Jumat, 29 Maret, 2024

Meneguhkan Peran Politik Santri

Oleh: Hermansyah Kahir

Pentas politik merupakan panggung kompetisi bagi warga negara yang ingin menduduki kursi kekuasaan. Politik dapat diikuti oleh siapapun selama memiliki kompetensi. Sebab, politik yang baik akan mampu menciptakan proses demokratisasi yang baik pula. 

Ketika berbicara tentang kiprah santri di panggung politik, maka kita akan berhadapan dengan berbagai tanggapan; ada yang setuju dan ada juga yang menolak.Pihak pertama menyatakan bahwa politik tidak bertentangan dengan agama. Oleh karenanya, kaum santri perlu berperan aktif dalam dunia politik sebagai tugas amar ma’ruf nahi munkar dan menjadi wasilah (alat) tegaknya kemaslahatan umat.

Sementara bagi yang menolak argumentasinya pun beragam; santri tak perlu berpolitik karena politik itu kotor, lebih baik santri menjadi pendidik umat ketimbang jadi politisi, politik itu penuh dengan KKN dan lain-lain.  

- Advertisement -

Padahal kalau kita berkaca ke masa lampau, maka peran kaum sarungan (santri) sangat jelas dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan kaum santri dan ulama terdahulu perlu kita kontekstualisasikan di era sekarang dalam merespons tentangan zaman yang semakin rumit. 

Anggapan bahwa politik itu kotor harus dibuang jauh-jauh. Politik dalam pandangan para ulama hanya sebatas alat bukan tujuan. Menurut Imam al-Mawardi, politik itu memiliki dua fungsi, yaitu untuk menjaga agama dan mengatur urusan dunia. 

Karena itu, kaum santri yang diidentikkan sebagai kaum terpelajar harus “melek politik” dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang kotor. Sebaliknya, kaum santri harus mampu mengemudikan politik agar berjalan di jalan yang benar sehingga politik benar-benar membawa kemaslahatan bagi umat. Santri tak boleh berdiam diri menyaksikan ketidakadilan akibat kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir orang saja.

Dalam dunia perpolitikan, kaum santri harus menjunjung tinggi moralitas seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad yang memimpin dengan jujur, cerdas, amanah, dan mampu memenuhi hak-hak rakyat yang dipimpinnya. 

Di tengah kondisi bangsa yang mengidap krisis kepemimpinan, maka peran santri di panggung politik terus dinanti oleh publik yang mulai jenuh dengan berbagai persoalan bangsa. Dengan ide briliannya, kaum santri harus menjadi penggerak perubahan bagi kemajuan bangsa Indonesia. 

Era reformasi telah memberikan kesempatan bagi warga negara termasuk kalangan santri untuk berpartisipasidalam kontestasi politik. Partisipasi politik mencakup semua kegiatan seperti turut serta dalam proses pemilihan pemimpin politik baik secara langsung maupun tidaklangsung, kegiatan memilih dalam pemilihan umum ataududuk dalam lembaga politik.

Saat ini tidak sedikit kiai dan lulusan pesantren yang menduduki posisi penting di pemerintahan. Sebut saja KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang menjadi Presiden keempat Indonesia dan KH. Ma’ruf Amin yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia.

Di posisi menteri kita mengenal Hanif Dakhiri (Menteri Ketenagakerjaan), Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama), dan AM Fachir (Wakil Menteri Luar Negeri). Di level kepala daerah ada KH. Fathul Huda (Bupati Tuban), KH. Amin Said Husni (Bupati Bondowoso), KH. Busyro Karim (Bupati Sumenep), dan KH. Robbah Maksum (Bupati Gresik). Sementara yang paling anyar adalah Zuhairi Misrawi yang ditunjuk Presiden Jokowi Dodo sebagai DutaBesar Indonesia untuk Tunisia.

Melihat fakta tersebut, maka sudah sepantasnya kaum santri mengoptimalkan perannya di bidang politik. Sebagai seorang intelektual, santri tak boleh alergi terhadap politik. Santri harus tampil mengambil peran dalam mengatasi berbagai kondisi sosial-politik yang sedang terjadi. Sekali lagi saya tekankan, kaum santri tidak boleh diam menyaksikan ketidakadilan di negeri ini. Mereka memiliki tugas dan tanggung jawab untuk membawa bangsa Indonesia ke arah perubahan yang lebih baik.

Penulis adalah Belajar di TMI Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan (2004-2006)

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER