EKONOMI

Krisis Pangan Global, Prof Rokhmin: Akuakultur Masih Miliki Ruang Besar Dikembangkan

MONITOR – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS menyatakan bahwa krisis pangan global merupakan ancaman nyata bagi kelangsungan hidup umat manusia. Hanya akuakultur atau perikanan budidaya yang masih memiliki ruang besar untuk mengembangkan produksinya.

Demikian disampaikan Prof. Rokhmin Dahuri lewat paparannya bertajuk “Penerapan Teknologi Ekonomi Biru Dan Industri-4.0 Untuk Pengembangan Akuakultur Berkelanjutan”, pada 2022 Global Forum on Sustainable Development of Fisheries China Fisheries & Seafood Expo Aquaculture China and Yellow Sea Fisheries Researach Institute, China, Selasa (13/12/2022).

Adapun ancaman krisis pangan global tersebut didasari atas populasi dunia yang terus meningkat dan pendapatannya (daya beli), sementara pada sisi lain kerusakan alam dan perubahan iklim juga konflik sosial politik yang terjadi di berbagai wilayah sehingga pengembangan peternakan dan pertanian juga terkendala oleh alih fungsi lahan pertanian menjadi penggunaan lahan lain, polusi, degradasi lingkungan ekosistem darat, dan konflik sosial.

“Tingkat pemanfaatan (produksi) budidaya, khususnya di lingkungan laut (budidaya laut) dan pesisir (budidaya air payau), jauh lebih rendah dari total potensi produksinya. Sementara itu, produksi perikanan tangkap dunia mengalami stagnasi (leveling-of), sekitar 90 juta ton/tahun, sejak pertengahan tahun 1980 (FAO, 2018),” ujarnya.

Lebih lanjut, Prof. Rokhmin Dahuri mengatakan, akuakultur bukanlah ‘roket science’ dan bukan bisnis padat modal sehingga bisnis akuakultur pada dasarnya bisa dijalankan oleh kebanyakan orang, bagus untuk mengatasi pengangguran.

“Secara umum, kegiatan budidaya merupakan sektor ekonomi yang menguntungkan dan terbarukan yang sebagian besar berada di wilayah laut, pesisir, pulau kecil, dan pedesaan, baik untuk mengentaskan kemiskinan, memperkuat ketahanan pangan, mengurangi kesenjangan pembangunan daerah antara perkotaan vs pedesaan, dan mencapai SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan),” terangnya.

Menurut definisi, tegas Prof. Rokhmin Dahuri, akuakultur tidak hanya menghasilkan ikan bersirip, krustasea, moluska, dan rumput laut; tetapi juga invertebrata, dan flora dan fauna lainnya (FAO, 1998).

Oleh karena itu, akuakultur sebenarnya merupakan sektor pembangunan yang tidak hanya menghasilkan komoditas pangan sebagai sumber protein hewani (misalnya ikan bersirip, krustasea, dan moluska), tetapi juga: (1) komoditas pangan sebagai sumber karbohidrat (beras dan tanaman pangan lainnya);

(2) komoditas seperti invertebrata, mikroalga, dan organisme air lainnya sebagai sumber bahan baku (senyawa bioaktif) untuk makanan & minuman fungsional, industri farmasi, pengecatan, dan industri lainnya; (3) komoditas sebagai sumber bahan bakar nabati (misalnya alga mikro); (4) komoditas perhiasan; dan komoditas lainnya untuk berbagai kegunaan lainnya.

Prof. Rokhmin Dahuri memaparkan peran dan fungsi konvensional akuakultur menyediakan: (1) protein hewani termasuk ikan bersirip, krustasea, moluska, dan beberapa invertebrata; (2) rumput laut; (3) ikan hias dan biota air lainnya; dan (4) perhiasan seperti tiram mutiara dan organisme air lainnya.

Sedangkan peran dan fungsi akuakultur non-konvensional (masa depan): (1) pakan berbasis alga; (2) produk farmasi dan kosmetika dari senyawa bioaktif mikroalga, makroalga (rumput laut), dan organisme akuatik lainnya; (3) bahan baku yang berasal dari biota perairan untuk berbagai jenis industri seperti kertas, film, dan lukisan; (4) biofuel dari mikroalga, makroalga, dan biota air lainnya; (5) wisata berbasis perikanan budidaya; dan (6) penyerap karbon yang mengurangi pemanasan global.

Budidaya ganggang mikro, ganggang makro (rumput laut), tumbuhan air, dan organisme lain yang dapat menyerap CO2 dan Gas Rumah Kaca (GRK) lainnya dapat menjadi penyerap (sequestrian) GRK yang signifikan untuk memitigasi (menghentikan) Iklim Global Perubahan (Pemanasan Global).

“Sektor kelautan dan perikanan telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi ketahanan pangan dan pembangunan pedesaan Indonesia dimana sejak 2009 hingga saat ini Indonesia telah menjadi penghasil ikan dan hasil perikanan terbesar kedua dunia,” kata Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia MAI) tersebut.

“Singkatnya, jika dikelola dengan baik, akuakultur berpotensi menjadi ‘obat mujarab’ bagi begitu banyak masalah dan tantangan pembangunan ekonomi dan peradaban manusia di abad ke-21,” tuturnya.

Recent Posts

Dihadiri 45 Peserta, Raker Kickboxing Pengkab Sleman 2025 Berjalan Sukses

MONITOR, Yogyakarta - Rapat Kerja Kabupaten (Rakerkab) Kickboxing Pengkab Sleman pada hari Minggu, 29 Juni…

22 menit yang lalu

Santri Summit 2025, Puluhan Influencer Siap Berbagi Inspirasi

MONITOR, Jakarta - Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSSMoRA) pada Universitas…

6 jam yang lalu

Kemenhaj Saudi Apresiasi Sinergi PPIH Atasi Dinamika Haji 2025

MONITOR, Jakarta - Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi mengapresiasi kerja sama dan koordinasi efektif…

12 jam yang lalu

H+1 Libur Tahun Baru Islam 1447H, Jasa Marga Catat 170 Ribu Kendaraan Kembali ke Jabotabek Meningkat 32,79 Persen

MONITOR, Jakarta - Direktur Utama Jasa Marga Rivan Achmad Purwantono menyampaikan sebanyak 170.593 kendaraan kembali…

13 jam yang lalu

Adit Setiawan Ditunjuk Sebagai Ketua Penyelenggara PORDA XVII DIY Cabor Kickboxing

MONITOR, Yogyakarta - Ketua Umum Kickboxing Sleman Adit Setiawan secara resmi ditunjuk sebagai Ketua Penyelenggara…

13 jam yang lalu

Kadis PUPR Sumut Kena OTT KPK, Menteri PU akan Evaluasi Seluruh Jajaran

MONITOR, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo angkat bicara terkait Kepala Dinas PUPR…

16 jam yang lalu