Jumat, 22 November, 2024

Rokhmin Dahuri: Sektor Akuakultur jadi Modal Penting Pemulihan Ekonomi Nasional

MONITOR, Jakarta – Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) menggelar Halal Bi Halal dan Silaturahim Nasional sekaligus penandatanganan MoU dengan The Great Indonesia di Hotel Aston Kartika, Jakarta, Kamis (2/6/2022).

Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) merupakan organisasi profesi akuakultur yang berdiri pada tahun 2001 saat ini telah beranggotakan lebih dari 1.400 anggota (individu/instansi) dan tersebar di seluruh indonesia.

Ketua Umum MAI, Prof. Rokhmin Dahuri pada kesempatan tersebut memaparkan potensi akuakultur (perikanan budidaya) di Indonesia yang bisa menjadi modal penting pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi covid-19. “Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang tiga perempat wilayahnya berupa laut, Indonesia memiliki potensi produksi marikultur terbesar di dunia, sekitar 60 juta ton/tahun,” katanya.

Prof Rokhmin menambahkan usaha marikultur bukan hanya menghasilkan sumber pangan protein berupa berbagai jenis ikan, kekerangan (moluska), dan crustacean (udang, lobster, kepiting, rajungan, dan lainnya) tetapi juga sumber bahan baku bagi industri farmasi, kosmetik, perhiasan (seperti kerang mutiara), cat, film, biofuel, dan ratusan jenis industri lainnya, yang berasal dari micro algae, macro algae, avertebrata, dan biota (organisme) laut lainnya,” ungkapnya.

- Advertisement -

Ironisnya, kata Prof. Rokhmin Dahuri, Indonesia kini sebagai salah satu pengimpor terbesar di dunia berbagai produk industri bioteknologi kelautan termasuk squalence, minyak ikan, gamat, dan viagra. “Sudah 20 tahun ini untuk akuakultur masih rendah sekali, kita masih impor,” paparnya.

Guru Besar IPB tersebut menambahkan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang 75 % total wilayahnya berupa laut, dan 28 % wilayah darat Indonesia pun berupa ekosistem perairan (danau, sungai, waduk, dan perairan rawa tawar); Indonesia memiliki potensi produksi lestari akuakultur terbesar di dunia, sekitar 100 juta ton/tahun (FAO, 2014).

“Alhamdulillah, sejak 2009 Indonesia merupakan produsen akuakultur terbesar kedua dunia, hanya kalah dari China. Kita baru memproduksi 15 juta ton sementara China sudah 67 juta ton. Jauh sekali bedanya,” ujar Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu.

Akuakultur dapat menjadi solusi untuk mengentaskan kemiskinan karena modal yang dikeluarkan tidak terlalu besar dan masa produk panen tidak terlalu lama. Misalkan, rumput laut dapat dipanen dalam waktu 45 hari, kemudian udang 100 hari.

Menurutnya, akuakultur dapat mendulang untung yang besar ditambah masyarakat dinilai dapat melakukan budidaya perikanan. Terlebih pasar produk akuakultur masih sangat terbuka, jika hal tersebut dapat dikuasai seharusnya bisa menjadi pusat pemakmuran dan kesejahteraan.

“Jadi saya optimis. Lalu aktivitasnya tidak di kota kebanyakan di desa, itu pun dapat menolong bangsa yang cukup penting yaitu disparitas pembangunan antar wilayah,” kata Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat ini.

“Kita harus mempunyai dua kekuatan. Untuk masalah teknis solusinya adalah tingkatan. Daya saingnya ada tiga, yakni pertama, kualitasnya top, kedua harganya relatif murah, ketiga, berkelanjutan dari produk itu. Solusinya teknologi dan masalahnya yang kita hadapi adalah perizinan, keamanan, harusnya MAI punya bargaining position. Kita akan bergerak kearah sana,” tutupnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER