Oleh: Dr. Diding S Anwar, FMII*
Redefinisi dan Reformulasi Reformasi RBC sebagai Ukuran Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi.
RBC atau Risk Based Capital, sebuah metode pengukuran batas tingkat solvabilitas untuk melihat tingkat kesehatan keuangan perusahaan asuransi. Lantas apa dan bagaimana manfaatnya bagi pemegang polis asuransi ataupun nasabahnya.
Dikutip dari lifepal, manfaat RBC yakni kesehatan keuangan perusahaan asuransi sebagai pembuktian bahwa perusahaan asuransi dalam kondisi keuangan yang sehat. Hal ini sangat penting karena bisnis industri asuransi adalah jaminan atas penggantian kerugian yang diderita nasabahnya sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku.
Selain itu, RBC menjadi data untuk melihat kebutuhan modal perusahaan dalam mengelola kekayaan dan kewajibannya berdasarkan tingkat risiko yang dihadapi. RBC menentukan faktor risiko terhadap kondisi kepailitan, mengantisipasi dan mengurangi biaya kepailitan, mengantisipasi masalah keuangan, seperti gagal bayar, di masa depan, menjadi data bagi pemerintah untuk mengukur nilai aktual suatu ekuitas dan menjadi data bagi publik untuk memilih perusahaan asuransi yang bisa dipercaya.
Perusahaan asuransi harus dapat dipercaya nasabahnya mampu memenuhi jaminan yang ditawarkan. Jika tidak, nasabah akan berhenti membeli produknya. Karena itu, penting banget untuk cek RBC perusahaan sebelum memtusuan beli produk perusahaan baik asuransi kesehatan, asuransi jiwa, hingga asuransi mobil.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan aturan yakni POJK No. 1 /POJK.05/2018 mengenai tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Badan Hukum Usaha Bersama. Aturan ini sebagai revisi dan tambahan bagi aturan yang telah ada sebelumnya, yaitu POJK No. 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Salah satu poin yang mendapat banyak perhatian adalah adanya perubahan ketetapan Risk Based Capital atau RBC yang menjadi salah satu indikator kesehatan keuangan perusahaan asuransi.
Dalam aturan tersebut, perusahaan setiap saat wajib memenuhi tingkat solvabilitas paling rendah 100% (seratus persen) dari dana minimum berbasis risiko (DMBR). Perusahaan setiap tahun wajib menetapkan target Tingkat Solvabilitas internal paling rendah 120% (seratus dua puluh persen) dari DMBR dengan memperhitungkan profil risiko setiap perusahaan serta mempertimbangkan hasil simulasi skenario perubahan (stress test).
Ariflah Dalam Membantu
Ketetapan itu tidak jauh berbeda dari tingkat solvabilitas yang menjadi ukuran kesehatan di perusahaan asuransi berbentuk badan hukum perseroan terbatas dan koperasi sebagaimana diatur dalam POJK No. 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Regulasi teknis yang terdiri dari sebelas bab dan 57 pasal dan menjadi turunan langsung dari Undang-undang No. 40/2014 tentang Perasuransian.
Hanya beda istilah, pada asuransi usaha bersama dibandingkan dengan DMBR, dan pada asuransi berbentuk PT dan koperasi diperhitungkan dari modal minimum berbasis risiko atau MMBR. Keduanya masih sama yakni jumlah dana yang dibutuhkan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan aset dan liabilitas.
Pendekatan One Size Fits All, RBC dijadikan satu ukuran untuk semua perusahaan asuransi. Saat ini sudah tidak cocok. Sejalan dengan UU No 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, di dalamnya antara lain mengatur; Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Asuransi Syariah dan Perusahaan Reasuransi Syariah, Asuransi Umum juga ada Asuransi Jiwa serta ada yang berbentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas dan juga ada bentuk Koperasi dan Usaha Bersama.
Artinya apa, menilai pengaturan tingkat kesehatan pada asuransi usaha bersama mesti dibedakan, termasuk untuk tingkat solvabilitas. Sebagaimana disebutkan dalam UU No 40 Tahun 2014 menyebutkan bentuk badan hukum dan kepemilikan perusahaan perasuransian. Pasal 6 berbunyi (1) Bentuk badan hukum penyelenggara usaha Perasuransian adalah Perseroan Terbatas; Koperasi; atau Usaha Bersama yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan.
Sampai saat ini satu-satunya perusahaan asuransi berbentuk mutual insurance di Indonesia adalah Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. Perlu dicheck dalam perjalanan 110 Tahun AJBB 1912, sebelum ada ketentuan RBC bagaimana ?
Perusahaan Usaha Bersama itu tidak menerbitkan saham, tidak memiliki modal disetor, memiliki ekuitas, dimiliki oleh anggota dan memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggota.
Semoga sesuai Asas Hukum.
Ada POJK No 1 Tahun 2018 tentang kesehatan keuangan bagi perusahaan asuransi berbentuk badan hukum usaha bersama. Sementara sampai saat ini belum ada payung hukum berupa Undang-undang tentang Usaha Bersama. Belum ketemu POJK nya tentang kesehatan keuangan bagi perusahaan asuransi berbentuk badan hukum koperasi, padahal undang-undang tentang koperasi sudah lama terbit.
