MONITOR, Jakarta – Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (Kornas JPPI), Ubaid Matraji menilai, bahwa apa yang dilakukan Universitas Mercu Buana (UMB) bukanlah contoh yang baik.
Hal itu disampaikan Ubaid saat menanggapi pemecatan secara sepihak dan tiba-tiba terhadap Rektor UMB, Prof Ngadino Surip Diposumarto, oleh pihak Yayasan UMB.
Ubaid mengungkapkan, jika benar bahwa pemecatan terhadap Prof Ngadino tidak melalui prosedur dan aturan yang berlaku, maka yayasan yang menaungi UMB sudah memberikan contoh yang kurang baik bagi para mahasiswanya.
“Mestinya kasih teladan yang baik apalagi ini institusi bukan hanya soal pengembangan ilmu pengetahuan, tapi juga tempat pendidikan karakter,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Senin (16/5/2022).
Ubaid menyampaikan, bahwa keputusan apapun yang dikeluarkan oleh pihak Yayasan UMB harus melalui mekanisme aturan yang berlaku dan proses dialog atau klarifikasi terhadap yang bersangkutan.
“Pemecatan itu hal yang biasa, namun mestinya kejadian apapun di kampus harus mengedepankan proses dialogis untuk mengetahui duduk perkara dan ada tabayyun antar dua belah pihak,” ujarnya.
Ubaid mengatakan, bahwa pihak Yayasan UMB tidak bisa semena-mena melakukan pemecatan terhadap seseorang.
“Lebih mengedepankan proses dialogis, kalau memang ada pelanggaran kode etik atau penyimpangan atas aturan, ya harus ditindak secara hukum, harus dalam koridor hukum,” katanya.
Sementara itu, Kepala Biro Humas UMB Riki Arswendi, membenarkan pemberhentian tersebut. Menurut Riki, pemberhentian Prof Ngadino dari jabatan Rektor UMB dikarenakan yang bersangkutan telah memasuki masa pensiun sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Betul Mas (diberhentikan karena pensiun). Beliau (Prof Ngadino) sudah pensiun per 30 April 2022,” ungkapnya saat dikonfirmasi.
Saat ditanya apakah ada proses dialog sebelum keluarnya SK pemberhentian, Riki pun enggan menjelaskannya lebih rinci dan lebih jauh.
“Beliau sudah pensiun dan sudah tidak lagi menjadi bagian dari universitas, adalah hal yang sangat tidak santun ketika saya harus memberikan tanggapan,” ujarnya.
Seperti diketahui, sebelumnya beredar kabar bahwa UMB telah memberhentikan Prof Ngadino dari jabatan Rektor.
Berdasarkan informasi yang beredar, diduga ada kejanggalan dalam Surat Keputusan (SK) Yayasan terkait pemberhentian Rektor UMB. Pasalnya, selain terdapat dua surat berbeda hari yang menyatakan pemberhentian Rektor, tanda tangan yang tertera di dalam surat juga bukan tanda tangan Ketua Pembina Yayasan yang menaungi UMB.
Padahal, di dalam Statuta UMB, pemberhentian Rektor hanya boleh dilakukan oleh Ketua Pembina Yayasan UMB.
Selain itu, Rektor UMB definitif tersebut masa jabatannya masih berlaku sampai November 2022. SK Pemberhentian Rektor hanya didasarkan pada status pensiun Rektor UMB definitif sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Atas tindakan tersebut, Rektor UMB definitif Prof Ngadino Surip Diposumarto mengajukan keberatan dan meminta audiensi kepada pihak Yayasan UMB.
Prof Ngadino juga meminta kepada LLDikti untuk melakukan evaluasi kinerja terhadap kampus UMB.