HUKUM

JPU KPK Tuntut Pencabutan hak Politik Azis Syamsuddin

MONITOR, Jakarta – Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa Azis Syamsuddin berupa pencabutan hak politik.

Hal tersebut merupakan pidana tambahan, yakni meminta agar hakim mencabut hak Azis Syamsuddin untuk dipilih sebagai pejabat publik selama 5 tahun setelah menjalani pidana pokok setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

“Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik atau politik selama 5 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana pokok,” kata Jaksa Lie dalam surat tuntutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (24/1/2022).

Selain itu, jaksa KPK hanya menuntut empat tahun 2 bulan penjara terhadap mantan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin. Azis juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa meyakini bahwa Azis Syamsuddin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Azis diyakini terbukti menyuap mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju terkait pengurusan sejumlah perkara yang sedang ditangani oleh lembaga antirasuah tersebut.

“Menyatakan terdakwa M Azis Syamsuddin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar tindak pidana korupsi dalam dakwaan pertama,” ujar Jaksa KPK, Lie Putra Setiawan.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa M Azis Syamsuddin dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 2 bulan serta pidana denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan,” sambungnya.

Dalam tuntutannya, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terhadap politikus Partai Golkar tersebut.

Sementara hal-hal yang memberatkan terhadap Azis Syamsuddin, karena terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Kemudian, perbuatan terdakwa Azis Syamsuddin juga dinilai telah merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).

Terdakwa Azis juga dianggap tidak mengakui kesalahannya dan berbelit-belit selama persidangan.

“Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya,” tuturnya.

Recent Posts

Moderasi Beragama Itu Dibutuhkan Sepanjang Masa

MONITOR, Serang - Moderasi beragama bukanlah proyek, tetapi perjuangan bagi seluruh bangsa Indonesia. Indonesia yang…

4 jam yang lalu

Setahun Pemerintahan Prabowo, Pengusaha UMKM Bangkit dengan Fasilitasi KUR

MONITOR, Jakarta - Memasuki setahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka,…

4 jam yang lalu

Kemenhaj RI dan Kemenhaj Saudi Tandatangani MOU untuk Penyelenggaraan Haji 2026

MONITOR, Jakarta - Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia, resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan…

5 jam yang lalu

OMI 2025, Wamenag Banggakan Perkembangan Madrasah Masa Kini

MONITOR, Tangerang - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafi’i menegaskan bahwa pendidikan di madrasah…

6 jam yang lalu

Peminat Tinggi, Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta Siap Buka Program Doktor Advanced Islamic Religious Studies

MONITOR, Jakarta - Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyatakan kesiapan membuka Program Doktor (S3)…

8 jam yang lalu

DPR Nilai Usulan Penambahan Insentif dari PAD Bukan Solusi Ideal Cegah Korupsi Kepala Daerah

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin menilai usulan tambahan insentif dari Pendapatan…

8 jam yang lalu