Ketentuan bahwa semua perusahaan setiap tahun wajib menetapkan target tingkat solvabilitas internal paling rendah 120 persen saat ini tidak cocok lagi one size fits all (satu ukuran untuk semua). Pendekatan ini tidak cocok untuk kesehatan keuangan. RBC hanyalah salah satu indikator kesehatan keuangan perusahaan. Sementara selama ini sepertinya RBC di Insurance sangat didewakan. Sekalipun RBC nilainya jauh diatas 120%, misal sampai 600 persen, ini tidak berarti sehat, cuman jarang kena flu saja.
Indikator Kesehatan Keuangan kan banyak, ada Return On Equity (ROE), Return On Investment (ROI), BOPO (Belanja Operasional terhadap Pendapatan Operasional), Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA), Return On Assets (ROA) Gross Profit Margin (GPM), Working Capital to Total Assets Ratio (WCR) RKI, dan lain sebagainya.
Jadi kesehatan keuangan sebaiknya kombinasi dari berbagai ukuran. Penting di Redefinisi dan Reformulasi serta Reformasi sehingga ketentuan kesehatan keuangan perusahaan sederhana, mudah dicerna namun efektif untuk kemajuan industri perasuransian serta kenyamanan perlindungan masyarakat konsumen (Pemegang Polis) serta stakeholder lainnya.
Hampir mirip Omnibus Law.
POJK dan SEOJK kaitan dengan Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi yang berlaku saat ini bila dijumlahkan halamannya hampir mirip dengan halaman Omnibus Law.
Kesehatan Keuangan Perusahaan Perasuransian dalam UU No 40 Tahun 2014 antara lain diatur dalam Pasal 19 ayat (4) yang berbunyi, Ketentuan lebih lanjut mengenai kesehatan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan metode mitigasi risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Sementara UU No 40 Tahun 2014 batang tubuh dan penjelasan hanya berjumlah 86 halaman.
Silakan cermati POJK dan SEOJK yang berikut dibawah ini yang mengatur Kesehatan Keuangan Perusahaan Perasuransian (bila dijumlahkan paling sedikit 571 halaman, belum lagi termasuk kalau ada POJK dan SEOJK yang hilap dicantumkan).
POJK No 71/POJK.05/2016 tertanggal 23 Desember 2016 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi(50 halaman).
POJK No. 72/POJK.05/2016 tertanggal 23 Desember 2016 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Dengan Prinsip Syariah (61 halaman).
POJK No. 1/POJK.05/2018 tertanggal 27 Februari 2018 Tentang Kesehatan Keuangan Bagi Perusahaan Asuransi Berbentuk Badan Hukum Usaha Bersama. (46 halaman).
POJK No 27/POJK.05/2018 tertanggal 10 Desember 2018 Tentang Perubahan Atas POJK No 71/POJK.05/2016 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. (15 halaman).
POJK No 28/POJK.05/2018 tertanggal 10 Desember 2018 Tentang Perubahan Atas POJK No 72/POJK.05/2016 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Dengan Prinsip Syariah.(16 halaman).
SEOJK No 1/SEOJK.05/2021 tertanggal 15 Januari 2021 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, Dan Perusahaan Reasuransi Syariah. (350 halaman).
POJK No 28/POJK.05/2020 tertanggal 22 April 2020 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Lembaga Jasa Keuangan NonBank. (33 halaman).
POJK Tentang Kesehatan Keuangan Bagi Perusahaan Asuransi Berbentuk Badan Hukum Koperasi (belum diketemukan).
Ubi Societas Ibi Lus, di mana ada masyarakat di situ ada hukum, itulah ungkapan yang selalu didengar apabila berbicara masalah hukum. Hukum dengan demikian merupakan referensi untuk berperilaku bagi setiap orang baik sebagai individu maupun sebagai bangsa.”
Semoga Industri Asuransi kedepan dapat menjadi salah satu pilar perekonomian dan berkontribusi besar bagi kesejahteraan Rakyat NKRI.
*Penulis merupakan Ketua Bidang Penjaminan Kredit UMKM & Koperasi RGC FIA Universitas Indonesia
MONITOR, Makkah - Menteri Agama RI Nasaruddin Umar mengajak ribuan jemaah umrah untuk mendoakan Indonesia.…
MONITOR, Jakarta - Pertamina Eco RunFest 2024 resmi berlangsung pagi ini di Istora Senayan Jakarta…
MONITOR, Minahasa - Anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda mengingatkan tanggal 24 November 2024 sudah memasuki…
MONITOR, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. kembali menorehkan prestasi dengan meraih Penghargaan Emas…
MONITOR, Jakarta - Pertamina Eco RunFest 2024 siap digelar pada Minggu, 24 November 2024, di…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) menggelar ajang perdana Kepustakaan Islam Award (KIA) di Jakarta…