Jumat, 29 Maret, 2024

Mengenal Kontrak Industri Hulu Migas

Oleh: Sarjono

Industri hulu migas merupakan industri yang bertumpu pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Eksplorasi merupakan aktivitas yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan migas di wilayah kerja yang ditentukan. Sedangkan eksploitasi adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan migas di wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian migas di lapangan serta kegiatan lain yang mendukung.

Ada beberapa hal yang membedakan kontrak di industri hulu migas dengan kontrak pengadaan barang/jasa pada umumnya. Diantaranya risiko dan ketidakpastian yang tinggi, memerlukan investasi biaya kapital yang besar, melibatkan teknologi canggih, serta jeda waktu yang lama antara pengeluaran (expenditure) dengan pendapatan (revenue). Namun, dibalik semua itu, industri migas juga menjanjikan keuntungan yang sangat besar.

Benny Lubiantara, dalam bukunya Ekonomi Migas (2012) menjelaskan bahwa pada prinsipnya, pengaturan sistem kontrak migas antara negara tuan rumah dengan kontraktor dibagi menjadi dua, yaitu sistem konsesi dan sistem kontrak. Sistem kontrak digolongkan menjadi Production Sharing Contract (PSC) dan Service Contract. Sedangkan Service Contract dibagi menjadi Pure dan Risk Service Contract.

- Advertisement -

Sistem Konsesi

Pada sistem konsesi, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas diberikan hak eksklusif untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi selama periode tertentu. Dalam industri hulu migas, sistem konsesi adalah sistem kontrak yang muncul paling awal dibanding sistem lain, namun tetap banyak digunakan hingga saat ini.

Karakteristik sistem konsesi adalah semua hasil produksi dalam wilayah konsesi dimiliki KKKS, sedangkan negara menerima pembayaran royalty sebesar persentase tertentu dari pendapatan bruto. Selain royalty, negara juga memperoleh pendapatan dari pajak. Titik atau tempat proses terjadinya perpindahan kepemilikan (transfers of ownership) terjadi di kepala sumur (wellhead).

Dalam sistem konsesi tradisional, jangka waktu kontrak adalah panjang (lebih dari 50 tahun) dengan luas area konsesi yang sangat besar dan tidak ada mekanisme pengembalian wilayah (relinguishment). Keterlibatan negara selaku tuan rumah sangat minim. Dalam perkembangannya, untuk mengakomodasi kepentingan negara selaku tuan rumah, sistem konsesi tradisional mengalami banyak perubahan. Antara lain peningkatan bagian pemerintah dan diperkenalkannya partisipasi pemerintah (government participation). Selain dari royalty, peningkatan bagian pemerintah juga diperoleh melalui pajak, dengan pemberlakuan pajak khusus terhadap keuntungan yang berlebihan (special tax on excessive profit) dan jenis pajak lainnya. Pada sistem konsesi modern, atau yang lebih dikenal dengan istilah sistem royalty/tax, luas area konsesi jauh lebih kecil dan waktu lebih pendek jika dibanding dengan sistem konsesi tradisonal. Jika pada sistem konsesi tradisional wilayah konsesi adalah satu propinsi dengan jangja waktu 60 tahun, maka pada konsesi modern cakupan wilayah adalah satu kabupaten dengan jangka waktu 20-25 tahun.

Transfer kepemilikan (transfer of ownership) cadangan migas yang merupakan aset negara kepada kontraktor migas berlangsung ketika sumur diproduksi dan terjadi di kepala sumur (wellhead). Kontraktor dapat langsung melakukan pembukuan cadangan (reserves booking) setelah pembayaran royalty.     

Production Sharing Contract (PSC)

Production Sharing Contract (PSC) muncul karena adanya tuntutan agar pemerintah tidak pasif, namun mempunyai peran yang lebih besar terhadap pengawasan kegiatan operasional yang dilakukan kontraktor, yang biasanya adalah perusahann migas internasional. Kesuksesan PSC lebih dipicu oleh motivasi politik, mengingat dalam PSC perusahaan migas internasional hanya menjadi kontraktor dan hanya berhak mendapat sebagian dari produksi. PSC digunakan di banyak negara, dan industri migas mancanegara mencatat Indonesia sebagai pelopor PSC yang ditandai dengan kesepakatan kontrak sistem PSC pertama pada tahun 1966.

Karakteristik sistem PSC antara lain perusahaan migas ditunjuk oleh pemerintah sebagai kontraktor pada suatu wilayah kerja tertentu, serta kontraktor menanggung semua risiko dan biaya eksplorasi, pengembangan, dan produksi. Apabila eksplorasi berhasil (menemukan migas yang komersial), kontraktor diberi kesempatan untuk memperoleh pengembalian atau biaya pemulihan (cost recovery) dari hasil produksi. Kontraktor juga memperoleh profit share atau profit split atau profit oil yang merupakan bagian dari produksi setelah dikurangi cost recovery. Selanjutnya, kontraktor diwajibkan membayar pajak penghasilan dan pajak lainnya. Semua peralatan dan instalasi dalam PSC menjadi milik negara.

Transfer kepemilikan (transfer of ownership) cadangan migas terjadi pada titik ekspor. Kontraktor dapat langsung membukukan cadangan (reserves booking), yang terdiri dari cost recovery dan profit share.

Service Contract

Kontrak jasa (service contract) mengacu pada kontrak antara pemerintah dengan perusahaan migas yang dikaitkan dengan kinerja jasa yang berhubungan dengan kegiatan eksplorasi, pengembangan, dan produksi migas. Pengembalian biaya kontraktor dilakukan dalam bentuk kas atau tunai. Kontraktor dimungkinkan membeli kembali (buy back) sejumlah minyak mentah hasil produksi sesuai harga pasar.

Dalam sistem kontrak jasa, tidak terjadi transfer kepemilikan (transfer of ownership) cadangan migas yang merupakan aset negara kepada perusahaan migas. Perusahan migas juga tidak berhak melakukan pembukuan cadangan (reserves booking).

Pure Service Contract

Adalah perjanjian antara pemerintah dengan kontraktor terkait jasa bantuan teknis yang harus dilaksanakan pada periode tertentu. Pemerintah membayar imbalan/fee terhadap jasa yang diberikan kontraktor dikaitkan dengan produksi. Contoh, 1$/barel untuk setiap barel yang diproduksi. Saat ini, model pure service contract sudah jarang digunakan.

Risk Service Contract

Mirip dengan PSC, namun berbeda dalam hal pembayaran kepada kontraktor. Pada system PSC, setelah cost recovery, kontraktor memperoleh profit share dalam bentuk kas/tunai. Sementara pada system risk service contract, kontraktor memperoleh service fee, juga dalam bentuk kas/tunai.

Industri hulu migas menggunakan teknologi canggih dengan sumber daya manusia terlatih, sehingga memerlukan kapital yang besar. Selain itu, industri migas termasuk golongan industri dengan tingkat ketidakpastian (uncertainty) yang tinggi. Sehingga negara penghasil, khususnya negara berkembang, merasa perlu mengundang investor asing untuk melakukan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi migas di wilayahnya.

*Penulis adalah Analis Anggaran Muda pada Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER