Jumat, 26 April, 2024

Kasus Korupsi ASABRI Rugikan Negara atau Tidak? Ini Pendapat Ahli Hukum Pidana

MONITOR, Jakarta – Kasus korupsi ASABRI saat ini sedang menjadi perhatian besar masyarakat. Tak hanya membahas ancaman hukuman mati bagi tersangkanya, namun juga terkait dana yang dikorupsi pihak ASABRI apakah benar merugikan negara atau tidak.

Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, mengatakan adanya perbedaan persepsi terkait kerugian keuangan negara dalam kasus PT ASABRI sudah lama terjadi.

Ia mengaku memiliki pendapat yang sama seperti saksi ahli dalam kasus ASABRI, Dian Puji Simatupang, yang mengatakan bahwa keuangan ASABRI bukanlah kerugian keuangan negara.

“Di sini ada persepsi berbeda antara BPK dan Pak Dian. Saya sendiri sependapat dengan Pak Dian, dana yang ada di ASABRI bukan keuangan negara,” kata Chairul kepada wartawan pada Selasa 7 Desember 2021.

- Advertisement -

Menurutnya, persepsi terkait dengan fakta kerugian negara dinilai secara tidak benar. “Ini membuktikan pandangan Pak Dian benar, kalau kerugian itu harus fix (nyata dan pasti jumlahnya),” ujar Chairul.

Chairul juga mengatakan, bahwa dalam kasus tersebut bisa diproses secara hukum pidana umum, bukan tindak pidana korupsi.

“Bisa jadi ada pidananya, tapi pidana umum atau pidana di UU Asuransi,” terangnya.

Kemudian, ia mengatakan dalam penegakan hukum kasus ASABRI memiliki masalah dalam persepsi kerugian negara yang tidak sesuai dengan teori. “Bermasalah persepsinya (kerugian negara), tidak sesuai teori, tetapi maunya sendiri sebagai penguasa (Kejaksaan Agung),” jelasmya.

Sementara Pakar Hukum Universitas Gajah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar mengatakan, harus ada penegasan pemisahan keuangan negara dan iuran ASABRI, apakah itu masuk dana keuangan negara seperti dijelaskan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 atau tidak.

Selain itu, Akbar mengatakan bahwa harus ada auditor lain yang relevan dan kompeten untuk mengatakan bahwa dana tersebut apakah termasuk kerugian negara, sehingga BPK tidak menjadi pemain tunggal dalam perhitungan dugaan kerugian negara dalam kasus ini.

“Sebaiknya BPKP dapat juga menilai. Selain itu Majelis Kehormatan Kode Etik BPK seharusnya melakukan waskat,” kata dia.

Akbar menilai jika dalam investasi saham, seharusnya ada pengawasan dan pengamanan terhadap harga saham agar tidak merugikan pihak ketiga.

Namun menurutnya dalam penanganan kasus ASABRI, jika merujuk pada UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, maka sebaiknya sanksi administratif terlebih dahulu dilakukan. Selain itu, pengembalian kerugian negara yang diutamakan, bukan hanya penghukuman badan.

Diketahui, audit oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI dalam kasus dugaan korupsi PT ASABRI, yang memunculkan kesimpulan kerugian negara mencapai Rp 22,788 triliujln masih menyisakan pertanyaan.

Apalagi, dalam persidangan kasus ini beberapa waktu lalu, saksi ahli Dian Puji Simatupang menyebut, sumber dana investasi yang kemudian menjadi masalah di ASABRI, berasal dari iuran anggota TNI-Polri, terpisah dari keuangan negara. Sehingga menurutnya tidak menimbulkan kerugian negara sedikitpun.

Namun, baik BPK maupun kejaksaan, satu persepsi soal kerugian negara yang mencapai Rp 22,788 triliun. Meskipun ada pihak yang menjelaskan bahwa kesimpulan itu tak benar.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER