Minggu, 5 Mei, 2024

Peningkatan Kerjasama Indonesia – Taiwan, Rokhmin Dahuri beberkan Potensi Strategis Sektor Kelautan Perikanan

MONITOR – The National Chung Cheng University bekerjasama dengan Taiwan Tun Association (TTA) dan Taiwan Squid and Saury Association (TSSA) menyelenggarakan Seminar Internasional tentang Manajemen Perikanan Tangkap Berkelanjutan di Kantor Balaikota Kaoshiung, Taiwan pada 14 – 15 Desember 2022. Kegiatan tersebut menghadirkan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Prof Rokhmin Dahuri sebagai pembicara kunci (keynote speaker).

Kegiatan tersebut juga menghadirkan Keynote Dr. Steven Wilson dari NOAA (National Oseanography and Atmospheric Administration), USA. Dengan judul keynote speech “Using Satellite Data in Managing Fisheries: a NOAA Perspective”.

Dalam paparannya yang berjudul “Enhancing a Mutual Cooperation bewteen Indonesia and Taiwan in Sustainable Marine and Fisheries Development” Prof Rokhmin Dahuri yang juga guru besar fakultas perikanan dan ilmu Kelautan itu memaparkan sejumlah tantangan dan permasalahan global diantaranya kesenjangan ekonomi dan kerusakan lingkungan.

“Pada tahun 2010, 388 orang terkaya di dunia memiliki lebih banyak kekayaan daripada seluruh bagian bawah populasi dunia (3,3 miliar orang). Pada tahun 2017, kelompok terkaya yang memiliki kekayaan melebihi separuh penduduk dunia terbawah telah menyusut menjadi hanya 8 orang. Ketimpangan kekayaan yang begitu tinggi tidak hanya terjadi antar negara, tetapi juga di dalam negara (Oxfam International, 2019),” katanya.

- Advertisement -

Saat ini, terang Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu negara-negara maju (kaya) dengan populasi hanya 18% dari populasi dunia mengkonsumsi sekitar 70% energi dunia, yang sebagian besar (87%) berasal dari bahan bakar fosil, yang merupakan faktor utama penyebab Pemanasan Global (IPCC, 2019 ).

Selanjutnya, Prof Rokhmin mengatakan bahwa Indonesia dan Taiwan memiliki hubungan ekonomi yang strategis diantaranya Menteri Perekonomian Taiwan bersama dengan organisasi nirlaba mendirikan “Taiwan Trade Center, Jakarta”

“Indonesia merupakan mitra dagang terbesar ke-14 Taiwan pada tahun 2021, merupakan sumber impor terbesar ke-10 bagi Taiwan dan pasar ekspor terbesar ke-16. Perusahaan minyak negara Taiwan CNPC dan Perusahaan Negara Indonesia BUMN (Pertamina) telah menandatangani kontrak jangka panjang untuk pasokan gas alam,” ujarnya.

Sementara untuk terkait Kerjasama di sektor kelautan dan perikanan Pada tahun 2004, Taiwan dan Indonesia menandatangani MoU on Marine and Fisheries Cooperation”. Pada tahun 2018, IPB University menandatangani kerjasama dengan National Sun Yat-sen University (NSYSU) di Taiwan. Penandatanganan MoU ini bertujuan untuk Deep Sea Research.

Selain itu, pada tahun 2018, Biro Kelautan dan Pelabuhan Kementerian Transportasi dan Komunikasi (MOTC) Taiwan menandatangani MOU bekerja sama dengan Universitas Bina Nusantara. Kerjasama ini bertujuan untuk mendorong pertukaran di bidang akademik, kegiatan pelayaran dan maritim, serta pengembangan sumber daya manusia yang professional.

Pada tahun 2019, Gubernur Maluku menginisiasi gagasan kerjasama di bidang perikanan dengan pemerintah kota Kohsiung. Pada tahun 2022 Forum Kerjasama Industri Taiwan-Indonesia dihadiri oleh sektor industri, pemerintah, akademisi dan penelitian. Dan Pada Juni 2022, KDEI Taipei mengunjungi National Taiwan Ocean University untuk peluang kerjasama pendidikan teknologi maritim.

Dengan modal hubungan dan Kerjasama tersebut, Prof Rokhmin mendorong Indonesia-Taiwan untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama dalam mengimplementasikan ekonomi berkelanjutan utamanya di sektor kelautan dan perikanan. dalam hal ini perikanan tangkap.

Sebagai contoh, ada 11 FMZ (Zona Pengelolaan Perikanan) di perairan laut Indonesia. Masing-masing FMZ memiliki potensi produksi berkelanjutan (MSY = Maximum Sustainable Yield).  “Kuota tangkapan adalah 80% MSY dari setiap kelompok stok ikan di setiap FMZ. Kuota tangkapan hanya diberikan untuk kelompok stok ikan yang status tangkapannya underutilized (total catch < MSY) dan fully utilized (total catch = MSY),” terangnya.

“Untuk kelompok stok ikan dengan status tangkapan sudah overfishing (total catch > MSY), tidak diberikan kuota baru. Sebaliknya, upaya penangkapan ikan akan berkurang,” jelasnya.

Kuota tangkapan hanya tersedia di 7 FMZ Indonesia: FMZ-711, FMZ-716, FMZ-717, FMZ-715, FMZ-718, FMZ-572, dan FMZ-573. Kuota tangkapan di 8 FMZ Indonesia tersebut adalah untuk Koperasi Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, dan Swasta serta Perusahaan Asing.

“Perusahaan asing dapat beroperasi berdasarkan skema Join Venture yang bermitra dengan perusahaan lokal (Indonesia) atau skema Perusahaan Asing yang diatur secara rinci dalam Undang-Undang,” tegasnya.

Menurut Prof Rokhmin, Bidang Potensi Kerjasama Maritim Antara Taiwan dan Indonesia diantaranya; Pertama, Pembangunan infrastruktur: pelabuhan (port); bandara; konektivitas digital; dan pembangkit listrik biru, terutama berbasis laut dan energi terbarukan lainnya termasuk pasang surut, ombak, biofuel dari ganggang laut, angin, matahari, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion).

Kedua, Pembangunan ekonomi: perikanan tangkap (perikanan), budidaya pesisir dan laut, industri pengolahan ikan dan makanan laut, industri bioteknologi kelautan, pariwisata bahari, industri dan jasa maritim (misalnya galangan kapal, alat tangkap, rekayasa pesisir dan samudera), transportasi laut, dll.

Ketiga, Pengembangan bersama dalam wisata pesisir dan bahari.

Keempat, Perdagangan komoditas, produk, mesin dan peralatan, serta jasa yang berkaitan dengan ekonomi dan industri sulit. Taiwan harus membantu Indonesia meningkatkan kemampuannya di bidang manufaktur dan proses nilai tambah.

Kelima, Program bersama dalam memerangi IUU (Illegal, Unregulated, and Unreported) fishing, perampokan, pembajakan, ilegal ilegal, perdagangan narkoba, perdagangan manusia, dan kegiatan kriminal lainnya di laut.

Keenam, Perlindungan lingkungan, perlindungan hayati, dan penerapan Ekonomi Biru untuk memastikan pembangunan maritim yang berkelanjutan.

Ketujuh, Meningkatkan dan mengembangkan Nelayan dan Pelaut Indonesia yang bekerja di kapal wisata, kapal pengangkut, dll.

“Bekerja sama dengan SPPI (Serikat Pekerja Perikanan Indonesia), pemerintah Indonesia harus melakukan peningkatan kapasitas (pengetahuan, keterampilan, dan etos kerja) bagi nelayan dan pelaut Indonesia agar kualitasnya menjadi yang terbaik , sebelum mereka datang dan bekerja di Taiwan. Demikian pula pemerintah dan perusahaan Taiwan juga harus memperlakukan nelayan dan pelaut Indonesia secara manusiawi termasuk gaji yang baik, kesejahteraan, keselamatan jiwa, dan hak asasi manusia,” ungkapnya.

Kedelapan, Mengembangkan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi untuk Perubahan Iklim Global, tsunami, dan bencana alam lainnya.

Kesembilan, Penyelesaian sengketa batas laut secara damai.

Kesepuluh, Joint R&D (Research and Development) di berbagai aspek terkait kemaritiman.

Kesebelas, Pendidikan dan pelatihan mata pelajaran terkait pesisir dan maritim.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER