MONITOR, Jakarta – Jargon Pertanian Maju, Mandiri dan Modern yang digaungkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) mendapat respon positif dari para petani, akademisi, pelaku usaha di bidang IT untuk berkecimpung memajukan sektor pertanian. Hal itu terbukti dengan semakin banyaknya pertanian berbasis smart farming guna memudahkan petani dalam berbudidaya yang lebih efisien sekaligus mendorong anak muda millenial mau terjun di dunia pertanian.
Berangkat dari ini, guna menggairahkan kaum milineal mengembangan smart farming, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Wanita Indonesia (ISWI) dan Universitas Nasional (UNAS) menyelenggarakan hybrid event di Kampus UNAS Jakarta melalui Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani, selasa (8/3/2022). Tema yang angkat yakni “Peran Petani Milenial dalam pengembangan smart farming mendukung Peningkatan Produksi menuju Pertanian Maju, Mandiri Modern”.
Ketua umum ISWI, Retno Sri Endah Lestari menjelaskan transformasi pertanian ke arah digitalisasi merupakan sebuah keniscayaan dan dipercaya dapat membantu percepatan perkembangan sektor pertanian. Dalam hal ini, petani milenial mempunyai peran yang penting untuk melakukan terobosan di sektor pertanian.
“Keberadaan petani milenial memiliki dampak yang signifikan terhadap pembangunan pertanian Indonesia. Ditambah lagi pertanian saat ini dan ke depannya dihadapkan dengan tantangan besar yakni perubahan iklim dan pandemi Covid-19. Konsep Smart Farming 4.0 memberi jalan keluar bagi petani dalam menghadapi tantangan perubahan iklim,” tutur Retno.
Sementara itu, Wakil Rektor UNAS, Ernawati Sinaga menuturkan sebagai negara agraris, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Banyak petani muda yang mempunyai semangat dan potensi besar dalam mengembangkan pertanian.
“Dengan potensi ini, dibutuhkan pendampingan dari hulu hingga hilir. Harapan kedepannya kita bisa menerapkan sistem pertanian yang zero waste, tidak ada yang terbuang, semua bahan terpakai,” kata Ernawati.
Selanjutnya, Budi Santosa Wignyosukarto, Guru Besar UGM dalam paparannya menekankan pentingnta pengelolaan irigasi cerdas. Dalam pengelolaan air irigasi sering melibatkan setidaknya dua organisasi yang berbeda dan operasi pengelolaan (pembagian air) yang rumit, sehingga kemungkinan konflik yang terjadi antara lain konflik antar petani dalam kelompok pengguna air, konflik antar kelompok pengguna air dan konflik di antara kelompok dan manajer sistem utama.
“Integrated Smart Water Resource Management (ISWM) diusulkan sebagai alternatif penyelesaian konflik tersebut. ISWM menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dan atau sarana lain untuk mewujudkan koordinasi yang efektif dan efisien untuk pengelolaan, pengembangan, dan konservasi ekosistem perairan guna meningkatkan kesejahteraan ekologi dan ekonomi secara berkeadilan tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistem dan pemangku kepentingan,” ujar Budi.
Praktisi/pakar lingkungan hidup, Nugroho Widhi Santosa menuturkan masing-masing stakeholder akan memiliki permasalahan yang berbeda-beda, namun penyelesaian masalah secara terintergrasi (terpadu) untuk seluruh stakeholder akan menjadi solusi yang terbaik. Suksesnya implementasi sistem smart farming sangat tergantung pada keterlibatan seluruh stakeholder di bidang pembangunan pertanian secara terpadu.
“Peluang dan tantangan yang ada hendaknya menjadi pemicu para generasi milenial untuk berinovasi dalam mengembangkan Smart Farming. Peran serta pemerintah sebagai stakeholder utama di bidang pembangunan pertanian tetap diperlukan,” tegasnya.
Terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi berharap agar inovasi dan teknologi di bidang pertanian dapat diadopsi dan dikembangkan secara massal hingga skala industri. Menurutnya, mekanisasi mampu menjawab tantangan kekurangan SDM, karena bertani jadi semakin cepat dan produktivitas petani menjadi lebih terjamin, dan mekanisasi mampu menekan losses (kehilangan hasil panen).
“Integrated farming berbasis zerro waste mampu mengefisiensikan biaya produksi Dan meningkatkan pendapatan petani . Tantangan Bagi kaum muda millenial untuk mengembangkan Teknologi Pertanian baik aspek Hulu, onfarm, hilirisasi,” ujarnya.
Suwandi menambahkan Kementan terus mengembangkan inovasi pertanian guna menghadapi berbagai tantangan ke depan yakni perubahan iklim ekstrim dan pandemi covid 19. Di antaranya mengoptimalkan potensi lahan kering, lahan rawa dan bagaimana petani bisa tanam Panen 4 Kali dalam setahun serta pengembangan aspek hilirisasi berbagai olahan pangan lokal yang dapat meningkatkan Nilai tambah Dan pendapatan petani.
“Saya mengapresiasi kepada ISWI dan UNAS, kedepannya terus dikembangkan dengan universitas dab institusi lain agar informasi pertanian bisa menyebar diberbagai kalangan,” pungkasnya.