Minggu, 5 Mei, 2024

Belajar dari Ir Djuanda, Mempersatukan Indonesia sebagai Negara Kepulauan

MONITOR – Berbicara soal sektor kemaritiman (kelautan) Indonesia sebagai negara kepulauan tidak akan terlepas dari tokoh bang Ir Djuanda. Melalui Deklarasi Djoeanda 13 Desember 1957 kita menyadari akan pentingnya maritim bagi kejayaan (kemajuan serta kemakmuran) dan kedaulatan bangsa Indonesia.

“Tanpa Deklarasi Djoeanda, potensi kekayaan laut RI hanya sepertiga dari potensi yang kita miliki sekarang,” ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS saat menjadi narasumber Kuliah Subuh virtual, Belajar Dari Para Pejuang Bangsa “Tokoh Ir Djoeanda: Mempersatukan Wilayah Negara  sebagai negara Kepulauan”, Akademi Hikmah, Rabu (14/12/2022).

“Meskipun secara faktual Indonesia merupakan negara kepulauan (bahari) terbesar di dunia, dengan potensi pembangunan ekonomi yang luar biasa besar.  Namun, kesadaran pemerintah dan rakyat Indonesia tentang betapa strategis nya kemaritiman bagi kemajuan, kemakmuran, dan kedaulatan NKRI secara kelembagaan baru dimulai pada September 1999 dengan didirikannya Kementerian Kelautan dan Perikanan (Departemen Eksplorasi Laut, Departemen Kelautan dan Perikanan) di awal Kabinet Persatuan Indonesia, Presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

“Kita baru memperingatinnya (Deklarasi Djoeanda) sejak Pemerintahan Presiden KH. Abdurrahman Wahid pada 13 Desember 2000. Kemudian melalui Keppres No.126/2001 Presiden Megawati Soekarnoputri mengukuhkan Hari Nusantara, 13 Desember sebagai Hari Nasional yang diperingati setiap tahun,” terang mantan menteri kelautan dan perikanan itu.

- Advertisement -

Pada kesempatan tersebut, Rokhmin Dahuri mengatakan bahwa wilayah laut Indonesia saat itu hanya meliputi laut sejauh 3 mil dari garis pantai yang mengelilingi pulau-pulau NKRI (Ordonansi Laut Territorial dan Lingkungan Maritim tahun 1939). Sehingga, diantara pulau-pulau NKRI terdapat laut internasional, yang memisahkan satu pulau dengan lainnya. Kondisi semacam itu merupakan ancaman bagi persatuan dan kesatuan NKRI.

“Deklarasi Djoeanda 13 Desember 1957 dan kegigihan perjuangan diplomasi oleh para penerusnya, terutama Prof. Dr Mochtar Kusumaatmadja, Dr. Hasyim Djalal, Nugroho Wisnumurti, Toga Napitupulu, Nelly Luhulima, Hardjuni, Adi Sumardiman, Wicaksono Sugarda, Zuhdi Pane, maka deklarasi yang berisikan konsepsi Negara Kepulauan (Archipelagic State) tersebut diterima oleh masyarakat dunia, dan akhirnya ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB (United Nation Convention on Law of the Sea, UNCLOS) 1982,” jelasnya.

Oleh karena itu, tegas Dosen Kehormatan Mokpo National University tersebut Deklarasi Djoeanda sejatinya merupakan salah satu dari tiga pilar utama bangunan kesatuan dan persatuan NKRI, yaitu: (1) Kesatuan Kejiwaan yang dinyatakan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928; (2) Kesatuan Kenegaraan dalam NKRI yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945; dan (3) Kesatuan Kewilayahan (darat, laut, dan udara) yang dideklarasikan oleh Perdana Menteri Djoeanda pada 13 Desember 1957.

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu memaparkan pada 23 Juli 2003 Presiden Megawati Soekarnoputri mencanangkan Gerbang Mina Bahari (Gerakan Nasional Pembangunan Kelautan dan Perikanan) di atas Geladak Kapal TNI-AL Dalpele di tengah Teluk Tomini.

“Gerbang Mina Bahari pada intinya merupakan Kebijakan Terobosan (Breakthrough) yang menempatkan sektor Ekonomi Kelautan (Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya, Industri Pengolahan Ikan dan Seafood, Industri Bioteknologi Kelautan, Pariwisata Bahari, ESDM pesisir dan laut, Industri dan Jasa Maritim) sebagai prime mover (penghela) perekonomian nasional,” tegasnya.

Didukung oleh sektor-sektor terkait serta Kebijakan Politik Ekonomi (moneter, fiskal, PUPR, tata ruang, IPTEK, dan SDM) secara ‘total foot ball’ (seperti BIMAS dan Keluarga Berencana) (Keppres No. 07/2003 tentang Gerakan Nasional Pembangunan Kelautan dan Perikanan).

“Dengan tujuan untuk meningkatkan kontribusi Kelautan bagi terwujudnya Indonenesia Maju, Sejahtera, dan Berdaulat. Sayang, GERBANG MINA BAHARI tidak dilanjutkan pada 2005 – 2014,” ucap Prof Rokhmin yang kini menjabat sebagai Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan itu.

Kemudian, sambungnya, sejak awal masa bakti pertama (Kabinet Indonesia) pada Oktober 2014 kelautan kembali menjadi prioritas pembangunan NKRI, dengan Presiden Jokowi mencanangkan Kebijakan Terobosan “Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia”. Reorientasi Paradigma Pembangunan NKRI, dari land-based ke marine-based development.  Menjadikan Indonesia sebagai Negara Maritim yang Maju, Kuat, Sejahtera, dan berdaulat berbasis ekonomi kelautan dan budaya serta Hankam Maritim.

“Sayang, pada 2015 – 2019 lebih dari 70% kebijakan dan program KP berupa larangan, moratorium, dan penenggelaman kapal ikan (rem). Akibatnya, geliat ekonomi KP menurun, nelayan dan masyarakat pesisir tetap miskin,” ujarnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER