MONITOR, Jakarta – Gaya dan pola hidup sehat menjadi trend global dan semakin akrab dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat sudah memiliki kesadaran tinggi untuk mengkonsumsi sumber pangan yang tidak menggunakan bahan kimia non alami, seperti pestisida termasuk pupuk.
Pesatnya animo pola hidup sehat dan permintaan bahan pangan organik ternyata belum diimbangi dengan lahan dan dukungan kebijakan. Sehingga permintaan belum tercukupi secara optimal. Padahal jika hal itu bisa dipenuhi maka daya saing usaha akan meningkat pun pendapatan rumah tangga tani. Bahkan tidak menutup kemungkinan mampu mendongkrak ekspor produk pertanian organik.
Surono, Peneliti Balai Penelitian Tanah, menyatakan bahwa pertanian organik sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai berbagai macam fungsi, seperti fungsi konservasi tanah, air, biodiverstas tanaman sumber pangan serta fungsi positif lainnya untuk mendukung hubungan simbiotik menguntungkan antara manusia dan lingkungan sekitarnya.
Surono yang juga tercatat sebagai anggota Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO) dan juga aktif di Innovation Centre for Tropical Sciences (ICTS) yang concern pada pengembangan pertanian organik di Indonesia melanjutkan bahwa sumberdaya untuk menunjang pertanian organik terpadu banyak tersedia di Indonesia, tinggal mengintregasikan sumberdaya tersebut untuk menghasilkan produk pangan sehat yang berkualitas dan mempunyai nilai kompetitif.
“Pendampingan dalam suatu program permberdayaan petani yang mempraktikan sistem pertanian organik perlu dilakukan secara sinergis oleh pemerintah dan swasta, perguruan tinggi, serta lembaga atau komunitas-komunitas lainnya,” kata Surono saat dihubungi, Jumat (25/2).
Sementara itu, Luthfi Azis, petani Lampung Timur menyampaikan bahwa menerapkan pertanian organik membutuhkan komitmen dan kesadaran yang kuat semua pihak terutama petani.
“Harus diakui, investasi di awal memang mahal. Tapi selanjutnya dengan mengoptimalkan bahan alam yang ada, pertanian organik justru lebih murah dan yang pasti keuntungannya menjanjikan,” ungkapnya.
Luthfi yang juga sarjana kimia mengingatkan bahwa tidak cukup hanya dengan menggunakan pupuk organik, suatu produk pertanian sudah bisa dikatakan sebagai produk organik.
“Produk pertanian dikatakan sebagai produk organik jika sudah memenuhi kriteria. Itu ada SNI-nya. Pengolahan lahan, benih, pupuk termasuk juga kemasannya,”
Namun, seiring berjalannya waktu, keseriusan dan dukungan beberapa pemerintah daerah sudah mulai terlihat. Sejumlah Pemda bahkan sudah menerbitkan Peraturan Daerah mengenai sistem pertanian organik, diantaranya Propinsi Bali, Kabupaten Lampung Tengah, dan Kabupaten Buleleng yang tengah menggodok rancangan Perda-nya.
Menurut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng I Made Sumiarta, seperti dikutip dari rri.co.id, latar belakang digagasnya Perda tersebut karena melihat kondisi tanah pertanian di Kabupaten Buleleng yang rusak akibat pupuk kimia.
“Penggunaan pupuk-pupuk kimia yang telah dilakukan sejak tahun 80-an itu sudah melewati batas aman dan berdampak besar terhadap tanah pertanian, oleh sebab itu perlu dilakukan pengembalian ke kondisi semula dengan penerapan sistem pertanian organik,” ungkap Sumiarta.
Seperti diketahui anggaran alokasi pupuk bersubsidi setiap tahunnya tidak bisa memenuhi semua kebutuhan petani yang ada di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, beberapa pakar menyarankan penggunaan pupuk organik sebagai salah satu solusi kekurangan pupuk sintesis (kimia).