Sabtu, 27 April, 2024

Penguatan Sistem Keamanan Laut dan Urgensi Pendirian Indonesia Sea and Coast Guard

MONITOR, Jakarta – Pakar Kemaritiman yang juga Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS mengatakan bahwa Indonesia memiliki permasalahan akut penanganan keamanan dan penegakan hukum dalam sektor kelautan meski banyak regulasi yang mengatur dalam pengelolaan sumber daya laut dan pesisir.

Hal tersebut diungkapkan Rokhmin pada Rapat Dengar Pendapat Umum Tim Kerja Kelautan DPD RI Tentang RUU Tentang Perubahan UU No. 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan di Gedung Nusantara III, Komplek DPR-MPR Jakarta, Senin (24/1/2022).

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu menyebut luasnya cakupan areal pengawasan dimana panjang pantai sekitar 99.000 km yang melingkari 17.504 pulau besar dan kecil dan total perairan seluas hampir 6,4 juta km², menyebabkan kapal patroli yang ada tidak dapat melakukan pengawasan secara optimal dan juga membutuhkan biaya yang besar.

“Selain itu, tingginya tekanan ekonomi kepada para nelayan yang menyebabkan tekanan terhadap ekosistem laut juga semakin tinggi, termasuk lemahnya mekanisme koordinasi antar Lembaga,” katanya.

- Advertisement -

Sebagai informasi, UU No 6 Tahun 1996  memberikan kewenangan kepada TNI AL, Polri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Kehakiman untuk menegakkan hukum di wilayah laut.

Selain itu, UU No 34 Tahun 2004 tentang penegakan hukum oleh TNI AL serta Peraturan Presiden No 178 Tahun 2014 pembentukan Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk menggenapi perintah UU Nomor 17 Tahun 2008.

RDP Tim Kerja Kelautan DPD RI, Senin (24/1/2022).

Dalam beberapa kasus, Ketua DPP PDIP Bidang Kelautan dan Perikanan itu mengungkap bahwa sebagian besar indikasi pelanggaran berada di Daerah Penangkapan Ikan WPP (64%) dan Daerah Penangkapan Ikan Laut Lepas (27%).

Rokhmin mengingatkan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang 75% wilayahnya berupa laut dengan posisi geografis strategis dan kekayaan SDA lautnya yang melimpah, Indonesia menyimpan berbagai potensi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG).

“Keamanan di wilayah laut baik berasal dari dalam maupun luar negeri. Akan tetapi, penanganan keamanan dan penegakan hukum di wilayah laut Indonesia hingga kini tidak efektif karena banyaknya regulasi terkait dan institusi sektoral yang memiliki kepentingan masing-masing,” terangnya.

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu menyebut UU No. 32/2014 tentang Kelautan yang mengamanatkan dibentuknya Badan Keamanan Laut (Bakamla) sejatinya bisa menjadi jalan dalam mengharmonisasikan penanganan keamanan dan penegakan hukum di laut.

“Sayangnya, dalam UU tersebut ketentuan tugas Bakamla dibatasi hanya melaksanakan fungsi penjagaan/patroli, tidak menyertakan fungsi komando dan koordinasi penegakan hukum serta kewenangan penyelidikan, sehingga keberadaannya menjadi tidak optimal,” katanya.

“Kententuan fungsi komando dan koordinasi penegakan hukum di laut justru terdapat pada UU No. 17/2008 tentang Pelayaran yang mengamatkan dibentuknya penjaga laut dan pantai (Sea and Coast Guard),” tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Rokhmin menjabarkan sejumlah strategi penguatan sistem keamanan laut diantaranya; Pertama, meningkatkan sinergi dan kolaborasi pengelolaan keamanan wilayah laut melalui penyederhanaan regulasi sehingga tidak overlapping kewenangan antara instansi.

Kedua, menyusun kebijakan taat kelola kelautan, sistem info maritim, dan peringatan dini yang terintegrasi sehingga memudahkan dalam penegakan hukum.

Ketiga, Memperkuat Bakamla dengan fungsi utama: a) mengkoordinir semua kegiatan pengawasan dan penegakan hukum; b) membantu lembaga penegakan hukum di daerah; dan c) membantu TNI AL dalam menjaga kedaulatan wilayah laut Indonesia. “Jadikan Indonesia Coast Guard,” ujarnya. 

Keempat, Perlu adanya sinergi diplomasi kelautan dalam rangka mendukung peningkatan kapasitas dan kapabilitas sistem keamanan laut melalui kerjasama dengan luar negeri.

Kelima, Meningkatkan kapasitas perekonomian dan meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan masyarakat pesisir melalui kebijakan ekonomi yang kreatif dan komprehensif dari masing-masing pemerintah daerah, bekerja sama dengan pemerintah pusat misalnya menjadikan sebagai sentra perikanan, destinasi wisata bahari, atau lokus laboratorium untuk studi di bidang kemaritiman.

Keenam, Menjadikan pulau-pulau terdepan, terluar, dan terpencil sebagai keuntungan geografis dengan memanfaatkannya sebagai benteng terdepan di dalam konsep pengamanan wilayah maritim.

Ketujuh, Merekonstruksi ulang pengalokasian anggaran yang diperlukan oleh lembaga atau institusi yang bergerak di bidang kelautan.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER