MONITOR, Serang – Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon, Marzuki Wahid, menyatakan Maqashid Syariah merupakan tujuan-tujuan hukum dan rahasia-rahasia yang ditetapkan oleh syariat pada setiap hukum untuk kemashlahatan umat di dunia dan akhirat. Ia menegaskan kemashlahatan bagi umat dan menghilangkan kemudharatan merupakan salah satu tujuan disyariatkan hukum dimuka bumi ini.
Penjelasan mengenai konsep Maqashid Syariah ini disampaikan Marzuki dalam rangkaian acara Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Nasional (Diklatpimnas) II yang digelar 6-12 Desember 2021, di Serang, Banten. Kelima Maqashid tersebut, yakni hifdzu din (melindungi agama), hifdzu nafs (melindungi jiwa), hifdzu ‘aql (melindungi pikiran), hifdzu maal (melindungi harta), dan hifdzu nasab (melindungi keturunan).
Marzuki menjelaskan kelima maqashid tersebut memiliki tingkatan mashlahat dan kepentingannya masing-masing. “Dalam menentukan hukum Fiqih, ada kecondongan ke arah kutub kemanfaatan dan kemafsadatan. Kalau maslahat pasti wajib, sebaliknya kalau mafsadat maka diharamakan,” ujar Marzuki Wahid kepada peserta Diklatpimnas II.
Dalam Maqashid Syariah juga mengandung sejumlah prinsip dasar, diantaranya nilai-nilai saling tolong-menolong, saling mengasihi, keadilan, kesetaraan, solidaritas, toleransi, kemerdekaan, persaudaraan dan kehormatan.
Misalnya dalam hal beragama, Marzuki menjelaskan tidak ada satupun agama yang memaksa manusia memeluk agama tertentu. Setiap individu berhak memilih dan menganut agama yang diyakininya, tanpa ada intervensi dari pihak lain.
“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama, ini sangat luar biasa, bagaimana prinsip dasar hak kemanusiaan itu harus dihargai sesama. Kita di Islam juga mendukung kebebasan beragama. Ada freedom of religion, kebebasan berkeyakinan,” tegasnya.
Bahkan sebelum adanya Deklarasi Universal HAM, dikatakan Marzuki, Nabi Muhammad SAW melalui khutbatul wada’ mengajarkan umat Islam agar berperilaku menghargai hak-hak asasi manusia lainnya dalam segala hal.
“Sebelum adanya Deklarasi HAM, pada khutbatul wada’ Nabi di Arafah itu, nabi sudah berkhutbah yang isinya menekankan bahwa ada dua poin hal harus dijalankan umat manusia yakni deklarasi kesetaraan keadilan gender, dan deklrasai hak asasi manusia,” terang Marzuki.
Marzuki pun mewanti-wanti peserta Diklatpimnas agar mewaspadai ancaman gerakan radikalisme dan ekstrimisme yang berkembang. Dijelaskan Marzuki, kelompok ini bercirikan kerap menggunakan kekerasan dalam menyampaikan aspirasi, serta memaksakan kehendak kepada kelompok lain yang dianggap meyalahi aturan agama.
“Seperti menganggap orangtuanya kafir karena masih mengikuti Pemilu, Ahmadiyah sesat, Negara thogut dan lain-lain. Menurut kelompok ini, karena thoghut, kafir dan sesat, maka Indonesia adalah musuh,” tandasnya.
Sementara Marzuki menegaskan, bahwa Negara Pancasila merupakan negara Islam yang berisikan nilai-nilai selaras dengan Islam, sehingga dijadikan sebagai dasar falsafah negara dan sumber dari segala hukum.
Sebagai informasi, Kementerian Agama melalui Direktorat Diktis menginisiasi terselenggaranya Diklatpimnas II dengan tema “Rebranding Kepemimpinan Mahasiswa PTKI: Penguatan Literasi Keagamaan, Moderasi, dan Teknologi di Era Supremasi Digital”.
Diklatpimnas berlangsung sepekan, 6-12 Desember 2021. Adapun narasumber terkonfirmasi pada diklat ini diantaranya adalah Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pacasila (BPIP) Yudian Wahyudi, Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron, dan Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah.