Jumat, 26 April, 2024

7 Potensi Komoditas Perikanan Budidaya sebagai Peta Jalan Pembangunan Sumatera Barat

MONITOR, Padang – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof DR Rokhmin Dahuri, MS memberkan “Peta Jalan Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Menuju Sumatera Barat Madani, Maju, dan Sejahtera” pada Rapat Paripurna DPRD Provinsi  Sumatera Barat dalam rangka Hari Jadi Sumatera Barat ke-76 tahun 2021 yang digelar secara daring pada Jum’at (1/10/2021).

Pada kesempatan tersebut, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu memberkan sejumlah data statistik terkait ekonomi dan sosial Sumbar diantaranya pada 2020, PDRB Prov. Sumatera Barat berada diurutan ke-13, sementara PDRB per kapita ke-20 dari 34 Provinsi di Indonesia.

“Hingga Maret 2021, tingkat kemiskinan Prov. Sumatera Barat sebesar 6,63% (terendah-9 dari 34 Provinsi di Indonesia),” katanya.

Menurut Prof Rokhmin, Sumbar memiliki potensi kelautan dan sektor perikanan yang banyak dan dapat menjadi modal penting pembangunan wilayah sekaligus menjadi sektor penggerak ekonomi dengan potensi Lestari (MSY) SDI Laut sebesar 565.100 ton/tahun, namun hingga 2019 tingkat pemanfaatan potensi tersebut mencapai baru mencapai 38,5 persen.

- Advertisement -

“Produksi Perikanan Tangkap Laut Sumbar menurut Kab./Kota, 2019 (ton) Sebagian besar produksi berasal dari Kabupaten Pasaman Barat (48,7%). Produksi Perikanan Tangkap PUD Sumbar menurut Kab./Kota, 2019 (ton) Sebagian besar produksi berasal dari  Kab. Lima Puluh Kota (33,3%),” terangnya.

Selain itu, hingga 2019 lanjut Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu sekitar 86,9% produksi perikanan budidaya Sumbar berasal dari Kolam dimana produksi Perikanan Budidaya Air Tawar Sumbar menurut Kab./Kota, 2019 (ton) Sebagian besar produksi berasal dari  Kabupaten Pasaman (20,3%).

Sejumlah Permasalahan dan Tantangan Pembangunan Ekonomi KP Provinsi Sumatera Barat menurut Prof Rokhmin adalah pertama sebagian besar usaha perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, dan perdagangan hasil perikanan dilakukan secara tradisional (low technology) dan berskala Usaha Kecil dan Mikro.

“Sehingga, tingkat pemanfaatan SDI, produktivitas, dan efisiensi usaha perikanan pada umumnya rendah dimana Nelayan dan pelaku usaha lain miskin (pendapatan < US$ 300/orang/bulan), dan kontribusi bagi perekonomian (PDB, nilai ekspor, pajak, PNBP, dan PAD) rendah,” jelasnya.

Kedua, ukuran unit usaha (bisnis) perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, dan perdagangan hasil perikanan sebagian besar tidak memenuhi skala ekonomi (economy of scale). Ketiga, sebagian besar usaha perikanan belum dikelola dengan menerapkan Sistem Manajamen Rantai Pasok Terpadu (Integrated Supply Chain Management System), yang meliputi subsistem Pra Produksi – Produksi – Industri Pasca Panen (Processing & Packaging) – Pemasaran Sehingga, tidak ada kepastian harga jual ikan bagi nelayan dan pembudidaya, kontinuitas pasokan bahan baku bagi industri hilir tidak terjamin, dan risiko usaha menjadi tinggi.

Keempat, investasi dan bisnis di sektor KP yang besar, modern, dan menguntungkan, dimiliki oleh pihak asing atau korporasi nasional yang rendah jiwa “nasionalisme” nya, sehingga ‘keuntungan usaha’ (economic rent) nya dibawa ke negara asalnya atau ke Jakarta.  “Sumbar hanya mendapatkan nilai ekonomi yang rendah, dan masyarakat lokal tetap miskin,” ungkapnya.

Kelima, tingkat pemanfaatan (pembangunan) SEKTOR KP masih rendah dan belum optimal akibatnya, kontribusi KP bagi perekonomian SUMBAR (PDRB, nilai ekspor, PAD, dan lapangan kerja) pun belum signifikan.

Keenam, rendahnya akses nelayan, pembudidaya ikan, dan UKM KP lainnya kepada sumber pemodalan (kredit bank), teknologi, infrastruktur, informasi, dan aset ekonomi produktif lainnya.

“Kebijakan politik ekonomi (moneter, fiskal, RTRW, iklim investasi, dan kemudahan berbisnis) kurang kondusif.  Kredit perbankan untuk ekonomi maritim, bunganya relatif lebih tinggi dan persyaratan rumit,” tambahnya.

Pada kesempatan tersebut, Prof Rokhmin juga memberkkan sejumlah Potensi Ekonomi Pengembangan Budidaya Beberapa Komoditas Perikanan di Smatera Barat (2022 – 2024) diantaranya Pengembangan 10.000 ha tambak udang Vanammei (18,5% total potensi luas) tersebar di: (1) Kab. Kep. Mentawai (2.500 ha), (2) Kab. Pesel (2.500 ha), (3) Kota Padang (500 ha), (4) Kab. Padang Pariaman (1.000 ha), (5) Kota Pariaman (500 ha), (6) Kab. Agam (1.000 ha), dan (7) Kab. Pasaman Barat (2.000 ha).

Potensi lainnya adalah budidaya tambak semi intensif berupa Udang Windo dengan Luas lahan pengembangan 2.000 Ha (4% potensi tambak Sumbar), Budidaya Tambak Ekstensif yakni rumput laut (Gracilaria spp) dengan pemanfaatan Luas lahan pengembangan 2.000 Ha  (4% potensi tambak Sumbar).

Budidaya Laut Longline Rumput Laut Euchema spp dengan Luas lahan pengembangan 5.000 Ha (10% potensi budidaya laut Sumbar). Budidaya kolam intensif untuk budidaya Ikan nila dengan potensi Luas lahan pengembangan 500 Ha (2% potensi budidaya air tawar Sumbar).

Kemudian Budidaya Kolam Intensif berupa Ikan Patin dengan Luas lahan pengembangan 500 Ha (2% potensi budidaya air tawar Sumbar), dan Budidaya Kolam Intensif Lobster dengan luas lahan pengembangan KJA 4 lubang 3 x 3 m  100 Unit.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER