Kamis, 28 Maret, 2024

Ibu sebagai Pendidik yang Utama

Oleh: Imam Syafei, S.Pd, M.MPd*

Kekerasan dalam bentuk tawuran ternyata tidak hanya diperankan oleh orang dewasa saja. Belakangan ini justru banyak pelajar yang menjadi aktor aksi anarkis yang tentumerugikan bagi masa depan mereka. Lebih menyedihkan lagi, tawuran antarpelajar ini sering memakan korban jiwa dari salah satu siswa yang terlibat tawuran.

Fenomena tawuran pelajar sebenarnya bukan hal baru. Masyarakat sering disuguhi aksi premanisme pelajar, baik langsung maupun lewat pemberitaan di media massa. Hal ini merupakan fakta yang mesti diakui bersama bahwa tawuran menunjukkan kegagalan dunia pendidikan dan keluarga dalam mencetak generasi bangsa yang berilmu dan bermoral.

Kasus tawuran antarpelajar di Kota Bogor, misalnya, yang terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.  Sepanjang tahun 2021, tawuran pelajar di kota Bogor meningkat hingga 200 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, Kasatreskrim Polresta Bogor Kota, Kompol Dhoni Erwanto, mengatakan pada 2021 ini kasus tawuran pelajar mencapai 45 kasus.

- Advertisement -

Momentum Hari Ibu 

Aksi tawuran pelajar hingga kini belum dapat terselesaikan. Justru yang terjadi adalah sebaliknya, aksi tawuran pelajar semakin meningkat. Karena itu, untuk meminimalisir aksi-aksi amoral tersebut dibutuhkan peran keluarga terutuma seorang ibu. Sebab, baik buruknya pendidikan ibu terhadap anaknya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan dan watak anaknya di kemudian hari.

Setiap tanggal 22 Desember kita memperingati Hari Ibu. Di tengah meningkatnya aksi anarkisme pelajar, maka peringatan Hari Ibu ini dapat dijadikan sebagai momentum bagi orang tua untuk mendidik anak-anaknya menjadi pribadi yang terdidik dan bermoral. Dengan kata lain, tanpa peran orang tua rasanya sangat sulit mencetak generasi bangsa yang mandiri, kreatif dan berakhlak mulia. Dalam ajaran Islam, akhlak menempati tempat yang luhur. Ia merupakan bagian dari misi utama agama Islam. 

Ibu memiliki peran strategis dalam membangun sebuah peradaban bangsa. Ia akan menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam menjalani proses kehidupan. Dengan demikian, para pelajar yang sering melakukan tawuran dapat dipastikan kurang mendapatkan pendidikan akhlak di dalam keluarga. Jiwa mereka kering sehingga mudah melakukan berbagai tindakan yang justru merugikan dirinya dan orang lain. 

Kunci kesuksesan pendidikan anak dalam rumah tangga berada di tangan para ibu. Para ibu memiliki persentase paling besar dalam memberikan waktu, kasih sayang, pendidikan, pembinaan, pemeliharaan dan pengembangan potensi yang ada pada diri seorang anak.

Dalam konteks ini, Abu Filza (2001) menegaskan,peran ibu dalam pendidikan anak lebih utama dan dominan daripada peran ayah. Hal ini perlu dipahami karena ibu orang yang lebih banyak menyertai anak-anaknya sejak seorang anak itu lahir, bahkan dikatakan bahwa pengaruh ibu terhadap anaknya dimulai sejak dalam  kandungan.

Meskipun demikian, bukan berarti kita menafikan peran seorang ayah. Peran ayah juga penting terutama dalam memberikan pendidikan akhlak dan keteladanan kepada semua anggota keluarga. Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial anak. 

Sayangnya, di era digital dewasa ini, tidak sedikit orang tua yang sepenuhnya menyerahkan urusan pendidikankepada lembaga pendidikan. Padahal keberhasilan atau kegagalan anak tidak dapat dilepaskan dari peran orang tua. Dan, hal ini dimulai dari lingkungan keluarga. Karenanya,seorang perempuan yang sudah memiliki anak atau calon ibu harus mempersiapkan diri dengan ilmu pengetahuan,perilaku yang baik (akhlak) dan wawasan tentang pola asuh anak. Modal ini penting dimiliki oleh setiap perempuankarena dari mereka akan lahir generasi bangsa yang mampu membawa perubahan positif di tengah-tengah masyarakat. 

Semoga Hari Ibu tahun ini menjadi momentum bagi perempuan untuk mengoptimalkan perannya dalam memberikan pendidikan akhlak sehingga aksi-aksi kekerasan yang melibatkan pelajar tidak terulang lagi atau setidak-tidaknya dapat diminimalisir.

*Penulis Adalah Ketua Yayasan Pendidikan Tinggi Imam Syafei Bandung

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER