Jumat, 26 April, 2024

Prof Rokhmin Dahuri: Jika Hikmah Puasa Diaktualisasikan, Persoalan Kemanusiaan Dapat Diatasi secara Tuntas

MONITOR, Bogor – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof Rokhmin Dahuri, MS menyampaikan Khutbah Shalat Idul Fitri 1443 H/2022 M di Masjid Al Hikmah, Villa Indah Pajajaran Kota Bogor, Senin, (2/5/2022).

Dalam pesannya tersebut, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu menuturkan bahwa semakin tinggi kualitas taqwa kita, maka itu berarti indikasi semakin tinggi pula kesuksesan kita berpuasa. Demikian juga sebaliknya, semakin hilang kualitas taqwa dalam diri kita, maka itu pertanda bahwa ibadah puasa Ramadan kita juga kurang berhasil.

“Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan ciri-ciri orang taqwa. Diantaranya adalah Ayat 3 – 4 Surat Al-Baqarah, “(Orang taqwa adalah) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Dan, mereka yang beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin adanya hari akhirat,” tuturnya.

Kemudian Ayat 134 Surat Alim-Imran, “(Yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan.”

- Advertisement -

Ayat-ayat tersebut mengungkapkan empat sifat tauhid dan tiga sifat akhlak yang menjadi ciri-ciri orang bertakwa. Pada dimensi tauhid, keempat ciri (sifat, karakter) orang taqwa adalah: (1) percaya (beriman) kepada yang gaib; (2) beriman kepada Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Allah yang diturnkan sebelumnya (Zabur, Taurat, dan Injil yang asli); (3) beriman kepada kehidupan akhirat; dan (4) menegakkan salat.

Adapun pada dimensi akhlak, ketiga karakter yang dimaksud adalah pertama, gemar menyedekahkan sebagian hartanya dalam kondisi senang ataupun sulit. Orang bertaqwa tidak akan sibuk mengumpulkan harta dan hanya memikirkan diri sendiri. Ia pasti berjiwa sosial, menaruh empati kepada sesama, serta rela berkorban untuk orang lain dalam setiap keadaan. “Bahkan, ia tidak hanya suka memberi kepada orang yang dicintainya, tapi juga kepada orang-orang yang memang membutuhkan pertolongannya, meskipun selama ini dia sering menyakitinya,” tuturnya.

Dalam konteks Ramadan dan Idul Fitri, jelasnya, sifat taqwa yang pertama ini sebenarnya sudah mulai didorong oleh Islam melalui ajaran zakat fitrah. Zakat fitrah merupakan simbol bahwa “rapor kelulusan” puasa harus ditandai dengan mengorbankan sebagian kekayaan kita dan menaruh kepedulian kepada mereka yang lemah.

“Ayat tersebut menggunakan fi’il mudhari’ yunfiqûna yang bermakna aktivitas itu berlangsung terusmenerus (berkelanjutan). Dari sini, dapat dipahami, bahwa zakat fitrah hanyalah awal atau “pancingan” bagi segenap kepedulian sosial lainnya berupa zakat mal, infaq, shodaqoh, waqaf, dan amal saleh lainnya, tanpa henti pada bulan-bulan berikutnya, selama hayat di kandung badan,” terangnya.

Sementara ciri akhlak kedua orang taqwa adalah mampu menahan dan mengendalikan amarah. Sebagai hamba yang dhaif, manusia tidak bisa luput dari kekurangan, rasa lelah, dan tentu saja tekanan. Kadang kala, terasa masalah seperti datang bertubi-tubi, seakan di luar batas kemampuan, sampai benar-benar menjebol benteng kesabaran diri sehingga amarah datang menerjang kesehatan mental dan pikiran.

“Akibatnya, tidak sedikit orang yang gagal untuk bersabar dan lapang dada. Sebagian larut dibakar oleh amarah, sehingga kehilangan kemampuan akal untuk berpikir rasional,” ujarnya.

ciri akhlak ketiga orang bertaqwa adalah memaafkan kesalahan orang lain. Sepanjang Ramadan, umat Islam dianjurkan memperbanyak permohonan maaf kepada Allah dengan membaca: “Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampunan, ampunilah aku”.

Kata ‘afw (maaf) diulang tiga kali dalam kalimat tersebut, menunjukkan bahwa manusia memohon dengan sangat serius ampunan dari Allah SWT. Memohon ampun merupakan bukti kerendahan diri di hadapan-Nya sebagai hamba yang banyak kesalahan dan tak suci. “Cara ini, bila dipraktikkan dengan penuh pengahayatan, sebenarnya melatih orang selama Ramadan tentang pentingnya memohon maaf. Bila diri kita sendiri saja tak mungkin suci dari kesalahan, alasan apa yang kita tidak mau memaafkan kesalahan orang lain?” tanya Prof. Rokhmin Dahuri.

“Maaf merupakan sesuatu yang singkat, namun bisa terasa sangat berat, karena ego, gengsi, dan unsur-unsur nafsu kita lainnya. Maka, amatlah arif ulama-ulama kita dahulu di Tanah Air yang telah berinovasi menghadirkan tradisi “Halal Bil Halal” untuk bersilaturahim dan saling memaafkan di momen lebaran. Sempurnalah, ketika kita usai membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan kepada Allah melalui Universitas Ramadan. Selanjutnya, kita saling memaafkan kesalahan masing-masing di antara manusia di Hari Raya Idul Fitri ini,” tegasnya.

Para mufassir memfatwakan, bahwa taqwa adalah mengerjakan semua perintah Allah, dan meninggalkan setiap larangan-Nya. Namun, sayangnya selama ini banyak diantara kita muslim/muslimah, memaknai perintah Allah itu hanya sekedar sholat, puasa, zakat, haji, dan ibadah mahdhah lainnya.

Padahal, Islam mengajarkan bahwa perintah Allah juga mencakup semua aspek yang terkait dengan muamalah (kesalehan sosial) seperti mengais rezeki secara halal; mengkonsumsi makanan yang halal lagi baik; hidup bersih; mencintai, menuntut, menguasai, dan mengaplikasikan IPTEK; bekerja keras dan profesional; jujur; disiplin; menyayangi sesama; menghargai agama dan kepercayaan orang lain; merawat dan melestarikan llingkungan; menyingkirkan duri dari jalan; senyum; dan amal saleh lainnya.

Prof Rokhmin mengingatkan bahwa apabila kita berhasil melaksanakan ibadah Shaum Ramadan, maka ketaqwaan kita akan dibalas oleh Allah SWT dengan kesuksesan dan kebahagian hidup di dunia maupun di akhirat kelak. Sebagaimana Allah tegaskan dalam Al-Qur’an Surat At-Talaq, bahwa “barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya” (ayat-2); “memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya dan mecukupkan keperluannya” (ayat-3); “menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya” (ayat-4); dan “menghapus kesalahan-kesalahannya dan melipat gandakan pahala baginya” (ayat-5).

Selain itu, di akhirat kelak kita akan terbebaskan dari siksa neraka, dan menjadi penghuni surga-Nya, sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali-‘Imran, ayat – 133, yang artinya “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan hanya bagi orang-orang yang bertaqwa”.

Pahala (reward), terang Dosen Kehormatan Mokpo National University Korea Selatan itu taqwa dari Allah bukan hanya bagi orang per orangan yang sifatnya individual, tetapi juga bagi masyarakat (bangsa) yang bertaqwa kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam Al- Qur’an, Surat Al-A’raf, Ayat-96: Artinya : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. Al-A’raf, Ayat-96).

Sedangkan, wujud nyata dari berkah Allah dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara tak lain adalah berupa terwujudnya sebuah negara yang maju, adil-makmur, berdaulat, dan diberkahi Allah SWT; “Baldatun Thayyibatun wa rabbun Ghafur”. Yang merupakan cita-cita Kemerdekaan kita bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945.

“Dapatlah kita bayangkan, bahwa andaikan nilai-nilai (hikmah) ibadah Puasa Ramadan dan Idul Fitri itu diaktualisasikan dalam kehidupan keseharian manusia maupun dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara di seluruh dunia, maka permasalahan utama kemanusiaan di abad-21 ini berupa pengangguran, kemiskinan, kelaparan dan gizi buruk, perang, kerusakan lingkungan, dan pemanasan global (Global Warming) niscaya bakal dapat diatasi secara tuntas,” ujar Prof. Rokhmin Dahuri.

“Iman dan taqwa (IMTAQ), keikhlasan kita untuk berinfaq, menolong dan menyayangi sesama serta jenis-jenis kesalehan sosial lainnya yang telah kita gapai selama menjalani ibadah Puasa Ramadan, harus terus kita pelihara dan tingkatkan sepanjang hayat di kandung badan kita. Jangan sampai, setelah Idul Fitri, IMTAQ kita memudar dan menjauh dari Allah,” tambahnya.

“Marilah kita berdoa, mengkhusyukan hati, menengadahkan tangan kita serta senantiasa pasrah kepada Allah untuk memohon rahmat hidayah, dan berkah Nya. Sembari kita berharap agar Hari Raya Fitri ini tidak sekadar peringatan tahunan rutin-ritualistik, tetapi menjadi momentum pendekatan diri kita kepada Illahi Rabbi, momentum meningkatkan Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Wathoniyah, momentum membangkitkan semangat untuk menolong sesama, dan momentum menguatkan IMTAQ kita untuk mengamalkan Islam sebagai pedoman hidup yang sempurna dari Allah SWT secara kaffah dan ittiba,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER