Sabtu, 20 April, 2024

Putuskan Keluar dari Tentara, Adit Setiawan Kini Miliki Pabrik Plafon PVC dengan 300 Lebih Karyawan

MONITOR, Yogyakarta – Kisah sukses ditorehkan oleh seorang pengusaha di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ya, pengusaha itu bernama Adit Setiawan, pria yang memutusakan untuk pensiun dini dari TNI AD itu kini sukses menjadi pengusaha plafon PVC dengan jumlah karyawan sebanyak 300 lebih.

Meski menjadi tentara merupakan cita-citanya sejak kecil, Adit memutusakan untuk berhenti berdinas sebagai prajurit TNI setelah berdinas selama 12 tahun karena ingin fokus menjalani bisnisnya. “Saya pensiun karena memiih fokus bisnis,” kata Adit Setiawan.

Bagi Adit, mengundurkan diri, menjadi pilihan logis, sebab, Ia tak mau membebani negara karena tidak lagi bisa sepenuh hati menjalankan tugas  negara sebagai prajurit TNI.

“Saya termasuk dholim, jahat terhadap negara bila terus  bertahan sebagai tentara sementara sebagian besar waktu saya untuk pekerjaan di luar dinas,” ungkapnya.

- Advertisement -

Diakuinya, keputusannya meninggalkan kesatuan TNI AD sempat menjadi pro kontra, saat ia minta ijin kepada orangtuanya untuk mundur dari TNI dan memilih fokus menjadi pengusaha. Namun bapak ibunya akhirnya legowo mau menerima setelah melihat perkembangan bisnis yang dirintis Adit tumbuh pesat dan menghidupi banyak orang yang ikut bekerja mencari nafkah di dalamnya.

Adit yang asli Minggir, Sleman tersebut mengaku tenang bekerja menjalankan bisnis setelah kedua bapak ibunya merestuinya untuk fokus menjalankan bisnis.Adit adalah owner PT Indonesia Plafon Semesta.Perusahaan ini secara khusus memproduksi plafon PVC.

Dalam jagad industry interior, PT Indonesia Plafon Semesta masih tergolong pendatang baru.Usianya benar-benar balita dibawah lima tahun. Namun dalam usia belia tersebut, perusahaan ini telah menorehkan prestasi yang fantastis. Melesat dengan cepat menjadi salah satu penguasa pasar plafon PVC di dalam negeri.

Indofon adalah salah brand plafon PVC yang menjadi merek unggulan  yang diproduksi. “Alhamdulillah perusahaan kami di posisi enam besar bersaing dengan perusahaan yang rata-rata modal asing,” kata Adit Setiawan SH MH, sang pemilik perusahaan.

From zero to Hero.Ini mungkin gambaran yang tepat untuk menggambarkan perjalanan bisnis pria yang akrab disapa Adit ini.Ia benar benar mengawali dari nol lalu tumbuh menjadi pengusaha papan ataas yang menguasai pasar.

Karir bisnis  pria kelahiran Agustus 1989 tersebut memang sedang bersinar terang. Satu hal yang menarik ,dalam tempo belum genap empat tahun, ia berhasil membangun dua pabrik yang berlokasi di Bogor dan Yogya. Tahun 2019, ia membuka pabrik di Gunungsindur,Bogor, dan pertengahan tahun 2022 ini, ia melakukan soft opening untuk pabrik barunya di kawasan Industri Tuksono, Kulonprogo (DIY).

Untuk mendirikan kedua pabrik berikut mesin produksinya, Adit Setiawan menghabiskan dana investasi mencapai puluhan milyar rupiah. Yang patut diacungi jempol, dana investasi yang lumayan besar tersebut bukan dari investor maupun lembaga perbankan. Modalnya dana pribadi dari pendapatkan usaha yang sudah dijalankannya. “Dana investasi murni dari pendapatan hasil usaha,” ucap Adit Setiawan yang alumni SMA I Godean Sleman ini.

Perusahaan yang dikelola Adit Setiawan tersebut, memang bergerak dalam industry  plafon berbahan baku PVC (Poly Vinyl Clorida). Lebih dari sepuluh brand yang diproduksi dari pabrik yang sama. Selain Indofon ada Plafindo,Jaguar, Fonda, Viston, Inco, Garuda dan Aveon.

Pembuatan banyak merek tersebut, ternyata menjadi strategi bisnis untuk bisa terus menguasai pasar. Untuk memasarkan produknya selama ini menggunakan system distributor di setiap kota. Seorang distributor hanya bisa memasarkan satu brand saja. Karena itulah sangat memungkinkan produk PT Indonesia Plafon Semesta bisa menguasai sebuah kota dengan banyak brand tersebut. “Kami sengaja menciptakan merek lain untuk menguasai pasar,” jelas Adit Setiawa seperti dikutip dari yogyapos.com.

Selama ini, Adit memasarkan produknya lewat jalur  distributor yang mencapai 70  persen dan jalur proyek pemerintah 30 persen. Saat ini sedikitnya ada 300 diistributor yang tersebar dari Aceh hingga Papua.  Sementara itu, ada 25 kantor cabang diberbagai propinsi. Kantor cabang tersebut merupakan gerai resmi perusahaan.“Distributor beli putus produk kami,” ungkapnya.

Menurut pria yang akrab disapa Adit ini, ia muncu disaat yang tepat ketika produk plafon PVC mulai booming di negeri ini. Sebenanrya produk plafon pvc sudah dikenal dikenal di China sejak tahun 1990 dan mulai dikenal di Indonesia sejak 2003 oleh Sunda Plafon. Namun respon pasar terbilang lambat karena masyarakat masih meragukan kualitas.

Kasus plafon pvc mirip dengan rangka baja ringan, yang pada awalnya diremehkan karena berbagai kekawatiran yang terkait dengan faktor keamanan. Setelah baja ringan terbukti aman kini masyarakat berebut untuk memakainya.

“Untuk plafon PVC kita tak perlu edukasi pasar, pada akhirnya masyarakat akan mencarinya dan sekarang sudah terbukti sejak 2016 mulai banyak yang beralih ke plafon pvc,” jelas Adit.

Dari sisi waktu, cara Adit Setiawan menjalankan bisnis terbilang fenomenal. Seperti kisah dongeng Bandung Bondowoso yang hanya dalam waktu semalam bisa mendirikan Candi Prambanan. Pada umumnya untuk membangun bisnis manufaktur,dari perencaan sampai pabrik jadi seorang pengusaha membutuhkan waktu 5-6 tahun.Sementara pria bergelar master hukum ini, hanya butuh waktu setahun. Tahun 2018 merintis, tahun 2019 punya pabrik sendiri.

Pada awal merintis,  Adit Setiawan tidak melewati proses analisa bisnis yang jlimet. Apalagi melalui survai market dan sebagainya. Bahkan pada awalnya, ia merasa masih asing dengan produk plafon PVC yang ditanganinya dan kini menjadi produk laris manis di pasaran. Konsumen harus antri. “Kapasitas produksi kami masih jauh dibawah kebutuhan pasar, “ Adit menjelaskan.

Saat mengawali bisnis, Adit ternyata masih berstatus tentara aktif.Sejak kecil cita-citanya memang ingin menjadi tentara. Setelah berkali-kali gagal tes masuk, tahun 2010 diterima dan ditempatkan di Tegal,, Jateng. “Saya ikut tes enam kali baru diterima jadi tentara, saya terobsesi seperti kakak saya yang jadi polisi, tapi saya pilih tentara,” ungkapnya.

Sebenarnya Adit memiliki mimpi menjadi dosen hukum militer. Karena itulah, setelah diterima di intitusi TNI AD, ia langsung daftar kuliah di Fakultas Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Ia akhirnya meraih gelar sarjana dan master hukum hingga berhak menyandang titel  SH, MH dibelakang namanya.

Namun impian menjadi dosen hukum militer terpaksa harus dia urungkan.Dalam perjalanan karirnya sebagai seorang tentara, dia berada di persimpangan jalan antara melanjutkan karir di TNI atau fokus menjadi entrepreneur.Setelah sepuluh tahun berdinas, Adit Setiawan dengan berat hati mengundurkan diri dari TNI.

“Sejak bulan Mei lalu, saya sudah tidak berkarir sebagai tentara lagi,” ungkapnya.

Meski sudah memiliki pekerjaan tetap sebagai tentara, semangat mencari peluang bisnis tak pernah habis.Malah justru makin menggebu dalam jiwa Adit Setiawan.Semangat itu, ternyata sudah terbangun sejak masih sekolah.Sejak SMP di Godean, Ia belajar mendalami dunia internet dalam rangka bisa menguasai bisnis online. “Ketika kawan seusia saya waktu SMP sibuk bermain PS, saya justru belajar berbagai program untuk website dan sebagainya,” ungkapnya.

Agar bisa membangun jaringan bisnis yang lebih luas, Adit Setiawan bergabung ke HIPMI Semarang. Dari sinilah ia mendapatkan relasi pertemanan dari para pelaku bisnis di ibukota Jateng tersebut. Dan pertemanan inilah yang kelak sangat membantu kelancaran bisnisnya.

Pria kelahiran Agustus 1989 ini, merasa bersyukur ketika tahun 2017 dipindah tugaskan ke daerah asalnya tepatnya di Kodim Sleman. “Setelah pindah di Jogja saya merasa enjoy dan  tidakingin pindah tugas ke lain kota saya bisa fokus membangun bisnis,” tuturnya.

Adit Setiawan sempat tertarik untuk meneruskan usaha orangtua yang punya usaha penggilingan beras.  Setelah sempat berjalan kurang dari setahun, ia harus meninjau ulang keinginnya menjadi juragan beras. Setelah dipertimbangkan, peluang bisnis beras untuk  menjadi besar sangat kecil. Apalagi marginnya minim hanya kisaran 7 persen.

Ia berpikir keras untuk mendapatkan ide bisnis baru. Setelah berdiskusi dengan beberapa rekannya , ia mendapatkan masukan mencoba menjalankan bisnis plafon PVC. Plafon yang terbuat dari bahan Poly Vinyl Clorida tersebut masih belum cukup populer di Indonesia tapi memiliki peluang pasar yang bagus.

Meski merasa asing dengan istilah plafon PVC, dia merasa tertarik untuk mencoba.“Saya belum paham produk ini, tapi kata kawan-kawan prospeknya masih bagus saya jadi tertarik,” tambah alumni fakultas Hukum UMY ini.

Adit punya cara yang simple untuk membuktikan apakah plafon PVC memang benar-benar menjadi produk yang marketable atau tidak. Singkat cerita, ia mencoba melihat potensi pasar dengan cara beriklan. Semua jenis marketplace  online yang gratis dan berbayar ternasuk google ads dia manfaatkan. Intinya dia menawarkan jasa pemasangan plafon PVC.

Selama dua pekan, ia memblouw up iklan tersebut. Hasilnya ternyata di luar dugaan. Ia berhasil membuktikan informasi dari kawannya. Ia merasa puas ketika respn konsumen ternyata positif dengan banyaknya yang berminat menjadi konsumen.

Daftar calon konsumen inilah yang menjadi modal awalnya memasuki dunia bisnis plafon PVC. Setelah paham karakteristik produk yang akan dijual. Adit mulai melayani satu demi satu konsumen yang telah mendaftar. Yang membuatnya makin tertarik, ternyata ia tidak menemukan produk tersebut di area DIY, artinya plafon PVC masih menjadi barang baru yang bisa dikelola menjadi ladang bisnis. “Saya belanja barangnya di Solo dan Semarang,” tandasnya.

Untuk meyakinkan bahwa produknya memang berkualitas, Adit merasa perlu untuk uji coba pasang di rumah sendiri.Selain belajar teknik pemasangan, bisa menjadi contoh bila ada konsumen yang ingin melihat langsung.

Sebagai pendatang baru, Adit lebih fokus ke aplikator dengan menawarkan jasa pemasangan.Ia menyiapkan tukang yang sudah berpengalaman di bidang plafon.Target awalnya melayani konsumen yang terjaring lewat iklan di medsos. Dari sinilah ia mendapatkan keuntungan yang kemudian digunakannya untuk belanja  langsung ke pabrik plafon.

Brand sendiri

Awal 2018 Adit mendapat kepercayaan menjadi distributor dari plafon pvc di Tangerang, setelah belanja  sebanyak 1 kontainer senilai Rp 300 juta. Ia memegang wilayah Yogya dan sekitarnya. Ternyata dalam tempo tiga dua bulan, barang habis.“ Yangmborong  justru kebanyakan orang luar  Jogja dari Magelang Temanggung dan sekitarnya,” jelas Adit.

Begitu melihat peluang market yang sangat besar dalam bisnis plafon PVC, Adit langsung gerak cepat dengan mendirikan PT. Indonesia Plafon Semesta. Sebelum akhirnya memiliki pabrik sendiri, ia memesan plafon PVC ke sebuah pabrik di Tangerang dengan merek Indofon. Ia juga memasukan produknya lewat E-Katalog LKPP. “Ini merek kami sendiri,” paparnya.

Dengan merek sendiri tersebut, Adit lebih bersemangat memasarkan produknya.Ialangsung tancap gas dengan promo online.Keberuntungan rupanya memang berpihak pada Adit Setiawan.Saat pertama kali terjun dalam bisnis plafon, hampir bersamaan dengan masa rekontruksi gempa Lombok, NTB.

Dengan terdaftar di E Katalog, ternyata membuat informasi produk Indofon dengan mudah dikenal para kontraktor yang menangani proyek di Lombok. Karena itulah, Indofon menjadi produk utama plafon PVC yang dipasang di gedung-gedung pemerintah yang sedang dibangun kembal, mulai perkantoran, rumah sakit, kantor polisi bahkan berlanjut sampai RS International Mandalika dan sirkuit Mandalika.

Dari proyek gempa Lombok yang nilainya mencapai ratusan milyar tersebut, Adit mengaku bisa menyisihkan keuntungan yang lumayan. Dari sinilah, ia bisa mendirikan pabrik plafon PVC sendiri. Pabrik pertama dibangun tahun 2019 di Bogor ini menghabiskan dana sekitar Rp 20 millyar.

Keberhasilan menggarap proyek rekontruksi Lombok menjadi portofolio yang membawa nama Indofon makin dikenal  di kalangan pemilik proyek. Karena kepercayaan yang telah tertanam, Indofon bisa diterima di kota-kota lain di seantero negri.Hal ini bisa dilihat dari daftar pekerjaan yang dilayani.

Sebagai gambaran, produk Indofon telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gedung-gedung tinggi di Jakarta, mulai dari apartemen hingga rumah sakit Koja, Jakarta Utara. Di Jawa Tengah, diaplikasikan di ratusan sekolah dan gedung DPRD propinsi.

Menurut Adit, kepercayaan para kontraktor untuk menggunakan produk Indofon ternyata bukan semata karena standar kualitas semata, tapi ada faktor lain yang terkait kemampuan finansial untuk membiayai proyek. Untuk proyek besar membutuhkan modal yang besar juga. Untuk satu proyek nilainya bisa mencapai ratusan juga hingga puluhan milyar rupiah. Sementara sistem pembayaran berdasarkan termin.

Dengan nilai yang besar tersebut, jarang ada kontraktor yang siap menjadi pelaksana proyek. Kalapun ada kemampuan modalnya sangat terbatas hanya kisaran ratusan juta rupiah saja. Hal lain yang ditakutkan adalah pekerjaan tidak terbayar karena uang dibawa lari oknum pemborong.

