Jumat, 22 November, 2024

Dana Bergulir Hidupkan Asa Petani Sawit Melalui Koperasi

MONITOR, Jakarta – Sinergi program antar Kementerian dan Lembaga negara tengah digencarkan guna menghidupkan kembali asa atau semangat para petani sawit yang tengah menghadapi persoalan harga Tandan Buah Segara (TBS) di Indonesia.

Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUMKM) siap berkolaborasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pertanian, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), dan juga Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kolaborasi ini diharapkan menjawab persoalan yang terjadi saat ini yakni TBS sawit para petani yang tidak terserap oleh pasar, harga jual rendah, dan petani tidak memiliki kemampuan maupun teknologi pengolahan buah sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO), dan Red Palm Oil (RPO).

Direktur Utama LPDB-KUMKM Supomo mengungkapkan, sebagai bagian dari pemerintah LPDB-KUMKM siap terlibat dan memberikan pembiayaan dana bergulir untuk pengembangan ekosistem bisnis pengolahan minyak sawit dan minyak makan merah berbasis koperasi.

- Advertisement -

Saat ini teknologi produksi untuk minyak makan merah sudah dirancang oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Kota Medan dan tengah disusun detail engineering design (DED) sehingga teknologi tersebut bisa segera diproduksi untuk menjadi proyek pilot.

“Kami siap memberikan pendampingan sampai pembiayaan dalam kolaborasi program ini, melalui koperasi tentunya para petani bisa mendapatkan kepastian akses pasar, dan juga memberikan nilai tambah menjadi produk minyak sawit maupun minyak makan merah,” ujar Supomo dalam keterangannya.

Menurut Supomo, persoalan saat ini yaitu tidak terserapnya kelapa sawit produksi para petani akibat dari ekosistem yang tidak saling terintegrasi antara produsen kelapa sawit, pusat pengolahan kelapa sawit, hingga akses pasar produk turunan kelapa sawit.

“Dengan kolaborasi ini para petani tidak pusing lagi jual kemana produksinya mereka, kemudian koperasi sebagai offtaker dan mengolahnya menjadi CPO dan RPO, kemudian dipasarkan juga oleh koperasi,” jelas Supomo.

Selain memberikan kepastian akses pasar kepada petani, dengan intergrasi ini dapat menyelesaikan berbagai persoalan yang tengah terjadi seperti ekonomi berupa stabilitas harga maupun kepastian akses pasar dan kekurangan gizi atau stunting.

“Sebab selama ini para petani menjual sawitnya kepada industri dan menghadapi persoalan fluktuasi harga jual, imbasnya kesejahteraan petani, nilai tukar petani, dan persoalan kekurangan gizi atau stunting juga akan berdampak,” kata Supomo.

Terkait dengan permasalahan stunting, kandungan minyak makan merah memiliki kandungan nilai gizi yang tinggi, mulai dari vitamin E, fitonutrien, IV 59, dan asam lemak yang lebih tinggi dari minyak goreng komersil bahkan minyak zaitun.

Adapun program pilot project ini diusulkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM kepada Presiden Joko Widodo berjalan pada 2023 mendatang dengan diawali pembangunan pabrik pengolahan CPO dan RPO berbasis koperasi, dengan berdasarkan hasil perhitungan detail engineering design (DED) dari PPKS.

Pembangunan pabrik pengolahan CPO dan RPO mini berbasis koperasi membutuhkan investasi sebesar Rp23 miliar dengan return on investment (ROI) 4,3 tahun, kebutuhan dana investasi tersebut akan diintegrasikan dengan working capital dari LPDB-KUMKM, dan untuk kebutuhan mesin dan peralatan dengan BPDPKS, dan pengembangan sawit di on-farm dilaksanakan dengan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Himpunan Bank Negara (Himbara).

“LPDB-KUMKM siap berikan dukungan working capital kepada koperasinya, percepatan integrasi ekosistem sawit berbasis koperasi ini memberikan banyak manfaat untuk ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” pungkas Supomo.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, total luas lahan sawit di Indonesia mencapai 14,59 juta hektar. Dari jumlah ini, petani swadaya menguasai 41,44 persen, sedangkan swasta menguasai sebesar 54,69 persen, dan perkebunan negara 3,87 persen. Total volume produksi CPO mencapai 44,8 juta ton. Dari volume ini kontribusi petani mencapai 35 persen, swasta 60 persen, dan negara 5 persen.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER