MONITOR, Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) berupaya meningkatkan standar pada unit usaha produk hewan. Pada tahun 2022, Ditjen PKH menargetkan 500 Unit Usaha Produk Hewan memiliki sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV) yang bersumber dari anggaran pusat dan daerah.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma’arif
menyampaikan, sertifikasi NKV merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam memberikan jaminan keamanan produk hewan, yang akan digunakan dan dikonsumsi oleh masyarakat sekaligus mendorong akselerasi ekspor produk hewan.
“Kami targetkan peningkatan sebesar 500 unit usaha produk-hewan ber-NKV pada tahun 2022,” kata Syamsul di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Jumat (25/2).
Syamsul menjelaskan, untuk menjamin keamanan produk Hewan yang beredar di masyarakat, pemerintah mewajibkan setiap pelaku usaha yang memproduksi dan mengedarkan produk hewan untuk memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV).
Harapannya, agar terwujud kesehatan dan ketentraman batin masyarakat dalam mengkonsumsi produk pangan asal hewan. Tidak hanya produk pangan asal hewan, NKV juga diwajibkan bagi pelaku usaha produk hewan non pangan.
Mengingat produk hewan yang mudah rusak (perishable food) maka penanganan, proses pengolahan dan cara penyimpanan harus benar dan sesuai persyaratan teknis agar tidak menjadi tempat pertumbuhan dan perkembangan bakteri.
Jadi, tujuan sertifikasi NKV yaitu, terlaksananya tertib hukum dan tertib administrasi dalam pengelolaan usaha produk hewan. Selain itu memastikan bahwa unit usaha telah memenuhi persyaratan keamanan produk. Lalu, mempermudah ketertelusuran produk hewan.
“Salah satu contohnya, NKV merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen telur konsumsi agar produknya bisa beredar karena harus dicantumkan pada label dan kemasan. Dengan adanya NKV pada kemasan masyakat tahu produk telur tersebut aman dan layak dikonsumsi” papar dia.
Dikatakan Syamsul, regulasi tersebut mengacu pada Undang-Undang (UU) Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 18 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 95 tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan kesejahteraan Hewan.
Kemudian dijabarkan melalui Peraturan Menteri Pertanian No 11 tahun 2020 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Produk Hewan serta Permentan nomor 15 tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko Sektor Pertanian.
“Penerapan NKV ini dilaksanakan secara bertahap melalui proses pembinaan yang dilakukan bersama oleh pusat, provinsi dan kabupaten/kota,” ungkapnya.
Koordinator Higiene, Sanitasi dan Penerapan, Apriyani Lestariningsih menyampaikan, sertifikasi NKV tidak hanya sebagai penjaminan keamanan bagi pangan asal hewan yang beredar di dalam negeri, tetapi juga menjadi nomor registrasi unit usaha produk hewan yang merupakan instrumen penting dalam mendorong ekspor produk hewan.
“Sekaligus menjadi salah satu daya saing utama dalam perdagangan internasional dalam meningkatkan pendapatan negara,” ucap Apriyani.
Adapun jenis unit usaha yang harus memiliki sertifikat NKV yaitu, rumah potong hewan (RPH) yang terdiri dari RPH ruminansia, babi dan unggas, unit usaha budidaya berupa sapi perah dan unggas petelur serta unit usaha pengolahan produk pangan asal hewan seperti susu, daging dan telur.
Selain itu, unit usaha pengolahan hewan non pangan, unit usaha distribusi seperti penampung susu, kios daging, ritel, gudang berpendingin, gudang kering, penanganan atau pengolahan madu, serta pengumpulan, pelabelan dan pengemasan telur konsumsi juga wajib memiliki sertifikat NKV.
“Unit usaha sarang burung walet, baik rumah, pencucian, pengumpulan atau pengolahan. juga diwajikan (ber-NKV),” imbuh Apriyani.
Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi menjadi produsen pangan dunia. Komoditi peternakan menjadi salah satu komoditi yang saat ini terus ditingkatkan eksportasinya.
Beberapa komoditi peternakan yang memiliki potensi besar dalam meningkatkan devisa negara melalui ekspor diantaranya adalah olahan daging sapi, ayam, dan susu, telur asin, sarang burung walet, dan produk hewan lainnya.
Ia menerangkan saat ini beberapa unit usaha telah mengekspor berbagai komoditi peternakan ke berbagai negara di antaranya adalah Jepang, Bangladesh, Irak, Kuwait, Lebanon, Uni Emirat Arab, Yordania, India, Pakistan, Sri Langka, Malaysia, Philippina, Singapura, Thailand, Vietnam, Kanada, Amerika Serikat, Malta, Angola, Bukirna Faso, Kamerun, Kongo, Sierra Leon, Tonga, Australia, Fiji, New Zealand, Papua New Guinea, Kepulauan Solomon, Vietnam, Tiongkok, Nigeria, dan Singapura, PNG dan Timor Leste.
Dalam mendorong ekspor, NKV merupakan jaminan keamanan produk hewan oleh pemerintah yang diakui dan menjadi persyaratan negara tujuan. Negara tujuan ekspor akan terus diperluas seiring dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan daya saing produk hewan strategis ekspor.
Tercatat nilai ekspor Subsektor Peternakan pada tahun 2021 (YoY) untuk volumenya juga tumbuh sebesar 1,21% (dari 325.442 ton menjadi 329.390 ton) dan nilainya tumbuh 8,21% (dari U$964.653 ribu menjadi US$ 1.043.821 ribu).
“Kedepannya diharapkan pencapaian kinerja subsektor peternakan terus meningkat dari tahun ke tahun,” tandasnya.