MONITOR, Jakarta – Kondisi harga beras dalam bulan-bulan terakhir telah memberi dampak terhadap nilai kesejahteraan petani. Terkait hal ini, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri mengatakan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kenaikan harga gabah dan beras berakibat menggerek Nilai Tukar Petani (NTP) maupun Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP).
“Jadi peningkatan harga gabah dan beras pada akhir tahun ini betul-betul berkontribusi besar terhadap kenaikan NTP. Ini sangat pas karena petani merasakan hasil jerih payah mereka selama berproduksi,” ujar Kuntoro, Kamis, 1 November 2022.
Berdasarkan data BPS, harga gabah kering panen di tingkat petani senilai Rp5.397 per kg, naik 0,81 persen. Sementara beras kualitas medium di pegilingan RP 10,110 naik 0,78 persen dibandingkan tahun lalu.
Data BPS juga menyebutkan perkembangan harga gabah dan beras turut mendorong peningkatan NTP subsektor tanaman pangan. NTP tanaman pangan mencapai 100,43, meningkat 0,02 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Kuntoro mengungkapkan kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) memiliki misi untuk meningkatkan produksi pertanian dan kesejahteraan petani. Dia berharap, kenaikan NTP dan NTUP bulan ini bisa menjadi momentum bersama dalam membangkitkan gairah pertanian Indonesia.
“Melalui arahan Bapak Menteri, kita terus berupaya meningkatkan produksi baik padi, jagung maupun subsektor lainya. Harapan kita juga nilai kesejahteraan petani juga akan turut meningkat,” jelasnya.
Deputi Bidang Statistik dan Jasa BPS, Setianto, mengungkapkan peningkatan harga gabah yang terjadi saat ini mampu mendorong kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) di sejumlah daerah.
Adapun komoditas penyumbang utama dari kenaikan NTP adalah ketersediaan gabah dan disaat bersamaan juga terjadi kenaikan pada harga beras. Berdasarkan catatanya, ada 24 provinsi di Indonesia yang mengalami kenaikan NTP di bulan November 2022.
“Ada 24 provinsi yang mengalami kenaikan NTP dengan peningkatan tertingginya terjadi di Provinsi Riau yaitu sebesar 5,64 persen,” ujarnya.
Secara keseluruhan, kata Setianto, NTP di bulan November mencapai 107,81 atau naik sebesar 0,50 persen apabila dibandingkan dengan bulan Oktober 2002. Kenaikan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani naik sebesar 0,66 persen atau lebih tinggi dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani yang hanya 0,15 persen.
Menurut Setianto, peningkatan NTP tertinggi terjadi pada subsektor tanaman perkebunan rakyat yang naik sebesar 2,57 persen. Peningkatan terjadi karena indeks harga yang diterima mengalami kenaikan 2,60 persen dan disaat yang sama indeks harga yang dibayarkan petani atau IB mengalami kenaikan 0,03 persen.
“Komoditas yang berkontribusi pada kenaikan ini adalah kelapa sawit, Kakao, coklat, biji kopi, tebu dan Gambir,” katanya.
Setianto mengatakan kenaikan juga terjadi pada Nilai Tukar Usaha Tani atau NTUP yang mencapai 107,25 atau naik sebesar 0,46 persen apabila bandingkan dengan bulan lalu di Oktober 2022. Kenaikan NTUP terjadi karena indeks harga yang diterima petani naik sebesar 0,66 persen.
“Ini lebih tinggi dari kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal yang naik sebesar 0,19 persen,” jelasnya.