MONITOR, Jakarta – Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Tauhid, mendukung kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) untuk memperkuat subtitusi pangan lokal sebagai pilar kekuatan bangsa Indonesia.
“Saya mendukung kebijakan tersebut (diversifikasi pangan lokal) karena sangat bagus untuk memperkuat ketahanan pangan kita. Tapi menurut saya kalau dijadikan pengganti dalam skala besar (industri) perlu ada sosialisasi yang masif dari pemerintah,” ujar Tauhid, Jumat, 12 Agustus 2022.
Menurut Tauhid, diversifikasi pangan seperti sorgum dan sagu sangat bagus untuk mengurangi ketergantungan pangan utama seperti beras. Namun, itu semua perlu kajian yang komprehensif, harus menghitung berapa besar pangsa pasar dan kebutuhanya.
“Kalau sekedar bisa karena bagian dari tepung tepungan, misal gandum saya yakin bisa. Cuma testing pasarnya harus dilihat kembali berapa persen subtitusinya. Kenapa? karena marketnya kita belum tahu dan tren penggunaanya untuk apa saja,” katanya.
Menurut International Food Policy Research Institute (IFPRI), sepanjang Juni 2022, beberapa negara seperti Rusia, India, Serbia, Mesir, Afghanistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Kosovo menjalankan kebijakan restriksi ekspor, baik berupa pelarangan, izin, dan atau pajak ekspor terhadap komoditas tertentu.
Salah satu komoditas yang dibatasi itu adalah gandum. Langkah ini diambil untuk tetap menjaga stabilitas pangan di negara mereka masing-masing.
Seperti diketahui, kebutuhan gandum nasional selama ini masih didatangkan dari luar negeri sehingga Indonesia tercatat menjadi salah satu negara dengan nilai impor gandum tertinggi di dunia. Kondisi ini tentu menjadi perhatian besar pemerintah. Ditambah, gandum sampai saat ini masih sulit dibudidayakan di Indonesia.
Namun peluang pengembangan substitusi industri pangan berbahan dasar gandum dengan sorgum atau yang lainnya menurut Tauhid sangat besar. Sebagai program jangka panjang, upaya ini harus mendapatkan perhatian khusus dan keterlibatan banyak pihak.
“Substitusi gandum untuk kebutuhan industri pangan ini memang harus diakui memang sulit. Tapi dalam waktu jangka panjang bisa diupayakan,” pungkas Ahmad Tauhid.