Sabtu, 20 April, 2024

Warga Jakarta Mau Sejahtera Paska Status Ibu Kota Pindah? Ini Syaratnya

MONITOR, Jakarta – Harapan bisa hidup sejahtera paska status Ibu Kota pindah ke Kalimantan, kini dinanti-nantikan warga Jakarta. Untuk bisa menjawab harapan tersebut, anggota komisi III DPR Santoso, mendorong masyarakat Jakarta untuk melakukan judicial review terhadap pasal 41 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dijelaskan Santoso, dalam Pasal 41 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2022 menyatakan, sejak ditetapkannya Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (1), ketentuan Pasal 3, Pasal 4 kecuali fungsi sebagai daerah otonom, dan pasal 5 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Sementara Pasal 39 ayat (1) yang dimaksud pasal 41 ayat (1) tersebut berbunyi; Kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara tetap berada di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sampai dengan tanggal ditetapkannya pemindahan Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara dengan Keputusan Presiden.

“Jadi dalam pasal 41 menyebutkan, kendati Jakarta sudah tak berstatus Ibu Kota, namun otonomi masih ada di provinsi. Nah, ini yang tidak boleh terjadi, sebab kalau otonomi masih ada di provinsi maka harapan warga Jakarta untuk bisa sejahtera tidak akan pernah terwujud,” ujar Santoso, saat menggelar sosialisasi Undang – undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN), yang digelar di Asyiek Resto Cipayung Jakarta Timur, Sabtu (14/5).

- Advertisement -

Untuk bisa mewujudkan agar masyarakat Jakarta bisa sejahtera, maka pengelolaan otonomi harus dipindahkan ke pemerintah daerah tinggkat II. Dengan adanya pemerintah tingkat II di Jakarta paska status Ibu Kota pindah, maka kesejahteraan nantinya akan benar-benar dirasakan.

“Karena dengan hadirnya pemerintah tingkat II dengan otonomi sendiri, maka kebutuhan masyarakat akan terlayani, semuanya bisa diawasi dengan baik,” terangnya.

Bahkan politisi Partai Demokrat ini meyakini, dengan adanya otonomi daerah tinggkat II di Jakarta, dengan jumlah APBD DKI 2022 kurang lebih sebesar Rp 82 triliun, masyarakat Jakarta akan menikmati besarnya anggaran APBD tersebut.

“Saat ini kan semua pengelolaan anggaran DKI terpusat di provinsi. Sementara walikota/bupati tidak punya kewenangan untuk mengelola anggaran tersebut sebab semuanya diatur oleh gubernur,” jelasnya.

“Jadi sangat wajar, kalau di Jakarta dengan APBD yang besar masih ada laporan warganya kena gizi buruk,” sindirnya.

Untuk itu tegas Santoso, pihaknya menunggu keberanian masayarakat Jakarta untuk melakukan yudicial riview pasal 41 ayat 1 UU Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang masih mencantumkan otonomi Jakarta yang masih berada di provinsi.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER