MONITOR, Majalengka – Perkembangan teknologi dan informasi yang pesat di era industri 4.0 banyak melahirkan perubahan yang fundamental dan cepat tanpa bisa diprediksi atau disrupsi termasuk dalam pemahaman dan pengamalan kehidupan beragama di Indonesia. Demikian disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof Rokhmin Dahuri saat menjadi pembicara kunci atau keynote speech pada Seminar Nasional “Membangun Paradigma Moderasi Beragama di Era Disrupsi 4.0” di Universitas Majalengka, Jawa Barat, Rabu (20/7/2022).
“Francis Fukyuma dalam bukunya The Great Disruption, disrupsi dipandang sebagai sebuah guncangan yang mengacaubalaukan tatanan sosial dalam masyarakat. Perkembangan teknologi informasi (digital) yang semakin radikal menjadi indikator era ini sebagai sebuah era disrupsi,” katanya.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Era Kabinet Gotong Royong itu menjabarkan sejumlah disrupsi yang terjadi di era Industri 4.0 seperti disrupsi teknologi berupa Artificial Intelligence, Robot, Mesin, Bioteknologi. Disrupsi Ekonomi, Disrupsi Pendidikan, dan Disrupsi Agama yang ditandai dengan semakin banyaknya orang belajar agama melalui Instagram, Youtube, kuliah Whatsapp dan lain-lain.
”Saat ini beberapa jenis model bisnis dan pekerjaan di Indonesia sudah terkena dampak dari arus era digitalisasi Toko konvensional yang ada sudah mulai tergantikan dengan model bisnis marketplace. Taksi atau Ojek Tradisional posisinya sudah mulai tergeserkan dengan moda-moda berbasis online. Saat ini berbagai macam kebutuhan manusia telah banyak menerapkan dukungan internet dan dunia digital sebagai wahana interaksi dan transaksi,” terang Prof Rokhmin.
Prof Rokhmin menjabarkan tantangan era disrupsi dan digitalisasi bidang Pendidikan dimana Pemerintah Indonesia mengganti kurikulum pendidikan setiap 10 tahun sekali, sedangkan perubahan terjadi hampir setiap kali. Dengan kemudahan dalam mengakses setiap informasi, maka pelajar akan lebih tertarik belajar melalui media online mengurangi hubungan humanis antara guru dan pelajar, karena telah digantikan teknologi. “tradisi serba instant” akibat mudahnya mencari dan mengakses informasi,” jelasnya.
Pada kesempatan tersebut, Dosen kehormatan Mokpo National University Korea Selatan tersebut mendorong peran Universitas Majalengka sebagai perguruan tinggi dalam menghadapi era disrupsi 4.0 salah satunya dengan menguatkan fungsi dan aktivitas risetnya yang lebih aplikatif.
“Keluaran atau hasil (output) Riset tidak berhenti (hanya) publikasi ilmiah, harusnya juga berupa invensi (proto tipe) teknologi atau non-teknologi (hak paten) yang bisa dihilirisasi (scaling up) menjadi inovasi teknologi maupun non-teknologi. Selain itu, publikasi ilmiah non-teknologi menjadi rujukan bagi para planners dan decision makers, baik di lingkungan pemerintahan, swasta, maupun masyarakat (koperasi dan LSM),” tegasnya.
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu membandingkan Indonesia dengan beberapa negara seperti di China, hasil riset para dosen berupa publikasi ilmiah di Jurnal Ilmiah Q1 mampu menghasilkan hak paten (property right) 11 kali lipat lebih banyak dari pada Indonesia. Malaysia 6 kali lipat. Dan, yang tertinggi adalah Israel 140 kali lipat. Ini menunjukkan bahwa hilirisasi (komersialisasi) dan ekosistem riset-inovasi di Israel sangat baik (excellent).
“Pengalaman Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara yang sebelumnya berpenghasilan menengah (midlle-income countries) lainnya mampu keluar dari middle-income trap, kemudian menjadi negara maju dan makmur karena didukung oleh Perguruan Tinggi yang berkualitas dan berkelas dunia serta kapasitas inovasi yang mumpuni,” paparnya.
Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara itu mengingatkan bahwa Perguruan Tinggi berkualitas adalah yang reputasinya diakui secara global (dunia), dan QS-WUR melaporkan kemajuan (progress) yang terus membaik secara regular (tahunan). “Perguruan Tinggi yang para alumninya, hasil risetnya, dan pengabdian kepada masyarakatnya mampu meningkatkan kapasitas literasi, inovasi, dan daya saing bangsa untuk mewujudkan Indonesia Emas paling lambat pada 2045,” pesannya.
Adapun strategi Universitas Majalengka untuk meningkatkan perannya dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045 dan dunia yang lebih baik serta berkelanjutan adalah; Pertama, Menghasilkan lulusan (mencetak Human Capital) unggul: (1) kompeten pada bidang ilmunya; (2) menguasai teknologi digital (informasi) sebagai fondasi dari Industry 4.0; (3) beretos kerja tinggi (seperti kerja keras, ulet, disiplin, professional, dan bekerjasama); (4) berakhlak mulia (shidiq, amanah, fathonah, tablig, sabar, bersyukur, penyayang, dan cinta kerjasama); dan (5) IMTAQ yang kokoh menurut agama masing-masing, dan harmonis.
Kedua, Menghasilkan penelitian yang: (1) berupa prototipe (invention) dan mendapat hak paten yang siap diindustrikan (hilirisasi) menjadi inovasi teknologi maupun non-teknologi yang memenuhi kebutuhan (pasar) domestik maupun ekspor (global); (2) berupa informasi ilmiah sebagai dasar dalam proses perencanaan dan implementasi pembangunan; (3) yang dapat dipublikasikan Jurnal Ilmiah ternama, baik nasional maupun internasional; dan (4) meningkatkan IMTAQ kepada Tuhan YME menurut agama masing-masing.
Ketiga, Mengembangkan pengabdian kepada masyarakat yang mampu memberdayakan ekonomi, kesejahteraan, dan martabat masyarakat; dan membantu pemerintah daerah untuk memajukan dan mensejahterakan masyarakatnya. Keempat, Memberikan kontribusi signifikan bagi terwujudnya kehidupan masyarakat dunia yang lebih sejahtera, adil, damai, dan berkelanjutan sebagaimana yang dirumuskan UNESCO pada 2021 sebagai Futures of Education.