Ruchman Basori
Kasubdit Sarpras dan Kemahasiswaan, Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (DIKTIS), Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI
Pernah kutulis di wall facebook ini tentang direktorat yang menangani pendidikan diniyah dan pondok pesantren, yang ibarat kuliah adalah sebagai tempat studi S1-ku di birokrasi. Waktu itu sebagai lambar atau latar atas peringatan hari santri.
Tiba-tiba aku ingin menulis S3 Birokrasiku, yaitu di Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (DIKTIS), seraya menikmati ketenangan dan kedalaman suasana persawahan di kampungku Purbalingga. Suasana jernih yang mengalir syahdu hampir tanpa ragu.
Waktu itu saya dipanggil oleh Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam, Prof. Dr. Muhammad Ishom Yusqi, M.Ag. Saya diberitahu akan ada rolling pejabat eselon III dan IV. Saya diminta untuk berpindah menjadi Kepala Seksi Kemahasiswaan dari sebelumnya Kasi Sarpras Madrasah Ibtidaiyah (MI) selama 4 bulan dan Kasi Sarpras Madrasah Aliyah, hampir 2 tahun pada Direktorat Pendidikan Madrasah.
Saat itu saya sedang merasa asyik dan senang, sekaligus bangga, karena menjadi bagian mendesain program pengembangan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC), madarasah kebanggaan Kemenag yang semula baru ada 3, MAN IC Serpong, MAN IC Gorontalo dan MAN IC Jambi.
Bersama Dr. Suwardi, M.Pd (Pak Kumis) saya dipercaya oleh Direktur Pendidikan Madrasah Prof. Phil. Dr. M. Nur Kholis Setiawan sebagai Sekretaris PMU MAN IC, yang kemudian berhasil mendirikan 8 MA IC selanjutnya bertambah lagi menjadi 6 MAN IC. Selama dua tahun telah terdesiminasikan 14 MAN IC yang semula hanya 3. Itu menyusul kebijakan pemerintah yang menghapuskan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Dalam konteks Kemenag bernama Madrasah Bertaraf Internasional (MBI) yang batal lahir. Kemenag berikhtiar memperluas kebijakan MAN IC yang ada ditambah di seluruh provinsi di Indonesia.
Demi ketaatan dan komitmen pada tugas, akhirnya naik tingkat, maksudnya dari Direktorat Pendidikan Madrasah di lantai 6 naik ke lantai 7 menjadi Kasi kemahasiswaan Direktorat Diktis di lantai 7, he he …. Beberapa teman, utamanya Pak Ishom, berharap untuk membenahi dunia kemahasiswaan.
Sebuah Keyakinan
2016 adalah awal dunia baru bagi saya, berganti tema di birokrasi. Dari persekolahan yang lekat dengan sarana dan prasarana pendidikan, berubah tema ke seluk-beluk dunia kemahasiswaan, yang dinamis sekaligus menantang. Pak Ishom mengatakan, kamu adalah orang yang tepat memoles dunia kemahasiswaan, agar menarik, bermutu dan publik mulai menggandrungi sisi kemahasiswaan. “Sampean kan mantan aktivis mahasiswa, tentu bisa dan pas menduduki Kasi Kemahasiswaan”, katanya.
Saya membaca dokumen yang ada, meminta masukan dari para staf di kantor sekalgus membaca secara seksama RKA-KL. Tentu berdiskusi dengan para kolega sesama mantan aktivis. Saya juga berdiskusi dengan mitra kemahasiswaan utamanya Forum Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama PTKIN juga Sekretaris Kopertais 1-13 se-Indonesia.
Pada masa awal memantapkan keyakinan, waktu itu Direktur Diktis dijabat oleh Prof. Dr. Amsal Bachtiar, M.A dan Prof. Dr. Nizar Ali, M.Ag (sekarang Sekjen Kemenag). Ada guyonan waktu itu untuk pawa Warek di PTKIN. Pak Amsal menyebut, WR II itu mata air, karena bertugas di bidang keuangan, WR I itu mata-mata dan WR III adalah air mata, karena kerap harus memadamkan demo-demo di kampus apapun urusannya.
Seiring waktu Direktur Diktis dijabat oleh Prof. Arskal Salim, Ph.D dan sampai sekarang Prof. Dr. Suyitno, M.Ag. Kondisi Bidang III makin hari makin mantap menjadi tambatan, bimbingan para mahasiswa PTKI se-Indonesia. Kerja keras, visi misi, komitmen Bidang III telah membuahkan hasil bahkan merubah pameo tadi. Sekarang lambat laun WR III sudah tidak dibaratkan sebagai air mata lagi tetapi bak air yang mengalir jernih menjadi wasilah mengantarkan para mahasiswa berkarya dan berprestasi.
Kebijakan pengembangan kemahasiswaan saya turunkan dari kebijakan Ditjen Pendidikan Islam dalam pengembangan pendidikan, yaitu peningkatan akses, peningkatan mutu dan manajemen dan tata kelola pendidikan Islam yang baik.
Perluasan akses kemahasiswaan dimaknai bahwa pemberian kesempatan kepada seluruh mahasiswa PTKI yang saat ini berjumlah 1,15 juta dari total 800-an PTKI se-Indonesia untuk mengembangkan diri, meningkatkan kapasitasnya dan menajamkan kepekaan nuraninya.
Program Beasiswa Bidikmisi yang sekarang bertransformasi menjadi Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP Kuliah) menjadi salah satu upaya untuk memperluas akses anak bangsa studi pada PTKI. Selain itu juga dikembangkannya pelbagai even kemahasiswaan seperti Perkemahan Wirakarya Nasional PTK dan PIONIR.
Peningkatan mutu dimaknai sebagai ikhtiar Kemenag agar mahasiswa PTKI harus berkembang mutu dan kualitasnya. Baik melalui layanan beasiswa, pelbagai pendidikan dan latihan, eorkshop, seminar dan lain sebagainya. Mutu menjadi kata kunci di era persaingan.
Berbagai pelatihan diselenggartakan untuk meningkatkan mutu mahasiswa seperti pelatihan jurnalistik, kewirausahaan, lomba karya tulis ilmiah, pelatihan penuisan karya tulis, penelitian dan lain sebagainya.
Sementara itu manajemen dan tata kelola dimaksnai sebagai ikhtiar Kemenag untuk membenahi organisasi kemahasiswaan, program dan kegiatan serta regulasi-regulasi untuk mendukung penguatan kelembagaan dan tata kelola mahasiswa.
Tahun 2016 terbit regulasi yang mengatur organisasi kemahasiswaan yaitu SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 4961/2016 dan SK Dirjen Pendis Nomor 4962 tentang Pengenalan Budaya Akademik dan kemahasiswaan (PBAK). Konon menurut penggagas awal regulasi tersebut ingin menata ormawa untuk lebih berorientasi mutu ketimbang soal political oriented.
Karenaya arah pengembangan kemahasiswaan PTKI diarahkan kepada empat hal: Pertama, pengembangan intelektualitas, Kedua, Pengembangan profesionalitas (bakat, minat dan kegemaran); Ketiga, Pengembangan sosial kemasyarakatan; Keempat, Pengembangan karakter, moral dan akhlakul karimah.
Empat arah pengembangan kemahasiswaan itu masih relevan untuk saat ini, di tengah menghadapi tantangan revolusi industri 4,0 dan 5.0. Apalagi di tengah maraknya paham intoleransi dan radikalisme yang cukup mengkhawatirkan.
Penguatan Mitra
Saya harus menyebut aktor-aktor penting di balik bidang kemahasiswaan, yaitu para WR/WK III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama PTKIN se-Indonesia. Forum menjadi sarana efektif mendesiminasikan program dan kegiatan kemahasiswaan dari Kemenag kepada PTKI. Dimulai dari perencanaan program, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
Tahun 2016 Ketua Forum WR/WK III dijabat Dr. Agus Maemun, M.Pd WR III UIN Maliki Malang dan Dr. Zainuddin, M.A WR III IAIN Pontianak, sebagai Sekretarisnya. Waktu itu kita berthasil menetapkan SK Dirjen Pendidikan Islam 4961 tentang Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) dan SK Dirjen Pendis 4962 tentang Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK). Dengan diskusi yang panjang penataan Ormawa dimulai dari situ, agar para mahasiswa tidak terjebak political oriented, namun harus memperkuat diri pada akademik dan pengembangan sosial kemasyarakatan.
Seiring perjalanan waktu Ketua Forum digantikan oleh Prof. Dr. Syamsul Rijal, M.Ag WR III UIN Banda Aceh dan Dr. Waryono Abdul Ghofor, M.Ag WR III UIN Jogjakarta sebagai Sekretaris. Lalu Mas Waryono menjadi Ketua Forum dan Dr. Sumper Mulia Harahap, Lc., M.A WR III IAIN Padangsidimpuan sebagai Sekretaris. Pada masa ini dilakukan program rintisan Student Mobility Program (SMP), mengenalkan mahasiswa melihat praktek pendidikan, kultur dan tradisi keilmuan di luar negeri. Walau baru tiga negara Malaysia, Singapur dan Thailan sudah menjadi bekal penting bagi aktivis mahasiswa melakukan pertukaran budaya lintas negara.
Saat Dr. Waryono dilantik menjadi Direktur Pdppontren, kepemimpinan Forum WR/WK III dijabat oleh Dr. KH. Isroqunnajah, M.Ag (Gus Is) WR III UIN Malang dengan sekretaris tetap Pak Sumper Mulai Harahap. Kini Ketua Forum dijabat oleh Pak Sumper dengan Sekretrais Mas Ihsan WR III IAIN Kudus. SMP dilanjutkan dan menata forum kompetisi di masingt-masing zona kemahasiswaan, IPPBMM (Invitasi Pekan Pengembangan Bakat Minat Mahasiswa) PTKIN se Jawa dan Madura, PKM (Pekan Kreativitas Mahasiswa) PTKIN se-Sumatera, Pekan Ornamen Riset Olahraga dan Seni Indonesia Timur (POROS INTIM) PTKIN se Indonesia Timur dan BUAF (Borneo Undergraduate Academic Forum) PTKIN se-Kalimantan.
Masa pandemi tidak menyurutkan motivasi dan komitmen Forum bersama Direktorat Diktis untuk terus berkreasi dan berinovasi mengembangkan mahasiswa. Karenanya secara nasional memecah Pekan Ilmiah Olahraga Seni dan Riset (PIONIR) menjadi dua even, yaitu Olimpiade Agama Sains dan Riset (OASE) dan Pekan Seni dan Olahraga Mahasiswa Nasional (PESONA). Sementara Perkemahan Wirakarya Nasional PTK tetap dikuatkan menjadi bagian penting menguatkan nilai-nilai kebangsaan dan moderasi beragama.
Bersama WR/WK III PTKIN se-Indonesia, wajah kemahasiswaan di godok dalam kawah candradimuka dalam wajah afirmatif, berorientasi mutu dan komitmen pada nilai-nilai. Kerap saya katakan di depan beliau-beliau: “Di atas jabatan ada kemanusiaan dan persahabatan, karenanya tetap semangat sampai kapanpun membangun solidaritas”.
Moderasi Beragama
Skuel catatan reflekstif ini akan saya akhiri dengan tantangan bangsa yang cukup mengkhawatirkan bagi keagamaan dan ke-Indonesiaan kita. Indonesia yang heterogen dan pluralis harus tetap dipertahankan sebagai negara bangsa (nation state). Kemenag telah menjadikan moderasi beragama sebagai maintreming yang harus disebarluaskan menjadi cara berfikir, cara berbuat dan berprilaku seluruh elemen yang ada didalamnya, tak terkecuali mahasiswa.
39% hasil riset yang menyatakan mahasiswa Indonesia terpapar radikal dan intoleran menjadi alarm penting. Walau itu tidak menyertakan mahasiswa PTKI. Direktorat Diktis berupaya agar mahasiswa PTKI tumbuh menjadi orang yang mencintai agama dan negaranya dalam satu tarikan nafas, bukan pribadi yang terbelah.
Anak bangsa yang kuat keagamaannya sekaligus kuat kebangsaannya. Karena antara Indonesia dan Islam tidak perlu dipertentangkan. Karenanya muncul program Pendidikan Instruktur Nasional Moderasi Beragama (PIN MB) untuk mahasiswa dan dosen.
Direktur Diktis Prof. Suyitno memperkuat dengan melakukan peninjauan ulang Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa (PKM) yang selama ini berjalan hanya tiga hari dikembangkan menjadi 100 jam dengan 7 hari daring dan 3 hari luring diberi nama Pendidikan dan pelatihan Kepemimpinan Nasional (Diklatpimnas) untuk calon pemimpin Ormawa.
Saat ini juga telah selesai di susun modul Diklatpim sebagai ikhtiar membekali para mahasiswa jiwa leadership, penguatan carakter, semagat nasionalisme dan moderasi beragama. Semoga ikhtiar menyiapkan kader bangsa ke depan dapat berjalan dengan baik di tengah tantangan bangsa yang semakin komplek. Walluhu a’lam bi al-shawab.