diraih Gibran dan Bobby tidak bisa dinafikan dari kekuatan politik yang dimilikinya, terlebih memiliki genealogis dengan Jokowi.
Pada dasarnya, Jokowi mencoba membangun skala, situs, dan teritorial politiknya semakin meluas. Pada saat yang sama, keberhasilan ini diawali saat Jokowi menciptakan skala, situs, dan teritorial politik ini sebagai upaya untuk melanggengkan kekuasaan klan politiknya. Dalam literatur politik, misalnya, konektivitas yang sudah terjalin di arena politik lokal dan nasional berjalan secara ekstensif dan menemukan kepentingannya secara bersama, akan semakin kuat.
Hal ini juga akan berimplikasi terhadap dinamika politik pada Pemilu 2024 mendatang. Jokowi sebagai aktor politik yang dikenal sederhana oleh khalayak publik justru melakukan penguatan sebelum kontestasi elektoral 2024 dimulai. Tak hanya itu, eks Gubernur DKI Jakarta ini menjelang pemilu 2024 secara implisit berupaya melakukan endors politik terhadap bakal calon presiden, misalnya, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto yang secara mutakhir sering disebut. Tak ayal, orkestrasi politik Jawa yang sedang bergumam juga ditampilkan dalam konfigurasi simbolisasipolitik.
Kekuatan politik yang dimiliki Jokowi sangatlah tinggi sebagai presiden dan perangkat politik yang selama ini berkelindan dari eks Wali Kota Solo ini saat menjabat sebagai presiden. Bahkan, para pengamat menyebut Jokowi sebagai king maker pada pemilu 2024.
Sebelum deklarasi Ganjar Pranowo
Simbolisasi politik yang dilakukan Jokowi secara reguler masih sangat inklusif, sebagian besar bakal calon presiden maupun bakal calon wakil presiden yang sudah mentereng dalam rilis survei telah disebutnya. Sebagian besar publik menilai bahwa Jokowi selalu melakukan endors politik terhadap Ganjar Pranowo. Namun, endors yang dilakukan terhadap Ganjar Pranowo ini tidak secara konsisten dilakukan, karena Jokowi juga menyebut figur-figur politik lainnya, seperti Prabowo Subianto dan lainnnya.
Dengan kata lain, dalam dramaturgi politik ini Jokowi sedang menampilkan berbagai kandidat yang ditawarkan kepada publik.Atas dasar ini, ia akan mencoba melihat reaksi publik terhadap para figur yang telah disebutnya. Jika para pemilih dan publik menilai bakal calon presiden maupun bakal calon wakil presiden yang diusungnya tingkat akseptabilitasnya baik, sudah barang tentu akan adanya aksi setelah reaksi yang disampaikan publik, dan ia akan melakukan maintenance politik secara sistemik.
Kekuatan politik lainnya yaitu memiliki alat perangkat relawan yang sudah berkunjung ke berbagai daerah untuk mendengarkan aspirasi publik terhadap bakal calon presiden maupun bakal calon wakil presiden yang akan diusung oleh relawan Jokowi. Aksesoris politik ini dibuat untuk membuat bargaining position Jokowi terhadap entitas politik lainnya, termasuk kepada PDI Perjuangan juga akan berdampak tinggi.
Sebelumnya, sikap politik di internal PDI-P dalam meresponkontestasi politik 2024 juga terbelah, di satu sisi, elite-elite politik di PDI P mendukung agar Puan Maharani dapat diusung oleh PDIP. Di sisi yang lain, kader PDI P maupun loyalis PDI P di tingkat grassroot yang berharap partai politik ini mendukung Ganjar Pranowo karena elektabilitasnya selalu masuk kategori tiga besar.
Komunikasi politik yang dilakukan Jokowi juga tercermin saat silaturahmi dengan ketua umum partai politik. Dalam hal ini, kegiatan silaturahmi ini diprakarsai oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) yang digelar di kantor DPP PAN, Jakarta Selatan. Sejumlah ketua umum dari koalisi pemerintahan turut hadir, dimulai dari ketua umum Gerindra, Prabowo Subianto, ketua umum PKB Muhaimin Iskandar, ketua umum Golkar Airlangga Hartarto, ketua umum PPP Muhammad Mardiono dan termasuk ketua umum PAN Zulkifli Hasan sebagaituan rumah.
Meski demikian, partai politik yang telah mengusung Jokowi, PDI-P tampak tidak hadir bersama Partai Nasdem. Ketidakhadiran kedua partai politik ini tentunya menunjukkan adanya keretakan koalisi menjelang Pemilu 2024. Silaturahmi politik ini juga menampilkan bahwa Jokowi memiliki otoritas besar dalam kontestasi politik 2024 dan bisa dijadikan tool untuk melakukan konsensus terhadap partai politik tertentu agar dapat mendorong kandidat yang dikehendaki Jokowi. Pada umumnya, tiki-takapolitik ini masih terus bergulir, meski Ganjar Pranowo sudah dideklarasikan oleh PDI Perjuangan.
Relawan Jokowi-Gibran dukung Prabowo
Panggung politik di Indonesia mulai dihiasi oleh adanya para relawan yang memiliki afiliasi politik terhadap elite-elite politik tertentu, termasuk relawan Jokowi-Gibran. Kabarnya, relawan Jokowi-Gibran ini telah mendukung Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden, terutama saat dideklarasikannya Ganjar oleh PDIP. Dukungan relawan Jokowi-Gibran ini tampaknya mengalami fragmentasi politik, karena pada saat yang sama relawan Jokowi-Gibran juga mendukung Prabowo Subianto, yang sekaligus sebagai ketua umum Partai Gerindra.
Hal ini diucapkan oleh relawan Jokowi-Gibran dari Jateng dan Jatim pada Jumat (19/5/2023) di Solo. Akibatnya, Gibran sebagai Wali Kota Solo ini juga dipanggil oleh DPP PDIP untuk datang ke kantor DPP PDIP di Jakarta. Tiki-taka politik ini berhasil diresponkarena Gibran telah panggil oleh DPP PDIP. Dukungan ini tentu akan mengakibatkan internal PDI-P geram. Pasalnya, PDI-P sudah mendukung penuh pencalonan Ganjar Pranowo sebagai kandidat presiden 2024, terlebih sudah diumumkan secara eksklusif oleh ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Kehadiran bentuk dukungan politik ini juga bisa berdampak pada munculnya resonansi politik dalam relasi Jokowi dan PDIP. Saat ini, satu langkah dukungan politik Jokowi tampaknya berada di Ganjar Pranowo, karena ia sebagai kader PDI-P, dan satu langkah kaki yang lain juga berupaya masuk ke Prabowo Subianto yang dulu menjadi rival politiknya. Pertanyaan sederhana, apakah akan muncul duet Ganjar-Prabowo atau Prabowo-Ganjar?
*Penulis Adalah Peneliti di Banten Institute for Governance Studies dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Universitas Indonesia