Jumat, 22 November, 2024

Mendag Perntanyakan Data BPS, IPEC: Terus Mau Pakai yang Mana?

MONITOR, JAKARTA – Pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan kembali disoal. Kali ini seputar sikapnya yang tak percaya hasil produksi padi surplus 7 ton yang diungkapkan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) beberapa waktu lalu.

Peneliti Indonesian Politic, Economic, and Policy Institute (IPEC), Bramantyo Bontas mengaku heran dengan apa yang disampaikan Zulhas-sapaan Zulkifli Hasan-. Menurut Bram, apa yang diungkapkan SYL beberapa waktu lalu, sejatinya merupakan rujukan data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

“Jadi bukan asbun, keluar dari mulut begitu saja. Mendag kok gak percaya BPS,” tegas Bram, Selasa (27/12).

Kata Bram basis pernyataan yang disampaikan SYL adalah BPS. Dan negara telah memiliki kebijakan ‘Satu Data Indonesia’ yang dalam hal ini BPS sebagai leading sektornya.

- Advertisement -

“Ketika kemudian seorang Mendag tak percaya BPS, berarti patut dipertanyakan. Mau pakai data yang mana lagi. Satu Data Indonesia merupakan tata kelola data pemerintah. Akurat, mutakhir, dan terpadu serta dapat dipertanggungjawabkan,” ungkap Ekonom alumnus Universitas Padjajaran tersebut.

Dijelaskan Bram, BPS telah mengeluarkan data produksi beras setiap tahunnya. Tahun 2019 terdapat surplus beras 2,38 juta ton, tahun 2020 surplus 2,13 juta ton, tahun 2021 surplus 1,31 juta ton dan 2022 surplus 1,74 juta ton.

“Setiap tahun kinerja sektor pertanian Indonesia mampu menghasilkan surplus beras dan fakta lapangan beras selalu tersedia dan aman-aman saja,” jelas Bram.

“Tidak pernah ada gejolak harga dan kelangkaan di masyarakat. Pun sejak Covid-19, semua terkendali,” lanjut Bram.

Dia menambahkan bahwa data BPS menyebutkan jika stok beras pada April 2022 sebesar 10,15 juta ton. Artinya jika dikalkulasikan lebih dari 7 juta ton.

“Pertanyaannya sekarang, mengapa ketika mau impor baru sekarang-sekarang dipertanyakan. Publik jadi skeptis dengan pernyataan Mendag ini,” beber Bram.

Justru yang harus menjadi sorotan adalah serapan Bulog terhadap gabah petani. Dari data Bulog, jelas trennya terus menurun dalam empat tahun terakhir.

“2022 hanya 900 ribu ton. Sementara produksi beras kita 32 juta ton menurut catatan BPS. Ini yang harus diusut benang merahnya,” tanya Bram.

“Wajar ketika kemudian stok CBP (Cadangan Beras Pemerintah) menurun. Artinya perlu manajemen stok Bulog harus dibenahi,” lanjut Bram.

Terakhir Bram menegaskan jika Zulhas harus paham istlah surplus dan stok. Surplus merupakan selisih antara produksi dengan konsumsi. Sementara stok itu jumlah barang yang ada di pelaku usaha atau tempat tertentu di satu waktu.

“Jangan dicampuradukan,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER