Hasanuddin Hamami (Ketua Umum Jaros 24)
Ragam ekspresi dan testimoni sederet tokoh bangsa atas wafatnya Buya Syafi’i Ma’arif mencerminkan betapa penting dan besarnya sosok sang tokoh bagi bangsa dan negara Indonesia.
Di tengah kentalnya budaya paternalistik Indonesia, segala testimoni itu merefleksikan kerinduan sekaligus kebutuhan segenap anak bangsa atas kehadiran tokoh panutan bermoral tinggi di tengah defisitnya tokoh Indonesia berintegritas tinggi yang menjadi role model yang menginspirasi bagaimana menciptakan Indonesia sebagai negeri yang ramah, toleran, adil dan sejahtera. Realitas Indonesia saat ini cukup memperihatinkan. “Indonesia itu negeri yang surplus politisi namun defisit negarawan”, ujar Buya Syafii Maarif.
Kondisi politik Indonesia mutakhir telah terinfiltirasi masif oleh anasir pemikiran-faham yang mengandung api fragmentatif. Demi kepentingan politik pragmatis, para politsi memainkan narasi politisasi agama yang melahirkan akibat polarisasi dan pembelahan masyarakat yang memperihatinkan. Masyarakat terprvokasi berhadap-hadapan untuk saling menghujat, saling membenci, saling mencaci maki. Terjebak dalam segegasi akut yang terselip kehendak untuk saling melenyapkan satu dengan yang lain.
Situasi politik panas buntut dari kontestasi politik pilpres 2014, 2019 dan pilkada DKI 2017 telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya ancaman disntegrasi bangsa. Perlu terus diantisiapsi agar ancaman itu tidak terjadi. Diantara yang terpenting dalam memelihara dan mempertahankan integrasi adalah tegaknya moralitas. Revitalisasi nilai-nilai moral harus menjadi tugas bersama. Dan itu bisa terus didengungkan oleh tokoh negarawan sekelas dan semodel Buya Syafi’i Ma’arif.
Buya telah telah menunjukkan track record mumpuni. Berkomitmen tinggi dan berjuang maksimal dalam membimbing bagaimana moralitas bangsa seharusnya ditegakkan lewat ragam aksi verbal maupun no verbal yang telah tertulis dengan tinta emas dalam catatan riwayat hidup yang berkelas.
Moralitas adalah pilar terpenting keberlangsungan eksistensi sebuah bangsa. “Sesungguhnya kejayaan suatu umat (bangsa) terletak pada akhlaknya selagi mereka berakhlak dan berbudi perangai utama, jika pada mereka telah hilang akhlaknya, maka jatuhlah umat (bangsa) itu”, ujar Syauqi Bey, penyair besar Mesir. Sejurus dengan itu bahwa eksistensi bangsa dan negara Indonesia bergantung pada tegaknya kualitas moral-akhlak. Jika moral-akhlaknya krisis dan hancur makan hancur pula eksistensi bangsa dan negara Indonesia.
Ragam anasir buruk yang tumbuh di tengah bangsa Indonesia yang sedang menjadi ujian besar adalah meruyaknya sikap intoleran-radikal, demokrasi kebablasan, budaya caci maki-hujat menghujat, budaya post truth yang merendahkan akal, politisasi agama, korupsi, tidak menghargai ilmu-prestasi, politik culas dan lain-lain. Hal ini dapat menjadi penanda akan terjadinya krisis eksistensial bangsa Indonesia.
Karenanya upaya mengatasi merosotnya keadaban dan nilai-nilai moral bangsa membutuhkan partisipasi segenap koMponen bangsa terutama partisipasi tokoh dan negarawan Kaliber, kredibel, berintegritas sekelas Buya Syafii Ma’arif. Negeri ini wajib merawat inspirasi dan nilai-nila moral keadaban yang telah diwariskan oleh Buya Syafi’i. Bisa dimulai oleh komunitas Muhammadiyah, kemudian oleh para ulama-guru, tokoh dan segenap masyarakat sipil, para menteri-birokrat, politisi dan penegak hukum. Eskalasi puncak internalisasi nilai-nila moralitas Buya harus dilegitimasi oleh kepala negara dan pemerintah, yang kebetulan Presiden Joko Widodo telah menganggap Buya Syafi’I Ma’arif,
sebagai orang tua sekaligus gurunya. Yang sejatinya Juga telah menjadi guru bagi segenap lapisan umat dan bangsa.
Jika inspirasi dan nilai-nilai moral Buya Syafi’i dapat dilestarikan dan terus dihidupkan menjadi cahaya kehidupan bangsa, maka akan potensial melahirkan generasi baru berjiwa dan berkharakter semodel Buya Syafii. Nilai-nilai moral yang telah ditunjukkan Buya Syafii telah melahirkan kesan mendalam dan menginternal dalam benak dan jiwa sebagian besar masyarakat berkeadaban.
Dalam Benak masyarakat telah tertanam bagaimana Buya menjalankan hidup yang penuh kesederhanaan. Buya telah mendikte syahwat pribadinya sehingga tak bisa ditaklukkan pesona kehidupan duniawi. Buya istiqomah menjadi pelita arah politik bangsa. Tak terjebak hiruk pikuk urusan kekuasaan politik. Buya berdiri kokoh menjadi pendekar penjaga dan pelindung moralitas bangsa.
Buya telah mentralisir dan melawan setiap aksi dan narasi politik identitas. Membongkar keculasan politisi tak berprestasi yang berusaha meraih kekuasaan lewat siasat keji politisasi agama. Buya juga telah tampil menjadi katalisator dan motivator bagi kalangan minoritas agama dan suku. Buya datang dan hadir kala mereka menjadi korban jahatnya terorisme atas nama agama.
Buya adalah penyeru tanpa lelah atas tegaknya kesetaraan, keadilan dan penegakkan hukum yang tegas. Selamat jalan Buya Syafi’i Maarif, Sang Guru Bangsa. segala warisan nila-nilai moralitas mulyamu akan kami jaga demi terbentuknya Indonesia menjadi negeri yang adil dan makmur bagi seluruh anak bangsa tanpa kecuali.