MONITOR, Serang – Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten menyelenggarakan Sekolah Moderasi Beragama (Seragam) yang dirangkai dengan Rapat Kerja Ormawa Fakultas. Segenap pimpinan FTK dan Ormawa hadir dalam kegiatan tersebut, termasuk Wakil Rektor III UIN Banten Dr. Hidayatullah, M.Pd.
Dari unsur pimpinan yaitu Dekan FTK Dr. Nana Jumhana, M.Ag, Wakil Dekan I Dr. Eneng Muslihah, Ph.D, Wakil Dekan II Dr. Apud, M.Pd, dan Wakil Dekan III Dr. Ali Muhtarom, M.S.I.
Selain itu, para Ketua dan Sekretaris Prodi yaitu Prodi PAI, PBA, TBI, PGMI, PIAUD, dan MPI juga hadir dalam acara pembukaan kegiatan tersebut.
Narasumber yang hadir secara offline adalah Achmad Uzair, SIP., Ph.D yang merupakan Sespri Kepala BPIP RI dan Dr. KH Muhammad Ishom, MA yang merupakan Ketua Rumah Moderasi Beragama UIN SMH Banten. Sedangkan Dr. Anis Masykhur, MA, narasumber dari Pokja MB Kemenag RI menyampaikan materinya secara Daring.
Tema dalam kegiatan lunching Seragam ini adalah “Bina Paham Keagamaan Moderat di Kalangan Lembaga Kemahasiswaan FTK UIN SMH Banten”
Menurut Dr. Ali Muhtarom, M.S.I selaku ketua panitia yang juga wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, bahwa kegiatan sekolah moderasi beragama yang dirangkai dengan Raker Ormawa dengan tema tersebut sangat penting bagi para pengurus Ormawa.
“Penguatan dan Pengembangan moderasi beragama sangat penting diberikan kepada generasi muda, khususnya para mahasiswa di perguruan tinggi. Hal ini didasarkan pada kondisi bahwa banyak ditemukan hasil riset yang menginformasikan bahwa konservatisme pemahaman keagamaan yang berdampak pada sikap intoleransi masih cenderung menguat di kalangan mahasiswa,” ujarnya.
“Dari sikap intoleransi ini kemudian ada kecenderungan lagi yang mengarah pada penolakan pada ideologi kebangsaan, sebagai contoh adalah kengganan untuk menerima Pancasila sebagai dasar Negara, bahkan tidak menutup kemungkinan mereka justru ikut larut dalam wacana pendirian khilafah sebagai sistem Negara,” terang Ali.
Wakil Dekan III tersebut juga menambahkan bahwa esensi ajaran agama, terutama Islam adalah moderat, namun masih ada sebagian masyarakat yang belum memahami esensi tersebut. Menurut Ali, harus dibedakan antara agama yang sudah pasti moderat dengan pemahaman keagamaan.
“Jika ada yang bilang bahwa Islam adalah agama moderat, kenapa harus ada moderasi beragama, tentunya perlu dijawab bahwa yang menyebabkan tidak moderat adalah pemahamannya bukan Islamnya. Inilah tantangan serius saat ini bagi para generasi muda dan para mahasiswa. Sehingga, pembinaan moderasi beragama sangat penting,” terangnya.
Ali pun mencontohkan beberapa hasil riset yang dirilis seperti survei dari BNPT (2016) ditemukan bahwa 26.7% mereka ada yang setuju dengan praktek jihad menggunakan kekerasan. Dalam survei berikutnya, April 2017, kepada mahasiswa di 15 provinsi di Indonesia BNPT menemukan bahwa 39% mahasiswa tertarik untuk masuk ke organisasi radikal (mengganti ideologi negara). Temuan riset Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta yang dirilis awal Maret menunjukkan bahwa sebanyak 30,16 persen mahasiswa Indonesia memiliki sikap toleransi beragama yang rendah atau intoleran.
Menurut Ali, angka-angka tersebut tentu sangat mengkhawatirkan. Sedangkan riset yang lebih baru dilakukan oleh Internasional NGO Forum on Indonesian Development (INFID) yang dirilis Selasa (23/3/2021).
“Secara umum persepsi dan sikap generasi muda terhadap intoleransi dan ekstremisme menunjukkan tren penolakan yang cukup tinggi, tetapi mereka masih sangat rentan untuk menjadi intoleran,” ucap Ali.
Dekan FTK, Dr. Nana Jumhana menambahkan dalam sambutannya bahwa kegiatan launching yang digagas oleh Wakil Dekan III dengan turunan kegiatan-kegiatan lain ke depan merupakan program yang positif dan perlu ditingkatkan dalam rangka mendukung pemerintah, terutama Kementerian Agama dalam penguatan dan pengembangan moderasi beragama bagi mahasiswa, khususnya FTK. Sehingga, sangat penting sekali diberikan kepada generasi muda, khususnya para mahasiswa FTK.
Lebih lanjut dikatakan oleh Dekan FTK bahwa pembinaan moderasi beragama akan melahirkan para intelektual muda yang berwawasan luas mengenai keagamaan dan kebangsaan untuk mewujudkan pemimpin masa depan.
Sementara itu Wakil Rektor III, Dr. Hidayatullah, M.Pd dalam sambutannya juga mengapresiasi kegiatan ini karena selain mendukung program pemerintah, pembinaan moderasi beragama akan menjembatani munculnya pemikiran-pemikiran ekstrem, baik ekstrem kiri maupun ekstrem kanan yang keduanya tidak selaras dengan prinsip ajaran yang bersifat wasathiyah.
“Kecenderungan munculnya pemikiran ekstrem tersebut saat ini perlu diwaspadai karena akan membahayakan kelangsungan harmonisasi kehidupan berbangsa yang beragam,” tegas Dr. Hidayatullah.
Lebih lanjut, Dr. Anis Masykhur sebagai narasumber pertama menyampaikan bahwa ketidakmampuan memahami ajaran agama yang seimbang akan berdampak pada mudahnya para mahasiswa untuk dipengaruhi ideologi –ideologi asing yang bersifat transnasional, baik itu ideologi sekulerisme, kapitalisme, sosialisme, dan bahkan ideologi keagamaan yang mengusung khilfah.
“Ideologi-ideologi tersebut saat ini merasuk ke Indonesia yang tidak menutup kemungkinan akan menggerus nilai-nilai kearifan lokal yang bertentangan dengan ideologi kebangsaan Indonesia. Untuk itu, mahasiswa perlu memahami nilai-nilai moderasi beragama,” ucapnya.
Selanjutnya narasumber lain, Achmad Uzair selaku pembicara dari BPIP menekankan pada pentingnya mahasiswa memahami nilai nasionalisme dan kebangsaan dengan memahami ideologi Pancasila. Pancasila sebagai ideologi kebangsaan telah mampu mempersatukan masyarakat Indonesia, terutama dalam hal keberagaman yang terjadi diantara umat beragama sejak awal kemerdekaan. Sebagai contoh adalah konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah hasil dari kesepakatan para pendiri bangsa ini dalam sidang BPUPKI. Melalui musyawarah diantara para pendiri bangsa tersebut persatuan dan harmonisasi terjaga hingga saat ini. Jika dikaitkan denngan nilai moderasi beragama, yang mana dalam Islam konsep Syuro atau musyawarah tersebut merupakan esensi nilai moderasi beragama.
Sedangkan KH. M. Ishom selaku Ketua RMB UIN Banten menjelaskan bahwa moderasi beragama yang saat ini dikembangkan oleh pemerintah, terutama Kementerian Agama RI tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Pengembangan moderasi beragama tidak seperti yang dituduhkan oleh sebagian kalangan dengan tuduhan mengajarkan sekulerisasime, namun sebaliknya yaitu mengajawentahkan pemahaman keagamaan yang komprehensif tentang nilai-nilai ajaran Islam yang pada saat ini mengalami pengaburan makna.
“Diantara hal terpenting dalam penguatan moderasi beragama bagi para generasi muda atau mahasiswa adalah dengan kembali mengkaji referensi kitab kuning melalui pesantren,” pungkasnya.