Sabtu, 20 April, 2024

Akademisi, Politisi Hingga Tokoh Agama Dorong Pengesahan RKUHP

MONITOR, Subang – Keputusan pemerintah untuk merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mendapat respon positif dari berbagai kalangan. Alasannya, KUHP yang berlaku saat ini dianggap sebagai warisan kolonial dan sudah tidak relevan dengan nilai-nilai pancasila serta kurang mengakomodir hukum adat yang ada dilingkungan masyarakat.

Kini, pasca draf RKUHP diserahkan kepada DPR oleh pemerintah tepa pada hari Rabu 6 Juli 2022 lalu, dorongan agar RKUHP segera disahkan oleh DPR mulai menggema. Dorongan itu datang dari mulai dari akademisi hingga pengamat. kepada DPR RI.

Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Idiologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo mendorong agar RKUHP segera disahkan. Pasalanya, KUHP yang ada saat ini sudah tidak relevan dengan nilai-nilai Pancasila.

“Dalam KUHP saat ini ada ketimpangan dominasi, diamana produku hukum ini (KUHP) dipakai oleh kolonial untuk menindas rakyat kecil. Maka ini kenapa harus dirubah, karena ini tidak sesuai dengan dengan nilai-nilai Pancasila,” kata Romo Benny saat menjadi pembicara dalam acara Dilkat Pancasila dan Bedah RKUHP Mahasiswa Al-Qur’an se-Jawa Barat dan Banten di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pabuaran Subang Jawa Barat, Sabtu (27/8).

- Advertisement -

“KUHP sekarang dipakai di negara kita merupakan produk kolonial Belanda, yang digunakan untuk menindas rakyat dan di Belanda sendiri tidak digunakan karena tidak sesuai dengan hak asasi manusia dan tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Tapi di negara kita masih dipakai,” sambung Romo Benny.

Sependapat dengan Romo Benny, Guru Besar Universitas Pancasila Prof. Agus Surono berharap RKUHP segera disahkan tahun ini karena sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang menjadi falsafah bangsa. Menurutnya, KUHP yang sekarang justru yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan demokrasi.

“Pancasila merupakan norma dasar dalam membuat peraturan dan perundang-undangan. Setiap peraturan dan perundang-undangan harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila termasuk RKUHP ini,” ujar Prof. Agus.

Selain itu, pengamat yang juga sebagai Direktur Eksekutif JMM, Syukron Jamal. Menurutnya, pengesahan RKHUP penting dilakukan, karena KUHP yang saat ini ada tidak relevan dengan perkembangan zaman dan belum mengakomodir hukum adat yang ada di Indonesia.

“Pancasila sudah sesuai dengan Syariat Islam dalam yang termaktub dalam nilai-nilai ketuhanan (tauhid), keadilan, kesetaraan, kemerdekaan dan persamaan hak (kemanusiaan). RKUHP disusun berdasarkan asas dan prinsip yang sesuai dengan Pancasila sebagai ideologi negara,” kata Syukron Jamal.

Dikatakan Syukron, JMM mendukung dan mengapresiasi upaya menjaga dan melindungi Pancasila sebagai ideologi negara yang terakomodir dalam RKUHP pada pasal 190 ayat 1 yang dapat menjadi kekuatan hukum dalam menindak siapapun yang berniat mengganti dan mengganggu gugat Pancasila.

“RKUHP harus mengedepankan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia termasuk dalam menegakan hukum bagi siapapun yang melakukan tindakan pidana seperti upaya penyelesaian kasus Megaskandal BLBI untuk mengurangi beban keuangan negara berupa penyitaan aset untuk dikembalikan kepada negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” imbuh alumni UIN Jakarta tersebut.

Di forum yang sama, Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem, Moh. Haerul Amri juga mengamini pendapat para akademisi dan pengamat sampaikan. Menurut Aam sapaan akrab Moh. Kairul Amri KUHP harus disesuaikan dengan kondisi zaman saat ini dan Pancasila harus menjadi pondasi utama dalam RKUHP. Untuk itu, dalam draf RKUHP terbaru yang sudah diserahkan ke DPR diatur hukuman bagi orang yang menyerukan penggantian Ideologi Pancasila dengan ideologi lain, dengan ancaman hukuman selama 5 tahun penjara.

“Hal itu tercantum di dalam BAB I tentang Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara, paragraf 2 tentang Peniadaan dan Penggantian Ideologi Pancasila, pasal 190 ayat 1 yang berbunyi: Setiap Orang yang menyatakan keinginannya di Muka Umum dengan lisan, tulisan, atau melalui media apapun untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun,” pungkas Aam.

“KUHP baru ini penting mengikuti pergeseran paradigma dalam ajaran hukum pidana yaitu dari paradigma retributive (balas dendam dengan penghukuman badan) menjadi paradigma keadilan mencakup prinsip keadilan korektif (bagi pelaku), restorative (bagi korban) dan rehabilitative (bagi keduanya). Dan telah sesuai dengan  living law atau hukum yang hidup dalam masyarakat,” ujar Aam.

Sementara itu, tokoh agama yang juga Pengurus Jatman Jawa Barat Bidang Cinta Tanah Air dan Pengkaderan Thoriqoh, KH Nurdin Ar-Raini sepakat dan mendukung masuknya pasal goib dalam RKUHP. Menurutnya hal itu sebagai bentuk antisipasi munculnya orang-orang yang suka mengatasnamakan gaib.

“Itu perlu sekali, karena kalau tidak ada dalam RKUHP, mereka akan memangaatkan hal gaib tersebut untuk penipuan. Maka dengan adanya muncul dalam RKUHP tersebut saya sangat mendukung sekali,” Kata KH Nurdin Ar-Raini

KH Nurdin menjelaskan, masalah gaib itu masalah yang tidak nyata, artinya kebenaran dan kejelasan itu tidak akan sampe. Yang gaib itu yang membuat, terjadi dengan adanya pdana atau yang lain-lainnya itu. Karena itu dari aspek ataupun dari sisi kegaiban itu sebetulnya, bukan gaibnya yang harus kita hukumi tapi dampak dari gaib tersebut.

“Kalau gaib kan tidak bisa dilihat, siapa yang bisa menghukum gaib, apakah hakimnya juga gaib? Ataupun polisinya gaib? Itukan tidak bisa. Yang membuat mereka itu terjerat dengan hukum itu karena asbabiyah daripada gaib itu sendiri,” Jelasnya.

Lebih lanjut KH Nurdin menambahkan, hukum bagi pelaku kejahatan yang bersifat goib apabila terlihat secara nyata dan jelas. “Artinya kalau dalam istilah pidana, kalau sudah jelas barang buktinya nyata baru pelaku akan terjerat dengan hukum pidana tersebut,” Imbuhnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER