MONITOR, Jakarta – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan perpanjangan masa jabatan presiden lebih dari dua periode mendapat apresiasi dari Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid.
Menurut Hidayat, MK dapat terus konsisten dalam mengawal demokrasi konstitusional dalam perkara-perkara yang lainnya seperti dengan menolak permohonan sistem pemilu tertutup.
HNW sapaan akrabnya menyatakan bahwa putusan MK dalam perkara Nomor 4/PUU-XXI/2023 ini sudah sangat tepat dilihat dari sisi manapun, baik secara tekstual konstitusi maupun dari spirit demokrasi dan reformasi yang melatarbelakanginya.
“Secara tekstual, Pasal 7 UUD NRI 1945 sudah sangat jelas memberikan pembatasan masa jabatan Presiden maksimal hanya dua periode, dalam Pemilu yang diselenggarakan 5 tahun sekali sebagaimana diatur dalam pasal 22E ayat (1). Sehingga tidak bisa ditafsirkan lain,” ujar HNW dalam keterangan persnya, Rabu (1/3/2023).
Ketentuan Pasal 7 UUD NRI 1945 berbunyi, ‘Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.’
Sedangkan, dari sisi latar belakang atau original intent, HNW menuturkan bahwa pembatasan tersebut merupakan spirit dari reformasi yang ingin mengawal demokrasi, agar terjadi pergantian kepemimpinan, sehingga tidak menciptakan kekuasaan tanpa batasan yang bisa membonsai demokrasi/hak2 kedaulatan Rakyat, menghadirkan KKN dan kediktatoran sebagaimana sebelumnya.
”Ini sejalan dengan amanat reformasi dan juga mengawal demokrasi substantif, agar bisa terus berjalan dengan baik di Indonesia, untuk menjauhkan bangsa dan negara dari kekuasaan absolut akibat tidak adanya pembatasan masa jabatan Presiden, yang bisa hadirkan KKN dan diktatorisme,” tandasnya.