Kelebihan yang dimiliki Indofon, pemilik perusahaan siap membiaya seluruh proyek, dan siap menghadapi resiko yang harus dihadapi.“Kami siap back up pekerjaan yang nilainya sampai 30 milyar,” ungkap Adit.

Selama menjalankan proyek pemerintah, Adit juga menghapi resiko pekerjaan tidak terbayar karena berbagai hal, termasuk duit dibawa lari kontraktor. Bahkan pertahun rata-rata dana yang hilang karena tidak terbayar bisa mencapai Rp 3 milyar.

Kenyataan tersebut tidak membuat Adit mundur selangkah. Meski kehilangan dana milyaran tersebut, ia mengaku tidak mengalami kerugian. “Proyek tetep untung tapi keuntungan kami berkurang, ya tapi itulah proses yang harus dijalani,” lanjut Adit.

Dengan banyaknya proyek yang dijalankan tentu saja makin banyak pundi’pundi rupiah yang dihasilkan. Dan hasilnya, Adit kembali membangun pabrik baru di kawasan industry  Tuksono Kulonprogro (DIY). Pabrik yang sudah soft opening pertengahan tahun 2022 tersebut sudah berproduksi dengan tiga mesin produksi dengan investasi puluhan milyar.

Menurut Adit, pembangunan pabrik baru merupakan solusi untuk terus menambah kapasitas produksi guna memenuhi permintaan pasar. Ia mengaku permintan terus naik tapi belum bisa terpenuhi karena keterbatasan kemampuan produksi. “Kami sampai kerja 24 jam nonstop,” lanjutnya.

Karena tingginya permintaan tersebut, untuk mendapatkan produk Indofon harus antri dan inden selama dua pekan.Sebagai gambaran, untuk pabrik yang di Sentolo, saat ini permintaan pesanan rata-rata 54 truk perbulan, tapi kapasitas produksi baru mencapai 20 truk saja. “Kami akan terus nambah kapasitas produksi sampai  hingga waktu inden bisa lebih cepat, “ ungkap Adit.

Seperti dijelaskan Adit, pasar plafon PVC masih sangat terbuka lebar.saaMakin banyak konsumen yang beralih ke plafon PVC karena memang memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis plafon lain seperti gypsum. Selain lebih ringan, tentu lebih sehat karena materialnya bebas jamur dan asbes. Apalagi ada aturan dari pemerintah yang  mendorong penggunaan plafon PVC karena relative lebih aman saat terjadi gempa.

Sebagai seorang entrepreneur, Adit sangat visioner.Sejak awal berusaha menjalankan perusahaan dengan manajemen profesional.Salah satunya dengan meraih sertifikat ISO.Sebenarnya ada upaya untuk mendapatkan SNI.“Tapi sampai sekarang pemerintah belum memiliki acuan untuk SNI produk plafon PVC,” tuturnya.

Sebagai pasar yang menjanjikan, Adit mengaku terus fokus menggarap proyek pemerintah. Untuk itu, ia telah menyiapkan tim yang dinilainya cukup tangguh dan profesional. Saat ini, ia memiliki 30 tim teknis yang menangani proyek pemerintah. Setiap tim beranggotakan 3-4 orang inti. Mereka terdiri dari drafter, marketing dan surveyor.“Untuk proyek pemerintah kami pusatkan di Jogja,” tuturnya.

Untuk menjaga loyalitas  Tim yang tersebar di berbagai kota, Adit menerapkan aturan untuk tidak menerima pekerjaan dari luar perusahaan.  Sebagai konsekwensinya, ia menjanjikan keberlanjutkan pekerjaan. “ Mereka kami jamin selalu ada pekerjaan, karena itulah mereka siap bila dibutuhkan  menggarap proyek dimanapun,” tandas Adit.

Menurut Adit, kunci  keberhasilan bisnisnya terletak pada manajemen. Seorang pengusaha harus paham manajemen.Tanpa paham manajemen tidak akan bisa menciptakan system. Ia tidak harus menguasai bisnis yang dijalankannya yang penting bisa mengelola sumber daya manusia yang paham dengan bisnis tersebut.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER