MONITOR, Jakarta – Pengamat Kesehatan Hewan Internasional Tri Satya Putri Naipospos menduga kejadian masuknya PMK memiliki keterkaitan dengan beberapa negara di Asia Tenggara yang melaporkan adanya peningkatan kasus PMK.
“Serotipe O, khususnya lineage Ind2001e merupakan yang dominan dalam beberapa tahun terakhir,” jelas Tri Satya di Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Menurut dokumen Report of the 24th SEACFMD National Coordinators Meeting tahun 2021 pada Website OIE Sub-Regional Representative for Southeast Asia menampilkan informasi kasus kejadian PMK yang disebabkan oleh virus O/ME-SA/Ind-2001 pertama kalinya di negara Kamboja, setelah sebelumnya juga ditemukan di hampir semua negara tertular PMK di Asia Tenggara.
Tri Satya menjelaskan peningkatan situasi PMK di Asia Tenggara ini banyak dilaporkan pada ternak sapi, sedangkan pada ternak lainnya relatif kecil. Ia menjelaskan bahwa berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengendalian PMK adalah adanya lalu lintas ilegal ternak antar wilayah dan negara, rendahnya implementasi biosekuriti pada peternakan rakyat, kurangnya sumberdaya manusia, serta dukungan logistik dan anggaran untuk vaksinasi yang tidak memadai.
“Kondisi ini meningkatkan risiko kejadian kasus dan penyebaran PMK antar wilayah” imbuhnya. Sehingga menurutnya peningkatan kasus di Kawasan Asia Tenggara sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kemungkinan masuknya PMK ke Indonesia.
“Serotipe yang sama antara virus PMK di Indonesia dan yang dominan di Asia Tenggara menunjukan bahwa sumbernya dari Kawasan tersebut. Introduksi virus bisa lewat berbagai cara tapi risiko paling tinggi adalah dari lalu lintas ilegal” tegas Tri Satya yang juga ketua komisi ahli kesehatan hewan.
Tri Satya berharap agar hasil analisis genetik molekuler yang dapat membuktikan sumber virus PMK yang masuk ke Indonesia dapat segera tersedia, sehingga menjawab berbagai spekulasi terkait sumber virus PMK yang saat ini terjadi di Indonesia.
Ia juga berharap agar Indonesia mulai mempersiapkan diri untuk segera memiliki program pengendalian resmi PMK (official disease control program) yang diakui Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) dan menerapkan pengendalian dan pemberantasan PMK secara bertahap atau progressive control pathway (PCP).
“Perlu diterapkan PCP untuk PMK, agar secara bertahap kita bisa kendalikan dan pada akhirnya memberantas PMK di Indonesia” pungkasnya.
Berdasarkan data dari OIE, penyakit mulut dan kuku (PMK) di Asia Tenggara mengalami kecenderungan peningkatan pada periode 2020-2022. Hal tersebut tidak terlepas juga dari kontribusi adanya pandemi COVID-19 yang mengakibatkan terjadinya pembatasan kegiatan termasuk berkurangnya sumberdaya untuk pengendalian dan penanggulangan PMK.
MONITOR, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meyakinkan otoritas Amerika Serikat terkait mutu dan…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan menyoroti kasus penangkapan Gubernur Bengkulu…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani berharap peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2024…
MONITOR, Jakarta - Koperasi sebagai tonggak pemberdayaan masyarakat, telah membuktikan bahwa ekonomi yang kuat dapat…
MONITOR, Banten - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto mengaku kaget…
MONITOR, Jakarta – Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kementerian Imipas) menyerahkan bantuan untuk pengungsi erupsi Gunung Lewotobi di Lembata, Nusa Tenggara…