Sabtu, 27 April, 2024

Rehabilitasi Mangrove, Prof Rokhmin beberkan Strategi Pengelolaan berbasis Pemberdayaan Masyarakat

MONITOR, Jakarta – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2001-2004, Prof Rokhmin Dahuri mengingatkan pentingnya pelibatan dan pemberdayaan masyarakat dalam upaya pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem mangrove yang sudah banyak dalam kondisi mengkhawatirkan. Kondisi tersebut sangat ironis mengingat Indonesia merupakan negara dengan ekosistem mangrove terluas di dunia mencapai 3,1 juta ha (22,6% luas mangrove dunia).

“Indonesia memiliki sekitar 202 jenis mangrove, salah satunya jenis langka Bruguiera hainesii. Namun, laju deforestai hutan mangrove di Indonesia mencapai 52.000 ha/tahun. Menghentikan kerusakan mangrove di Indonesia dapat memenuhi seperempat target reduksi emisi Indonesia,” katanya saat menjadi narasumber seminar nasional “Revitalisasi Wilayah Pesisir Melalui Rehabilitasi Ekosistem Mangrove Dalam Meningkatkan Keamanan Nasional” yang dilaksanakan Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan Republik Indonesia bekerja sama dengan Grow Up Institute dan Jam’iyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyah (JATMAN), Rabu (17/11/2021).

Dalam kesempatan tersebut, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB itu membeberkan sejumlah fakta penting keberadaan ekosistem mangrove diantaranya menyerap 39,75 ton CO2/ha/tahun (4-5x dari hutan daratan), setara membakar 1,6 juta batang rokok/hari. Mangrove juga menyimpan 800 – 1.200 ton Karbon/ha (10x dari hutan daratan), 80% Karbon tersimpan dalam tanah

Pada 1980, total luas hutan mangrove Indonesia sekitar 9,36 juta ha. Namun hingga 2019, luasan ini semakin menurun menjadi 3,31 juta ha (berkurang 65%). “Indonesia mengalami kondisi mangrove paling kritis pada 2015, dimana luas lahan dengan kondisi rusak (52%) lebih besar dibanding kondisi baik (48%),” ujar Prof Rokhmin.

- Advertisement -

Sebagian besar kehilangan (deforestasi) mangrove terjadi di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, yang sangat jelas terlihat di sepanjang pantai timur Kalimantan

Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Adapun Kebijakan Strategi Program dan Indikator Kinerja Pengelolaan Ekosistem Mangrove Nasional sesuai Permenko No. 4 Tahun 2017 menurut Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu adalah pertama, Pengendalian konversi ekosistem mangrove. Kedua, Peningkatan fungsi ekosistem mangrove dalam perlindungan keanekaragaman hayati, perlindungan garis pantai dan sumberdaya pesisir.

Ketiga, Pengelolaan ekosistem mangrove sebagai bagian integral dari pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Mitigasi perubahan iklim, RHL Mangrove. Keempat, Pengelolaan ekosistem mangrove berbasis masyarakat untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan.

Kelima, Pengelolaan ekosistem mangrove melalui pola kemitraan dengan dunia usaha sebagian dari upaya mewujudkan komitmen green economy. Keenam, Peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kewenangan dan kewajiban pengelolaan ekosistem mangrove .

Ketujuh, Pengembangan capacity building, riset, iptek dan sistem informasi untuk memperkuat pengelolaan ekosistem mangrove. Kedelapan, Komitmen politik dan dukungan kuat Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan para pihak terkait lainnya.

“Koordinasi antar instansi untuk menjamin terlaksananya Kebijakan Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove,” terang Prof Rokhmin.

Menurut Rokhmin Dahuri, pada 2020, sasaran kelompok masyarakat yang terlibat dalam program PKPM mencakup 22 kelompok perhutanan sosial, 436 kelompok tani hutan, 34 program kampung iklim, 16 kemitraaan konservasi dan 355 komunitas kelompok lain. “Pada 2020, capaian program penanaman mangrove Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencapai 448,94 ha,” jelasnya.

Peran Masyarakat

Prof Rokhmin menyebut masyarakat (lokal, UMKM, dan Korporasi) harus dilibatkan dalam seluruh tahap Pengelolaan Ekosistem Mangrove Yang Mensejahterakan dan Berkelanjutan: (1) perencanaan, (2) Implementasi, (3) MONEV (Monitoring & Evaluation), dan (4) pengawasan & penegakkan hukum (law enforcement), baik pada Kebijakan dan Program untuk Mempertahnkan luasan areal dan kualitas ekosistem mangrove yang kondisinya masih baik maupun Ekosistem Mangrove yang kondisinya sudah rusak .

“Kesadaran masyarakat tentang fungsi, manfaat, dan peran strategis ekositem mangrove bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan dan kehidupan manusia harus terus ditingkatkan,” jelasnya.

Pemerintah, lanjutnya perlu menyediakan matapencaharian alternatif yang lebih mensejahterakan dan sustainable bagi masyarakat yang selama ini mencari nafkah dengan cara merusak mangrove. Sementara sanksi dan penindakan hukum harus tegas, dan berwibawa bagi kelompok mampu (Korporasi) yang merusak mangrove.

“Diperlukan juga pengembangan dan penggunaan inovasi IPTEKS untuk pemanfaatan, pembangunan, dan pengelolaan ekosistem mangrove yang mensejahterakan dan berkelanjutan (sustainable),” tegasnya.

“Pemberdayaan (capacity building) masyarakat melalui DIKLATLUH juga menjadi prasyarat penting agar mampu melaksanakan perannya,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER