HANKAM

Pengamat Ingatkan Panglima TNI Waspadai Dinamika di LCS

MONITOR, Jakarta – Meningkatnya intensitas ketegangan di Laut Cina Selatan (LCS) akan mempengaruhi dinamika pertahanan dalam negeri. China dan Amerika Serikat tak henti-hentinya saling unjuk kekuatan dan kecanggihan senjata serta adu diplomasi militer satu sama lain.

Diperkirakan, ketegangan ini akan terus terjadi, utamanya setelah AS bersama Inggris dan Australia membangun pakta aliansi AUKUS (Australia, United Kingdom dan United State).

Pengamat Intelijen, Pertahanan dan Keamanan Ngasiman Djoyonegoro, menyatakan bahwa situasi ini perlu diwaspadai TNI dengan cara yang sama pula, yaitu meningkatkan diplomasi militer dengan cara mempersiapkan senjata, personel dan intensitas operasi patroli di kawasan LCS.

“Tidak hanya domain laut, tetapi juga udara dan darat harus diperkuat intensitas operasinya. Ini tantangan bagi Panglima TNI terpilih,” ujar pria yang dipanggil Simon ini.

Di samping peralatan, personel dan intensitas operasi, TNI perlu mempersiapkan strategi diplomasi militer dengan cara bersinergi dan kolaborasi dengan semua komponen bangsa, baik lembaga negara maupun masyarakat. Secara otomatis, karena pengaruh LCS, negara ini menjadi wilayah proxy antara China dan AUKUS. Dampaknya bisa terus melebar pada intervensi politik, ekonomi dan sosial. Aspek-aspek di luar medan pertempuran ini harus lebih diwaspadai.

China dan AUKUS dapat dipastikan akan semakin gencar dalam melakukan serangkaian lobi kepada Indonesia untuk memperkuat pengaruhnya. Pemerintah kita harus bisa memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan nasional: memperkuat ekonomi, menegaskan posisi politik di kawasan dan memperluas dampak positif bagi masyarakat.

“Tapi, di sisi lain, adalah tugas TNI untuk mewaspadai potensi gangguan dan ancaman yang ditimbulkan dari kerjasama dengan kedua belah pihak,” kata Simon.

Layaknya sebuah wilayah proxy, berbagai kepentingan akan bersinggungan melalui kerja-kerja intelijen oleh kedua belah pihak. Tidak menutup kemungkinan, skenario operasi seperti pelemahan negara, disintegrasi wilayah dan disintegrasi sosial dilakukan terhadap Indonesia.

Selain tantangan dari luar negeri, dari dalam negeri tantangan yang dihadapi TNI juga tidak kalah besar. Status Pandemi Covid-19 diyakini akan berakhir paling lambat pada 2023. Berbagai persoalan yang ditinggalkan juga tidak kalah besar. Ketimpangan ekonomi, transformasi digital yang lebih cepat dan regresi demokrasi berpotensi menimbulkan gejolak sosial di masyarakat.

“TNI perlu mengantisipasi dan mewaspadai potensi gejolak itu supaya tidak tereskalasi,” pungkas Simon.

Recent Posts

Menag Ajak Umat Teladani Kepribadian Nabi

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar mengajak umat Islam untuk meneladani kepribadian Nabi Muhammad…

1 jam yang lalu

Dipimpin Puan, Reformasi DPR Diawali Gebrakan Progresif

MONITOR, Jakarta - Langkah DPR RI berbenah diri di bawah kepemimpinan Ketua DPR Puan Maharani…

6 jam yang lalu

Nadiem jadi Tersangka, JPPI: Pendidikan Harus Dibersihkan dari Gurita Korupsi

MONITOR, Jakarta - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, Ubaid Matraji mengatakan penetapan Eks Mendikbudristek…

8 jam yang lalu

Gagal Lolos Parlemen, Mardiono Dinilai Tak Layak Pimpin PPP Lagi

MONITOR, Jakarta - Politisi senior PPP Jakarta yang juga eks Anggota DPRD DKI Jakarta dua…

9 jam yang lalu

Prof Rokhmin Dahuri serukan Aksi Kolektif selamatkan DAS Cimanuk – Citanduy

MONITOR, Indramayu - Anggota DPR RI 2024–2029, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri menyerukan aksi kolektif…

11 jam yang lalu

Peringati Maulid, Menag Kenalkan Konsep Ekoteologi pada Presiden dan Wapres

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar menghadiri Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 Hijriah…

12 jam yang lalu