MONITOR, Jakarta – Kenaikan UMP/UMK 2022 saat ini masih menjadi pembahasan oleh seluruh pihak baik serikat pekerja maupun pengusaha dalam, hal ini Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Silang pendapat terjadi antara buruh melalui serikat pekerjanya dan Apindo.
Aktivis SP/SB KSPN, Ichsan, menyatakan hal tersebut lumrah menjadi pembahasan tahunan terlebih ditengah kondisi pandemi saat ini. Buruh melalui serikat pekerja tertentu ada yang meminta kenaikan upah sebesar 7 sampai 10 persen.
“Upah merupakan kewajiban yang harus dibayarkan oleh pemberi kerja, namun di lihat sisi dunia usaha saat ini juga tidak sedikit yang terdampak oleh pandemi dan berdampak pada cash flow perusahaan menjadi tidak stabil,” ujar Ichsan, Kamis (4/11/2021).
Untuk itu, menurut Ichsan perlu ada formulasi yang pas, dengan mempertimbangkan semua aspek kepentingan. Jika dilihat dari KHL maka upah saat ini harus naik serta menyesuaikan dengan kondisi kemampuan pemberi kerja (pengusaha). Kebutuhan dasar pekerja itu mencakup biaya makan (food cost) dan yang bukan makan (non food cost) seperti sewa rumah, transportasi, serta harga barang di pasar maka Pola kenaikan juga harus di imbangi oleh kemampuan pengusaha untuk membayar gaji pegawainya.
“Dari hal tersebut tentu antara Serikat Pekerja dan Apindo memiliki rujukan yang berbeda, mayoritas Serikat Pekerja ingin menggunakan PP No 78 thn 2015 sedangkan Apindo PP 36 thn 2021. Namun saat ini yang ideal tentu menggunakan PP terbaru,” sambung Ichsan.
“Dalam hubungan tripartit nasional sp/sb, pengusaha melaui Apindo dan Pemerintah harus menurunkan ego sektoral agar mencapai kesepakatan bersama. Kurang elok rasanya bila kenaikan UMP / UMK 2022 malah menjadi ajang saling tuding data acuan, karena semua punya asumsi data perhitungan KHL masing-masing, dan bukan untuk merasa paling benar, tapi alangkah baiknya di kolabrasikan saja antara data dari sp/sb tentang kenaikan UMP/UMK 2022 dengan data yang dimiliki oleh Apindo untuk mencapai win win solusi dan melahirkan kebijakan UMP/UMK tahun 2022 yang harmonis,” ujar alumnus Pasca Sarjana USAHID ini.
Menurutnya, ketika tuntutan kenaikan upah disuarakan oleh buruh atau pekerja, maka perlu juga diselaraskan dengan melakukan pengembangan kemampuan diri berupa soft skill yang dimiliki oleh mereka. Jenis Soft skill yang di upgrade misalkan memiliki kemampuan bahasa asing yang memadai serta pengembangan karakter diri.
“Saya pun mendukung kenaikan UMP/UMK 2022, namun perlu diimbangi dengan peningkatan kemampuan diri agar tercapai hubungan timbal balik yang harmonis dalam hubungan industrial,” pungkasnya.