Rabu, 24 April, 2024

Cetak Biru Pembangunan Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat

MONITOR, Padang – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Rokhmin Dahuri memaparkan cetak biru pembangunan kelautan dan perikanan provinsi Sumatera Barat untuk mendongkrak kontribusi sektor tersebut lebih maksimal dalam pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Paparan tersebut disampaikan saat menjadi narasumber FGD yang dilaksanakan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sumatera Barat di Aula DKP Provinsi Sumbar, Kota Padang, Jum’at (10/12/2021).

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Kabinet Gotong Royong tersebut mengatakan dengan dengan potensi yang dimiliki, kontribusi sektor kelautan dan perikanan di Sumatera Barat (Sumbar) harusnya menyumbang minimal 15 persen pendapatan daerah.  

“Yang harus disumbangkan sektor Kelautan dan Perikanan sumbar jika melihat potensi yang dimilki sangat luar biasa kontribusinya minimal 15 persen bukan seperti sekarang baru 4 persen caranya bagaimana? Ya, seperti yang saya paparkan dengan strategi revitalisasi dan evaluasi mana yang tidak produktif, kemudian perluasan usaha atau ekstentifikasi, diversifikasi komoditas budidaya dimana kita kaya keanekaragaman hayati dan yang terakhir hilirisasi,” katanya.

Dalam paparannya pada FGD tersebut, Prof Rokhmin membebrkan sejumlah data diantaranya kontribusi sektor perikanan Sumbar terhadap PDRB adhb terus meningkat, rata-rata 2,4% per tahun dimana sejak tahun 2014, produksi perikanan budidaya Sumbar melebihi produksi perikanan tangkap

- Advertisement -

Sementara untuk Perikanan Tangkap, berdasarkan DKP Sumbar tahun2021 Potensi Sumber Daya Ikan atau SDI dari Laut Sumber berada di WPP 572 dengan Potensi SDI 565.100 ton/tahun. “Hingga 2019, tingkat pemanfaatan potensi tersebut mencapai 37,8 persen,” ungkap Prof Rokhmin.

Potensi sub sektor perikanan tangkap di Sumbar juga didukung oleh perairan umum darat (PUD) dimana Kabupaten/Kota wilayah pesisir Sumbar dialiri sungai  Natal-Batahan, Masang-Pasaman, Tarusan-Silaut, & Siberut-Pagai-Sipora. Selain itu terdapat danau alam Singkarak (13.011 ha) di Kabupaten Tanah Datar, Diatas (3.150 ha), Dibawah (1.400 ha), dan Talang (1.02 ha) di Kabupaten Solok.

Adapun untuk sub sektor perikanan budidaya total potensi lahan Sumbar sebesar 43.100 Ha, dengan tingkat pemanfaatan hingga 2019 hanya 42,3% dimana sebagian besar berupa Kolam. “Hingga 2019, sekitar 86,9% produksi perikanan budidaya Sumbar berasal dari Kolam,” ujarnya.

Permasalahan dan Tantangan

Sejumlah permasalah dan tantangan pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Sumatera Barat seperti pada sub sektor Perikanan Tangkap antara lain menurut Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) adalah sebagian besar usaha penangkapan ikan bersifat tradisional: (1) tidak memenuhi economy of scale, (2) tidak menggunakan teknologi mutahkir, (3) tidak menerapkan Integrated Supply Chain Management System (manajemen terpadu hulu – hilir), dan (4) tidak mengikuti prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development).

“Kebanyakan nelayan belum sejahtera; dan kontribusi Subsektor Perikanan Tangkap bagi perekonomian SUMBAR (PDRB, PAD, ekspor, dan lapangan kerja) masih rendah,” terangnya.

Permasalahan dan tantangan lainnya adalah mayoritas nelayan belum menerapkan Best Handling Practices. “Saat ikan didaratkan di Pelabuhan Perikanan (Tempat Pendaratan Ikan) kualitasnya rendah sehingga harga jual ikan rendah,” jelas Prof Rokhmin.

Dalam sub sektor perikanan budidaya, sejumlah permasalahan dan tantangannya antara lain; Kebanyakan usah budidaya ikan dikerjakan secara tradisional, Penggunaan benih (benur) yang tidak unggul (SPF, SPR, dan fast growing), karena katersediaannya terbatas atau harganya mahal sehingga menyebabkan produktivitas rendah atau gagal panen.

“Harga pakan terus naik, sementara harga jual ikan hasil budidaya naiknya lambat atau stagnan.  Padahal, sekitar 60 persen total biaya produksi budidaya untuk pakan,” tegas Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.

Prof Rokhmin juga mengungkap fakta dilapangan dimana kebanyakan pembudidaya ikan belum menerapkan Best Aquaculture Practices, yakni penggunaan benih unggul, pakan berkualitas dan manajemen pemberian pakan, pengendalian hama & penyakit, manajemen kualitas air, pond engineering (lay out, desain, dan material media), dan biosecurity.

Ledakan wabah penyakit yang acap kali mengakibatkan rendahnya produktivitas (hasil panen) atau gagal panen juga menjadi maslah dan tantangan tersendiri.

Sementara untuk subsektor Industri Pengolahan & Pemasaran Hasil Perikanan, berbagai permasalahan dan tantangannya antara lain; Sebagian besar Industri Pengolahan Hasil Perikanan  (UPI = Unit Pengolahan Ikan) berskala Kecil dan Mikro, bersifat tradisional. Kemudian kontinuitas pasok bahan baku berkualitas dan aman (food safety) bagi industri pengolahan hasil perikanan rentan dan kemampuan pemasaran baik di pasar global maupun domestik.

“Relatif rendahnya daya saing komoditas dan produk olahan hasil perikanan, karena: biaya processing yang lebih mahal, rendahnya inovasi produk olahan, rendahnya aplikasi
Best Manufakturing Practices, rendahnya kualitas dan keamanan produk (penolakan dari negara importir), tingginya biaya tetap dan biaya sosial,” jelasnya.

Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2019-2024 itu menyebut secara umum permasalahan dan tantangan pembangunan sektor kelautan dan perikanan adalah; pertama, terbatasnya Infrastruktur Perikanan (Pelabuhan Perikanan, Saluran Irigasi dan Drainasi, Pasar Ikan Modern, dll) dan infrastruktur dasar (listrik air, bersih, telkom, dan internet).

Kedua, pencemaran; degradasi fisik ekosistem alam (sungai, danau, mangrove, estuari, terumbu karang); biodiversity loss; dan jenis kerusakan lingkungan lainnya. Ketiga, Dampak Perubahan Iklim Global, tsunami, gempa bumi, dan bencana alam lainnya. Keempat, Suku bunga Bank yang tinggi dan persyaratan pinjam yang memberatkan.

Kelima, Ego sektoral, ego daerah, dan konflik kewenangan. Keenam, Iklim investasi dan Ease of Doing Business (Kemudahan Berbisnis) kurang kondusif. Ketujuh, Kualitas SDM (knowledge, skills, etos kerja, dan akhlak) relatif rendah. Kedelapan, Kerjasama Penta Helix (Pemerintah – Akademisi/Peneliti – Swasta (Industri) – Masyarakat – Media Masa) belum terbangun secara baik. Kesembilan, Kebijakan Politik Ekonomi belum kondusif.

Strategi, Kebijakan, dan Program

Menurut Prof Rokhmin, Sektor Kelautan dan Perikanan dianggap berperan (berjasa) signifikan bagi kemajuan dan kesejahteraan suatu wilayah (Kabupaten/Kota, Provinsi, atau Negara), bila ia mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang: (1) tinggi (rata-rata > 7% per tahun), (2) berkualitas (banyak menyerap tenaga kerja), (3) inklusif (mampu mensejahterakan seluruh pelaku usaha dan stakeholders secara berkeadilan), dan (4) ramah lingkungan serta berkelanjutan (sustainable).

“Seorang nelayan, pembudidaya ikan, pengolah hasil perikanan, dan pedagang ikan termasuk sejahtera, jika pendapatan (income) nya > US$ 300 (Rp 4,5 juta) per bulan,” katanya.

Untuk mendorong Peningkatan Pendapatan Nelayan diantaranya Peningkatan produktivitas (CPUE, Hasil Tangkap per Satuan Upaya) secara berkelanjutan (sustainable) melalui Modernisasi teknologi penangkapan ikan (kapal, alat tangkap, dan alat bantu); dan penetapan jumlah kapal ikan yang boleh beroperasi di suatu unit wilayah perairan, sehingga pendapatan nelayan rata-rata > US$ 300 (Rp 4,5 juta)/nelayan ABK/bulan secara berkelanjutan di Kabupaten/Kota Pesisir – Laut: Kep. Mentawai, Pessel, Kota Padang, Agam, Kota Padang Pariaman, Pariaman, dan Pasaman Barat.

“Modernisasi armada kapal ikan tradisional yang ada saat ini, sehingga pendapatan nelayan ABK > US$ 300 (Rp 4,5 juta)/nelayan/bulan. Pengembangan 200 Kapal Ikan Modern (> 30 GT) dengan alat tangkap yang efisien dan ramah lingkungan untuk memanfaatkan SDI di wilayah laut 12 mil – 200 mil (WPP-571) dan Laut Lepas (> 200 mil), dengan landing base: 50 KI di Sikakap, 50 KI di Carocok, 50 KI di Bungus, dan 50 KI di Air Bangis,” ungkapnya.

“Nelayan harus menangani ikan dari kapal di tengah laut hingga didaratakan di pelabuhan perikanan (pendaratan ikan) dengan cara terbaik (Best Handling Practices), sehingga sampai di darat kualitas ikan terpelihara dengan baik, dan harga jual tinggi,” tambahnya.

Pemerintah lanjut Prof Rokhmin wajib menyediakan sarana produksi dan perbekalan melaut (kapal ikan, alat tangkap, mesin kapal, BBM, energi terbarukan, beras, dan lainnya) yang berkualitas tinggi, dengan harga relatif murah dan kuantitas mencukupi untuk nelayan di seluruh wilayah Prop. SUMBAR.

Sedangkan di sub sektor perikanan budidaya, Prof Rokhmin mendorong beberapa langkah kebijakan dan program yakni; Pertama, revitalisasi semua unit usaha (bisnis) budidaya laut (mariculture), budidaya perairan payau (coastal aquaculture), dan budidaya perairan darat untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, inklusivitas, dan keberlanjutan (sustainability) nya.

Kedua, Ekstensifikasi usaha di lahan perairan baru dengan komoditas unggulan, baik di ekosistem perairan laut (kakap putih, kerapu, lobster, dan rumput laut Euchema spp); payau (udang Vaname, Bandeng, Nila Salin, Kepiting, dan rumput laut Gracillaria spp); maupun darat (nila, patin, lele, mas, gurame, dan udang galah).

“Tahun 2022 – 2024 Pengembangan 5.000 ha tambak udang Vaname intensif di: Pessel, Kota Pariaman, Padang Pariaman, Agam, dan Pasbar,” katanya. 

Ketiga, Diversifikasi usaha budidaya dengan spesies baru di perairan laut, payau, dan darat. “Penguatan dan pengembangan usaha perikanan budidaya di setiap Kabupaten dan Kota berbasis komoditas unggulan setempat (lokal),” ujarnya. 

Untuk Kabupaten/Kota non-pesisir (LAND-LOCK AREAS) Komoditas/spesies unggulannya adalah jenis-jenis ikan perairan tawar, seperti: ikan Nila, Gurame, Mas, Patin, Lele, Baung, Belida, Udang Galah, dan ikan hias.

Untuk Kabupaten/Kota pesisir – LAUT Komoditas unggulan di perairan laut: kakap putih, kerapu, kerang hijau, kerang darah, gonggong, lobster, bawal bintang, dan rumput laut (Euchema spp).  Komoditas unggulan perairan payau (tambak): Udang Vaname, Nila Salin, Bandeng, Kepiting, dan Rumput Laut (Gracillaria spp).  Komoditas unggulan di perairan tawar: ikan Nila, Gurame, Mas, Patin, Lele, Baung, Udang Galah, dan ikan hias.

Khusus terkait Pengelolaan Perikanan Danau Singkarak dan Maninjau, Duta besar kehormatan Jeju Island Korea Selatan itu mengusulkan sejumlah langkah kebijakan dan program yakni penataan ruang (zonasi) Perairan Danau dimana minimal 30% untuk kawasan lindung (reservat); 15% untuk perikanan budidaya KJA; kawasan penangkapan ikan; dan lainnya.

Tingkat penangkapan ikan harus kurang dari 80 persen MSY atau daya dukung lestari. Penggunaan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Penerapan beberapa teknik manajamen perikanan tangkap: closed seasons, closed areas, pembatasan ukuran mata jaring, Community-Based Management, dan lain-lain.

Selain itu, Konservasi biota endemik (Ikan Bilih, dan lainnya) pada tingkat genetik, spesies, dan ekosistem. Lokasi KJA untuk budidaya ikan pada kedalaman kurang dari 50 m.

“Pengendalian (pembatasan) masuknya limbah dari wilayah sekitar Danau ke dalam perairang Danau: No limbah B3, dan limbah non-B3 laju pembuangannya < Kapasitas Asimilasi perairan Danau. Manajemen Lahan Atas yang baik dan benar untuk mencegah pendangkalan perairan danau dan menjaga stabilitas aliran air sungai ke Danau,” katanya.

Program Prioritas

Program Peningkatan Produktivitas dan Produksi: program peningkatan kapasitas BBI dan UPR dalam rangka peningkatan mutu benih/induk ikan dan  jenis-jenis ikan yang diminati pasar, baik yang akan didistribusikan oleh UPTD Balai Benih Ikan Sicincin dan UPTD Balai Benih Ikan Pantai Teluk Buo maupun instalasi dibawahnya untuk Balai Benih Ikan Lokal di Kabupaten/Kota dan atau didistribusikan kepada Unit Pembenihan Rakyat (UPR) dan kelompok masyarakat pembudidaya lainnya.

Program Pengembangan Ekonomi Maritim: program prioritas dalam upaya meningkatkan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan kemaritiman secara berkelanjutan.

Pengembangan Kawasan Sentra Produksi dan Agribisnis Perikanan: Program dalam upaya Meningkatkan kedaulatan pangan, pengembangan agribisnis dan  peningkatan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan.

Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Perikanan: program pengembangan sarana dan prsarana dalam mendukung peningkatan produksi, dan pengembangan ekonomi kelautan dan kemaritiman

Program pengolahan hasil perikanan massal skala rumah tangga yang ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah penjualan bagi nelayan pembudidaya dari menjual ikan segar menjadi ikan olahan. Selanjutnya kelompok-kelompok tersebut akan diperkuat untuk menjadi Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang sudah melaksanakan kaidah-kaidah bisnis modern dalam aktifitas usahanya.

Program peningkatan ekspor  melalui fasilitasi metode penangkapan (pelatihan SDM, kapal dan rumpon), fasilitasi sarana prasarana pendukung (pelabuhan, transportasi, BBM, air bersih, pabrik es, pesawat kargo langsung, dll) yang ditujukan untuk meningkatkan pangsa pasar produksi perikanan baik secara Nasional maupun Regional.

Program peningkatan pengawasan dan penurunan illegal fishing yang ditujukan untuk memproteksi nelayan-nelayan tradisional dari nelayan-nelayan asing yang melanggar aturan yang berlaku sehingga memperbesar peluang mereka untuk mendapat porsi terbesar dari setiap kegiatan penangkapan di wilayah pantai barat.

Program Rehabilitasi, Konservasi, pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan yang ditujukan disamping untuk menjaga kelestarian dan produktifitas sumber daya ikan maupun untuk menumbuh kembangkan jasa kelautan seperti resort, olahraga maritim dan lain sebagainya jua diarahkan untuk pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan.

Program Pensejahteraan Ekonomi Masyarakat Pesisir, yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan ekonomi masyarakat Pesisir dengan pemberian lifeskill dan penambahan mata pencaharian alternatif.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER