Jumat, 19 April, 2024

Ngeri-ngeri Sedap Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

0leh: Ujang Komarudin

Perpanjangan masa jabatan presiden, mulai dimunculkan kembali ke ruang publik, tak tanggung-tanggung, 3 ketum partai koalisi Jokowi, Cak Imin, Airlangga, dan Zulhas, memiliki nada yang sama, agar Pemilu diundur, yang target utamanya tentu memperpanjang masa jabatan presiden.  

Dengan dalih pembenaran dan argumen, karena adanya aspirasi rakyat, menjaga kestabilan ekonomi, dan dikait-kaitkan dengan perang Rusia-Ukraina, ini menegasikan bahwa pembenaran dan argumen yang dibangun lemah dan sangat mengada-ngada. 

Namun saya tak aneh, jika wacara perpanjangan masa jabatan presiden tersebut dimunculkan kembali, sebagai bagian untuk melihat respons masyarakat. Jika rakyat rendah penolakannya atau cuek, maka via elite-elite politik, misi perpanjangan jabatan presiden akan dieksekusi. Namun jika penolakan rakyat kuat dan membesar, mereka akan wait and see, dan mungkin mereka yang akan mudur dan kalah.

- Advertisement -

Seminggu sebelum isu perpanjangan masa jabatan presiden di dengungkan kembali oleh Cak Imin, saya sudah mendapatkan informasi yang akurat dari salah satu petinggi partai besar di republik ini, bahwa dalam waktu dekat akan digulirkan kembali wacara perpanjangan masa jabatan presiden itu, ketum-ketum partai akan ditekan, sehingga mereka akan berbicara dengan nada yang sama, yaitu menunda Pemilu.

Jadi saya melihatnya ini ada dirigennya, ada yang atur, ada yang mainkan, sehingga ketiga ketum partai koalisi Jokowi bernada yang sama, seperti sedang bernyanyi dalam paduan suara,  namun kali ini nadanya sumbang dan bisa merusak demokrasi. Apa boleh buat, karena ditekan.  Suka tak suka, senang tak senang, mereka harus ikuti apa mau dirigen tersebut. 

Jauh-jauh hari, bahkan saya pernah ditawari, untuk menjadi juru bicara Jokowi tiga periode, oleh salah satu inisiatornya, yang juga merupakan pengamat politik. Kang Ujang, mau gak jadi Jubir 3 periode, jika sukses, nanti Kang Ujang juga bisa jadi Jubir Istana, kira-kira seperti itu tawaran yang diucapkan kepada saya. 

Saya dengan tegas, menolak tawaran tersebut, karena bagi saya, ini soal idealisme, ini soal menjaga konstitusi, ini soal menjaga demokrasi, dan ini soal menjaga Indonesia. Karena saya punya keyakinan, bahwa Jokowi 3 periode, perpanjangan masa jabatan presiden, menunda Pemilu, dan apapun nama yang sejenis, itu sama saja merusak tatanan berbangsa dan bernegara, sama saja mengkhianati reformasi.

Dan saya juga meyakini, perpanjangan masa jabatan presiden hanya kepentingan segelintir elite politik, yang haus kekuasaan, ingin melanggengkan dan mengokohkan jabatan dan kelompok oligarkinya, dan untuk kepentingan koorporasi yang mereka miliki. 

Jika mereka sukses menggolkan masa perpanjangan jabatan presiden, dengan cara mengundur Pemilu, maka lengkap sudah penderitaan rakyat, maka yang terjadi yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Yang berkuasa makin semena-mena, rakyat akan semakin menderita dan merana. 

Saya bersyukur masih bisa konsisten memperjuangkan aspirasi rakyat untuk menolak perpanjangan masa jabatan presiden. Awalnya saya berpikir, kok hanya saya dari pengamat politik dan akademisi, yang lantang menyuarakan, menolak perpanjangan masa jabatan presiden tersebut. Namun ternyata saya tidak sendirian, Muhammadiyah menolak, PDIP menolak, rakyat Indonesia juga saya yakin masih punya pikiran yang sama dengan saya.

Saya masih waras, rakyat Indonesia juga masih waras. Segudang lemari besi argumen pembenaran, yang dibangun oleh mereka untuk memperpanjang masa jabatan presiden, tak akan menyurutkan gelombang penolakan rakyat ke depan. 

Rakyat sudah susah, lalu dibuat gelisah dengan wacara perpanjangan masa jabatan presiden, rakyat sudah sekarat, sekolompok elite masih ingin terus berkuasa, ini yang disebut menari-nari di atas penderitaan rakyat. 

Mandat rakyat pada Jokowi itu hingga Oktober 2024. Rakyat memberi mandat dan legitimasi politik pada Jokowi, melalui Pemilu. Dan itu konstitusional. Mandat rakyat pada presidennya juga berbatas waktu. Lebih dari batas waktu itu, maka pemerintah tak memiliki legitimasi, mesti dicari-cari pembenaran dan dasar hukum seisi langit dan bumi.

Jika ada pihak-pihak yang ingin memperpanjang masa jabatan presiden, dengan cara tidak melalui Pemilu, maka rakyat berhak untuk tidak percaya pada presidennya, berhak untuk membangkangnya, dan berhak untuk menurunkannya. 

Jadilah elite yang berjiwa negarawan, jadi pulalah presiden yang berjiwa negarawan, jadilah ketum-ketum partai yang berjiwa negarawan. Jangan seenaknya sendiri, jangan ingin berkuasa sendiri, dan jangan ingin menang dan mengusai Indonesia sendiri.

Seorang yang berjiwa negarawan, paling tidak, ucapan, pikiran, dan tindakannya semuanya didasarkan untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Bukan didasarkan kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, atau bahkan partainya. 

Kacau republik ini, jika hanya dikuasai oleh segelintir orang yang terus ingin berkuasa. Hancur bangsa ini, jika kelompok tersebut menang. Konstitusi kita mengatur masa jabatan presiden dua periode. Tak ada masa perpanjangan masa jabatan presiden. Taati saja. In sya Allah pemerintahan akan khusnul khotimah. 

Yang saya khawatirkan adalah, jika sekolompok orang yang gila dan haus jabatan dan kekuasaan itu, memaksakan kehendaknya dengan cara menunda Pemilu yang berujung memperpanjang masa jabatan presiden, maka situasi politik ke depan bisa chaos. 

Ingat saat reformasi terjadi 1998, Pak Harmoko, ketika itu Ketua MPR/DPR RI, mengatakan pada Presiden Soeharto, bahwa saya sudah keliling Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia, mendukung kembali Bapak menjadi presiden. Akhirnya di bulan Maret 1998 Soeharto dilantik jadi Presiden, namun dua bulan kemudian di bulan Mei, harus mundur dari jabatannya, karena diturunkan oleh rakyat.Berdasarkan pengalaman di atas, hati-hati dengan mereka yang berniat ingin memperpanjang masa jabatan presiden, rakyat sudah siap-siap bergerak, dan rakyat akan bersatu untuk itu. Bersatu dan akan melawan setiap bentuk kekuaasan yang tak taat konstitusi. Dan sudah saatnya rakyat bersatu, untuk menolak dan melawan masa perpanjangan jabatan presiden. Bukankah begitu!.

*Penulis Adalah Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) & Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Jakarta

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER