BERITA

Gus Hilmy: Santri Wajib Mengemban Amanat Kebangsaan

MONITOR, Jakarta – Awal mula kelahiran Hari Santri harus dirunut dari gagasan Resolusi Jihad yang digelorakan oleh Hadlratus Syaykh KH. Hasyim Asy’ari dalam melawan penjajah. Peristiwa ini kemudian dikenal secara nasional sebagai Hari Pahlawan 10 November. Jadi Peringatan Hari Santri bukan peristiwa ahistoris, melainkan memiliki rentetan sejarah yang panjang dengan perjuangan bangsa.

Belajar dari peristiwa tersebut, santri memiliki kewajiban mengemban amanat kebangsaan (wathaniyyah), di samping amanat keagamaan (diniyyah, belajar ilmu agama) yang melekat dalam diri mereka. Demikian juga pesantren, di samping sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga adalah lembaga dakwah dan lembaga sosial. Dengan demikian, pesantren juga memiliki kewajiban untuk senantiasa peduli dan melakukan pemberdayaan masyarakat.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. dalam acara Sarasehan Pengasuh Pondok Pesantren Kabupaten Bantul dalam rangka Hari Santri Nasional 2021 di Institut Ilmu Qur’an (IIQ) an-Nur, Ngrukem, Pendowoharjo, Sewon, Bantul, pada Jumat (22/10) sore.

“Bicara pesantren, dengan demikian tidak sekadar upaya mencerdaskan santri, tapi mempersiapkan mereka guna menghadapi tantangan global dan peradaban dunia, dengan tidak kehilangan identitas mereka sebagai muslim Indonesia,” kata pria yang juga anggota salah satu pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.

Lebih lanjut, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tersebut menyatakan, santri dalam pengertian yang lebih luas adalah murid kiai. Jadi siapa pun yang memiliki panutan atau teladan kepada kiai, maka dia adalah santri.

“Baik itu dia sebagai pedagang, buruh, tani, birokrat, dan siapa pun yang memiliki kedekatan dan keterikatan dengan kiai, maka berhak menyebut dirinya sebagai santri. Maka dia hari ini berhak merayakan Hari Santri,” tegas Gus Hilmy, sapaan akrabnya.

Dalam kesempatan tersebut, Gus Hilmy menyampaikan kunci bagi santri dalam mengemban amanat kebangsaan.

“Pertama, bila sepakat bahwa ‘NKRI Harga Mati’ dan ajaran ‘Hubbul Wathan Minal Iman’, maka kita harus menerima negara ini dengan utuh, tulus, dan bagaimana kita mengelaborasikannya dalam dalam kurikulum dan pengajarannya di pesantren. Kedua, santri harus berani. Jadi selain rendah hati (tawadlu’), jujur (shidiq), tanggung jawab (amanah), santri juga harus diajari tentang keberanian (syaja’ah). Dengan demikian, santri tidak hanya punya bekal pengetahuan, tapi juga kuat mental menghadapi persaingan dan percaturan global,” katanya.

Recent Posts

Wapres Gibran Tinjau Pengaturan Lalu Lintas Arus Balik Idulfitri 2025 di JMTC

MONITOR, Bekasi - Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka bersama Wakil Menteri Badan Usaha…

3 jam yang lalu

Jasa Marga Catat 1,4 Juta Kendaraan Kembali ke Jabotabek pada H1 s.d H+5 Libur Idulfitri 2025, 63,4 Persen Kembali ke Jabotabek

MONITOR, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. mencatat sebanyak 1.454.010 kendaraan kembali ke wilayah…

4 jam yang lalu

Hadiri Panen Raya Bersama Prabowo, Prof Rokhmin: Kita Harus Pastikan Petani Sejahtera

MONITOR, Majalengka - Kementerian Pertanian bersama Kabinet Merah Putih menggelar Panen Raya Padi Serentak di…

7 jam yang lalu

DPR Inisiasi Resolusi Darurat Terkait Myanmar di Sidang Forum Parlemen Dunia

MONITOR, Jakarta - Delegasi DPR RI menyampaikan kecaman terhadap kekerasan yang dilakukan junta militer Myanmar…

8 jam yang lalu

Tinjau Posko Mudik di Banten, Menteri Dody Pastikan Kesiapan Fasilitas untuk Layani Pemudik

MONITOR, Banten - Melanjutkan rangkaian kunjungan kerjanya, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo meninjau Posko…

12 jam yang lalu

Siswa Kembar MAN 2 Padangsidempuan Lulus SNBP di UI dan UM

MONITOR, Jakarta - Saudara kembar tidak selalu harus kuliah di perguruan tinggi yang sama. Ihsan…

13 jam yang lalu