MONITOR, Jakarta – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kini berada di pusaran masalah Formula E. Gara-gara ajang balap mobil ini, Anies harus berurusan dengan sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta yang ingin menginterpelasinya.
Tak hanya itu, Anies kemungkinan bisa digugat ke Arbitrase Internasional di Singapura jika membatalkan balapan Formula E, karena dianggap melakukan wanprestasi.
Pengamat Kebijakan Publik, Amir Hamzah mengatakan, ada sejumlah keganjilan pada rencana penyelenggaraan Formula E dan itu sebenarnya harus dijelaskan oleh Anies kepada DPRD yang notabane sebagai mitra kerjanya.
“Keganjilan yang dimaksud adalah adanya pelanggaran aturan perundang-undangan,” ujar Amir, Kamis (16/9).
Menurutnya, keganjilan itu terungkap setelah beredarnya surat dari Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) DKI Jakarta nomor 3486/-1.857 tanggal 15 Agustus 2019 tentang laporan atas rencana kegiatan Formula E yang ditujukan kepada Gubernur Anies Baswedan.
Dijelaskannya, pada poin pertama surat itu disebutkan bahwa berdasarkan kajian terhadap memorandum of understanding (MoU) antara Pemprov DKI dengan Formula E Limited, terdapat kewajiban yang harus dibayar Pemprov DKI berupa biaya komitmen selama lima tahun berturut-turut dari tahun 2020 hingga 2024 dengan besaran mencapai 20 juta poundsterling hingga 29,8 juta poundsterling.
Dan di poin ke empat surat itu, terdapat penjelasan bahwa berdasarkan pasal 92 ayat (6) PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa jangka waktu penganggaran pelaksanaan kegiatan Tahun Jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) tidak melampaui akhir tahun masa jabatan Kepala Daerah berakhir, kecuali kegiatan Tahun Jamak dimaksud merupakan Prioritas Nasional dan/atau Kepentingan Strategis Nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Atas surat itu, Anies menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 77 Tahun 2019 yang memberikan dukungan untuk menyelenggarakan Formula E pada tahun 2020.
Menurut Amir, jika menilik bunyi pasal 92 ayat (6) PP Nomor 12 Tahun 2019 dalam surat Dispora, Anies seharusnya mengkaji ulang MoU yang sudah ditandatangani dengan Formula E Limited, dan jika perlu membatalkannya.
Apalagi karena poin kelima pada surat Dispora tersebut dengan jelas mengatakan bahwa MoU harus dilaksanakan. Jika dibatalkan, maka Pemprov DKI dianggap wanprestasi dan dapat digugat ke Arbitrase Internasional di Singapura.
“Jadi, ini memang aneh karena ada aturan yang jelas melarang Formula E diselenggarakan dalam lima tahun beruntun hingga melampaui masa jabatan Anies sebagai gubernur yang selesai pada Oktober 2022, tapi Anies malah menerbitkan Ingub yang hanya mendukung persiapan penyelenggaraan Formula E tahun 2020,” katanya.
“Petanyaannya apakah Anies membaca seluruh isi surat Dispora itu dan memahaminya? Atau hanya membaca sekilas dan kemudian menerbitkan Ingub Nomor 77 Tahun 2019,” sambungnya.
Yang juga menjadi pertanyaan besarnya adalah siapa yang menandatangani MoU itu? Apakah PT Jakarta Propertindo (PT Jakpro) sebagai BUMD yang ditunjuk untuk menyelenggarakan event Formula E, atau ada pihak lain.
Lanjutnya, jika yang menandatangani MoU itu Jakpro, apakah BUMD itu tidak tahu tentang pasal 92 ayat (6) PP Nomor 12 Tahun 2019 sebelum MoU di tandatangani.
Amir juga mempertanyakan, jika memang yang ditunjuk menjadi penyelenggara Formula E itu adalah PT Jakpro, kenapa PT Jakpro tidak menggunakan anggaran dari Penyertaan Modal Daerah (PMD) dan menggandeng pihak swasta atau pihak ke tiga.
Oleh karenanya, Amir pun mengaku ada rasa curiga, kalau Formula E merupakan hasil bisikan orang-orang di sekitar Anies yang tidak direncanakan secara matang dengan mempertimbangkan berbagai aspek, namun memiliki tujuan-tujuan tertentu, entah untuk pencitraan atau mencari keuntungan pribadi yang akhirnya memerangkap Anies dalam masalah besar.
Untuk mengakhiri polemik ini, Amir pun menyarankan Anies untuk membuka ruang komunikasi dengan DPRD agar nantinya tidak timbul dari persoalan Formula E ini.
Diketahui dalam surat Disorda yang beredar dikalangan media, berikut rincian biaya komitmen Formula E yang harus dibayar Pemprov DKI selama lima tahun berturut-turut :
Sesi 2019/2020: 20 juta poundsterling atau setara Rp 393 miliar
Sesi 2020/2021: 22 juta poundsterling atau setara Rp 432 miliar
Sesi 2021/2022: 24,2 juta poundsterling atau setara Rp 476 miliar
Sesi 2022/2023: 26,620 juta poundsterling atau setara Rp 515 miliar
Sesi 2023/2024: 29,282 juta poundsterling atau setara Rp 574 miliar.