MONITOR, Jakarta – Aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Muhammad Jamil, menyayangkan narasi pemerintah terkait penambangan ilegal di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara. Sebelumnya Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Pipit Rismanto memastikan jika kawasan pertambangan di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, bebas dari penambang ilegal.
Jamil melaporkan ada sebanyak 50 perizinan tambang di Konawe Utara. Rakyat bahkan harus berebut ruang hidup dengan industri tambang disana. Ia melihat penambangan di kawasan hutan Blok Mandiodo cenderung dibiarkan oleh aparat penegak hukum. Lahan yang telah dieksploitasi PT Lawu Agung Mining (LAM) yang diberikan oleh PT Antam selaku pemberi kontrak kerja, dengan dalil pemegang IUP berdasarkan putusan MA nomor 225.
Selain itu, ia keberatan atas narasi pemerintah yang menyebutkan potensi kerugian negara terkait ekspor hasil pertambangan nikel sebesar Rp30 triliun.
“Narasi yang disampaikan pemerintah tentang potensi kerugian negara, yaitu jika nikel dari pertambangan ilegal boleh diekspor. Ini sangat berbahaya,” ujar Jamil dalam diskusi Koalisi Sipil Selamatkan Tambang “Tegakkan Hukum Berantas Mafia Tambang Nikel Blok Mandiodo untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat” di Jakarta, Jumat (10/2/2023).
Narasi potensi kerugian oleh Kementerian ESDM ini, menurut Jamil, harus diluruskan agar tidak terjadi disinformasi terhadap industri pertambangan.
“Ini penting untuk diluruskan,” tukasnya.
Lebih lanjut ia meminta pemerintah untuk mampu menjamin ruang lingkungan hidup bagi warga setempat, kesejahteraan mereka termasuk memberikan fasilitas akibat dampak bencana industri.