HUKUM

Vonis Sambo, Advokat: Hakim Jangan Terpengaruh Opini Publik

MONITOR, Jakarta – Praktisi hukum Abdul Malik menyatakan majelis hakim seharusnya mempertimbangkan sisi lain faktor terjadinya pembunuhan berencana yang dilakukan mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo. Ia menekankan seorang hakim tidak boleh lepas dari proses sebab akibat dalam memutuskan sebuah perkara.

“Kesalahan Ferdy Sambo memang melakukan pembunuhan, akan tetapi jujur saja hal itu persoalan harga diri. Entah itu benar atau tidak, karena pembunuhan itu terjadi karena faktor sebab akibat. Hakim tidak boleh lepas dari sebab akibat. Hakim harus jeli,” ujar Malik dalam penjelasannya, Jumat (17/2/2023).

Menurut dia, hukuman yang diterapkan pada Ferdy Sambo oleh hakim dalam suatu keputusannya tertuang dalam pasal 100 UU No 1 Tahun 2023 tentang KUHAP, yaitu Pasal 100 ayat 1 a KUHAP, mengatur hakim menjatuhkan pidana mati dengan hukuman masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam tindak pidana.

“Merujuk tahapan Pasal tersebut, dalam artian memungkinkan terpidana untuk bebas lebih awal. Hal ini tertuang sesuai Pasal 100 ayat 1 a UU No 1 Tahun 2023,” jelasnya.

Kata dia, adanya pertimbangkan-pertimbangan hakim itu seharusnya wajar. Namun ia mengingatkan jangan sampai hakim terbawa pada opini publik dan kalau hakim terbawa opini publik berbahaya.

“Hakim itu merupakan wakil Tuhan, dia memutus bukan berdasar Tuhan Yang Maha Esa, tapi dia memutus berdasarkan opini publik. Kalau ini dilakukan, Ferdy Sambo wajib untuk mengajukan banding,” tambahnya.

Selanjutnya, banding nanti bisa dilakukan kalau Ferdy Sambo dkk tidak puas, tinggal melakukan upaya hukum kasasi. Apabila mau melakukan pengajuan kasasi, terhadap putusan hakim terdakwa-terdakwa lainnya juga bisa di dompleng dalam Peninjauan Kembali (PK) oleh lawyernya.

“Ferdy Sambo Cs nanti masih bisa banding dan masih bisa Peninjauan Kembali (PK) atas putusan terdakwa-terdakwa lainnya. Baik secara sendiri-sendiri atau di dompleng,” ujarnya.

Ia menilai masalah putusan hakim ini menerapkan putusan mati tanpa pertimbangan-pertimbangan dan mungkin hakim bisa cuci tangan. Padahal putusan hukuman mati bisa diterapkan kepada Ferdy Sambo, apabila melakukan pembunuhan satu keluarga atau pembunuhan massal.

“Nah itu wajib, ini kan cuman satu orang, itupun ada sebab akibatnya. Kalau kita sebagai orang Madura istrinya diganggu orang atau masalah istrinya digoda orang atau istrinya atau bagaimanapun istrinya diganggu, maka wajib itu pelaku dibunuh, itu ada tradisi orang Madura. Kalau itu memang benar pelecehan,” jelas Advokat Senior ini.

Recent Posts

YPSSI Berikan Santunan Rp20.000.000 Kepada Mitra Pengemudi Maxim di Jakarta

MONITOR, Jakarta - Seorang mitra pengemudi Maxim berinisial S di Jakarta menerima santunan dari Yayasan…

4 jam yang lalu

Puan Tegaskan Tak Boleh Ada Toleransi Sedikitpun untuk Kekerasan Seksual di Kampus

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan tidak boleh ada toleransi bagi praktik…

8 jam yang lalu

Tarif Listrik Melonjak Pasca Kebijakan Potongan, DPR Pertanyakan Transparansi Subsidi

MONITOR, Jakarta - Belakangan ramai keluhan dari masyarakat yang mengaku tagihan listrik bulan ini melonjak…

9 jam yang lalu

Di Forum Parlemen Dunia, Wakil Ketua BKSAP Dorong Optimalisasi Peran Perempuan pada Proses Perdamaian

MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antara Parlemen (BKSAP) DPR RI, Irine Yusiana…

11 jam yang lalu

Timnas RI U-17 Lolos ke Piala Dunia, Puan: Garuda Muda Harapan dan Kebanggaan Seluruh Rakyat Indonesia

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan kebanggaannya atas prestasi Timnas Sepak Bola…

12 jam yang lalu

Diapresiasi, Dukungan DPR untuk Isu Krisis Kemanusiaan Myanmar di Forum Global

MONITOR, Jakarta - Inisiasi DPR RI melalui Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) terkait isu krisis…

12 jam yang lalu