MONITOR, Jakarta – Tim Satuan Tugas (Satgas) penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan sejumlah uang dalam bentuk rupiah dengan total Rp5,7 miliar saat operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Bekasi, Jawa Barat, pada Rabu (5/1/2022) kemarin.
“Seluruh bukti uang yang diamankan dalam kegiatan tangkap ini sekitar Rp 3 miliar rupiah dan buku rekening bank dengan jumlah uang sekitar Rp2 Miliar lebih,” kata Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam konferensi pers di gedung merah putih KPK, Jakarta, Kamis (6/1/2022).
Selain itu, Firli mengatakan ada uang yang diamankan saat OTT terhadap sejumlah pihak, salah satunya Mulyadi alias Bayong (MY), Lurah Kati terkait dugaan korupsi berupa suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintahan Kota (Pemkot) Bekasi.
Diketahui, saat OTT, KPK mengamankan 14 orang orang pada Rabu, 5 Januari 2022 sekitar jam 14.00 Wib di beberapa tempat di wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat dan Jakarta. Salah satunya Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi (RE) dan sejumlah pihak swasta.
“Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Tersangka RE yang dikelola oleh MY yang pada saat dilakukan tangkap tangan, tersisa uang sejumlah Rp600 juta rupiah,” ucap Firli.
“Kemudian uang dibawah yayasan milik keluarga RE sejumlah Rp100 juta dari SY,” sambungnya.
Sementara kronologis Tangkap Tangan (OTT), kata Firli, dalam rangka menindak lanjuti laporan masyarakat atas informasi adanya dugaan penyerahan uang kepada penyelenggara negara.
Selanjutnya pada Rabu 5 Januari 2022, tim KPK bergerak menuju sebuah lokasi di Kota Bekasi. Tim mendapatkan informasi jika uang akan diserahkan oleh MB (M Bunyamin) selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi kepada Walikota Bekasi RE.
“Tim melakukan pengintaian dan mengetahui jika MB telah masuk ke rumah dinas Wali Kota Bekasi dengan membawa sejumlah uang dan diduga telah diserahkan kepada Walikota Bekasi,” ucap Firli.
Tak berhenti sampai disitu, tim KPK selanjutnya sekitar pukul 14.00 WIB bergerak mengamankan MB pada saat keluar dari rumah dinas Wali Kota.
“Setelah itu tim KPK masuk ke rumah dinas Walikota dan mengamankan beberapa pihak diantaranya RE (Walikota Bekasi), MY, BK dan beberapa ASN Pemkot Bekasi,” paparnya.
Selain itu, lanjut Firli, ditemukan bukti uang dengan jumlah miliaran dalam pecahan rupiah. Namun demikian, secara paralel, tim operasi senyap juga melakukan penangkapan terhadap beberapa pihak swasta, antara lain NV di wilayah Cikunir, AA di Daerah Pancoran dan SY di daerah Sekitar Senayan Jakarta.
“Selanjutnya seluruh pihak yang diamankan dibawa ke gedung merah putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan,” tuturnya.
Sementara malamnya sekitar pukul 19.00 WIB, tim KPK juga bergerak mengamankan MS dan JL masing-masing di rumah pribadinya di Bekasi. Kemudian pada Kamis, 6 Januari 2022, tim KPK juga kembali mengamankan 2 orang yaitu WY dan LBM alias Anen beserta barang bukti uang ratusan juta dalam pecahan rupiah.
Setelah jalani pemeriksaan, penyidik KPK menetapkan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi sebagai tersangka penerima suap. Kemudian Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M Bunyamin, dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi, sebagai tersangka dalam kasus suap tersebut.
“Sebagai penerima suap, yakni RE (Rahmat Effendi), MB (M. Bunyamin), MY (Mulyadi alias Bayong), Lurah Kati Sari, WY (Wahyudin) sebagai Camat Jatisampurna, dan JL (Jumhana Lutfi), sebagai Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi,” ucap Firli.
Sementara sebagai pemberi suap kepada pejabat daerah di Bekasi tersebut merupakan pihak swasta yang mengerjakan proyek pengadaan barang dan jasa.
“Sebagai pemberi suap, yakni AA (Ali Amril) sebagai pihak Swasta atau Direktur PT ME (MAM Energindo, LBM (Lai Bui Min alias Anen) swasta, dan SY (Suryadi), Direktur PT KBR (Kota Bintang Rayatri dan PT HS Hanaveri Sentosa, serta MS (Makhfud Saifudin) yang merupakan Camat Rawalumbu,” tuturnya.
Para Tersangka disangkakan, sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kemudian sebagai penerima suap, Rahmat Effendi dan yang lainnya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.