MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi Kebencanaan DPR RI Bukhori Yusuf mengkritik soal kerumunan yang muncul dalam acara persamuhan Gubernur Nusa Tenggara Timur bersama para Kepala Daerah se-NTT di Pantai Wisata Otan, Desa Otan, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal yang lebih membuatnya dirinya prihatin adalah kerumunan tersebut dipicu oleh aktivitas jajaran penyelenggara daerah yang semestinya menjadi contoh bagi warganya.
Diberitakan sebelumnya, beredar video viral di sosial media yang memperlihatkan dugaan pelanggaran protokol kesehatan saat pengukuhan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di Pantai Wisata Otan, Kabupaten Kupang. Sejumlah kabar menyebut Gubernur NTT Viktor Laiskodat berikut Wakil Gubernur turut hadir dalam acara itu.
“Ironis sekali. Para penyelenggara daerah ini tidak sepatutnya mencoreng arang di wajah mereka sendiri. Dengan preseden ini, seruan mereka kepada masyarakat untuk menegakan prokes dengan baik seakan menjadi omong kosong lantaran bertolak belakang dengan tingkah mereka. Tidak hanya mengusik moral publik, kejadian ini jelas membawa langkah mundur penanganan pandemi dari segi medis maupun etika publik,” kritik Bukhori.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyebut ibukota Provinsi NTT, Kupang, masuk dalam kategori daerah dengan PPKM level 4. Sedangkan, angka penularan virus di provinsi ini masih terbilang tinggi, yakni di atas 15 persen merujuk pada konferensi pers Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Senin (30/8/2021). Dalam kesempatan itu, Menteri Kesehatan juga menyebut baru 8 daerah di Indonesia dengan positivity rate di bawah 15 persen atau masuk dalam kategori sedang.
Selain menyoroti soal kerumunan, politisi PKS ini juga mengaku heran dengan ide untuk menyisipkan agenda pesta disela acara pengukuhan tersebut. Padahal di saat bersamaan, situasi ekonomi dan kesehatan masyarakat di sana sedang tidak baik-baik saja.
Meskipun acara yang diklaim pengukuhan itu merupakan agenda resmi, Bukhori tetap menyayangkan prosesi pengukuhan tersebut dinodai oleh pesta pora yang mengabaikan protokol kesehatan dan sensitivitas publik.
“Menyaksikan mereka berpesta pora di atas penderitaan rakyat yang tengah sulit, sudah cukup melukai hati. Bagaimana mungkin mereka masih bisa berjingkrak-jingkrak kegirangan, sementara di tengah-tengah mereka ada rakyat yang kian terjepit lantaran tuntutan hidup yang semakin sulit,” ujarnya.
“Sepertinya kepekaan sosial menjadi barang yang sulit dimiliki oleh sebagian pemimpin di negeri ini,” sindirnya.