MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf menyatakan regulasi pengaturan pengeras suara di masjid/musala yang dirilis Kementerian Agama melalui produk Surat Edaran Menteri Agama No.5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid/Musala, bukanlah produk peraturan perundang-undangan.
Dilihat dari sisi regulasi, Bukhori menilai surat edaran tersebut merupakan kebijakan yang mengatur urusan internal kelembagaan.
Meski demikian, ia menilai janggal sebab surat edaran tersebut tidak hanya dialamatkan kepada instansi vertikal atau satuan kerja di bawah Kementerian Agama, tetapi juga ditujukan kepada MUI, DMI, Ormas Islam, serta pengurus masjid dan musala yang secara kedudukan merupakan entitas di luar Kementerian Agama.
“Pertanyaannya adalah apakah surat edaran tersebut memiliki kekuatan mengikat sampai ke entitas di luar Kementerian Agama?” tanya Bukhori dalam keterangannya, Jumat (25/2/2022).
Ia menjelaskan, di dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, produk berupa surat edaran tidak ditemukan dalam hirarki peraturan perundang-undangan. Sebab, surat edaran adalah penjelasan suatu kebijakan.
Bahkan mengutip satu pakar hukum tata negara menyebutkan, surat edaran bukanlah produk peraturan perundang-undangan, tetapi dipaksa untuk mengikat. Sehingga, dalam konteks aturan mengenai pengeras suara di masjid/musala, surat edaran ini janggal karena mencoba mengatur masyarakat yang secara kedudukan berada di luar instansi Kementerian Agama.
Anggota Badan Legislasi ini mengatakan, pihaknya menghargai niat baik Kementerian Agama untuk mewujudkan harmoni sosial melalui surat edaran tersebut. Namun, menurutnya, tidak semua isu dapat diselesaikan melalui pendekatan instruksi oleh Negara.