MONITOR, Demak – Air sebagai sumber kehidupan bagi makhluk hidup tak terkecuali tanaman, sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya. Ketersediaan air yang cukup menjadi salah satu syarat pertanaman untuk berproduksi optimal selain kecukupan unsur hara.
Namun, ketersediaan air yang tidak wajar akibat adanya iklim ekstrim dapat mengganggu proses pertumbahan tanaman dan target produksi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam budidaya tanaman agar tetap aman di tengah perubahan iklim ekstrim.
Dampak perubahan iklim (DPI) pada pertanian terlihat dengan kejadian banjir atau kekeringan di pertanaman pangan terutama komoditas padi yang bersifat musiman. Kejadian banjir di pertanaman padi terjadi baik pada Musim Hujan maupun Musim Kemarau, meskipun kejadian banjir pada Musim Kemarau tentu saja tidak seluas di Musim Hujan. Luasan banjir pada Musim Hujan bisa akan lebih parah terutama jika berlangsung fenomena La Nina akibat terjadi kenaikan intensitas curah hujan.
Pada Kamis (08/02/2023) Kementerian Pertanian melaui Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan bersinergi dengan Provinsi Jawa Tengah melakukan Gerakan Penanganan DPI (Gernang DPI) secara live dari Kab Demak serentak dengan lima provinsi rawan banjir lainnya (Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan Sulawesi Selatan). Lokasi Gernang DPI di Jateng salah satunya di Kabupaten Demak, tepatnya di Desa Prampelan, Kecamatan Sayung. Gernang DPI berupa normalisasi saluran pengaliran air sepanjang 200 meter oleh 30 petani dari empat kelompok tani (Poktan) yaitu Poktan Budi Utomo, Budi Luhur, Mulyo Sari, dan Mekar Sari. Menurut Sadullah, Ketua Poktan Budi Utomo, lahan pertanaman di Desa Prampelan sering mengalami banjir pada musim hujan karena lokasinya berupa cekungan dan dikelilingi tiga sungai (Sungai Dombosayo, Seruni, dan Pucang Gading Lama). “Kalau musim hujan tiba, sungai sering meluap maka lahan sawah menjadi tergenang, karena tidak ada saluran pembuangan”, imbuh Sadullah.
Saluran sekunder di sekitarnya tidak memiliki pintu air sehingga jalannya air tidak bisa diatur, saat musim hujan air menjadi naik.
Hujan bukanlah penyebab utama banjir, pengaliran air harus diperhatikan, apakah air mengalir dengan lancar atau tidak. Jika saluran pengaliran air rusak atau tersumbat maka akan terjadi genangan seperti yang dialami oleh poktan di atas. Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Takdir Mulyadi menyampaikan agar senantiasa selalu menjalin koordinasi dengan BBWS dan PUPR setempat terutama untuk daerah yang rawan banjir mengingat saluran air primer dan sekunder yang bermasalah bukan kewenangan Kementerian Pertanian.
Kegiatan Gernang DPI di Demak, dihadiri langsung oleh Kepala BPTPH Jawa Tengah Herawati Prarastyani, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Demak, petugas POPT, PPL, dan Kepala Desa Prampelan. Menurut Herawati, sekitar lima belas kabupaten/kota yang terdampak banjir di tahun 2022 kemarin, salah satunya Kabupaten Demak. Upaya yang telah dilakukan BPTPH Jawa Tengah yang lahannya terdampak banjir pada tanaman padi tahun 2022, yaitu klaim AUTP, memfasilitasi pengajuan benih padi puso, optimalisasi brigade (pompanisasi).
“Di tahun 2023 ini, Jawa Tengah mengalokasikan normalisasi pengaliran air seluas 80 ha di 16 titik yang tersebar di Kab. Pati, Kudus, Demak, dan Kendal)”, tegas Herawati. Dengan adanya kegiatan normalisasi pengaliran air yang diinisiasi oleh Ditlin TP, petani sangat antusias untuk menanam kembali. “Normalisasi pengaliran air akan kami agendakan rutin agar lahan petani tidak terus menerus tergenang”, ungkap Bayu, POPT Kecamatan Sayung.
Terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi mengatakan bahwa Kementan akan selalu siap membantu petani dalam menangani gangguan DPI di lahan persawahannya “Seluruh stakeholder pertanian siap untuk mengamankan produksi tanaman pangan dari gangguan DPI”, ungkap Suwandi. Gerakan Penanganan DPI menjadi bukti konkret komitmen Kementan dalam menjaga produksi tanaman pangan. “Resiliensi mesti diciptakan dari sekarang untuk menghadapi DPI yang berdampak besar terhadap sektor pertanian”, pungkas Suwandi.
Hal ini sejalan dengan instruksi Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo yang menekankan pentingnya kesiapsiagaan sektor pertanian dalam menghadapi kuatnya perubahan iklim global. Perubahan yang bukan hanya teori ataupun topik perdebatan para ilmuwan semata, sekarang ini perubahan sudah dirasakan hampir di semua sektor. Utamanya di sektor pertanian, yang diperkirakan akan terdampak sangat besar akibat Perubahan Iklim.
Permasalahan banjir sepertinya tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak. Kementerian/Lembaga, di pusat dan daerah, sesuai tupoksinya masing-masing perlu bersinergi menyelesaikan masalah. Musim Hujan yang sejatinya terjadi surplus air seharusnya dapat dimanfaatkan optimal untuk budidaya tanaman padi. Maka, normalisasi pengaliran air harus dilakukan secara rutin baik sebelum musim hujan tiba dan saat memasuki musim hujan sebagai upaya pencegahan banjir di lahan pertanaman. Dengan demikian, kerusakan tanaman akibat banjir dapat diminimalisir dan mengurangi gagal panen akibat banjir.